Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROSES pemilihan anggota pengganti antarwaktu Badan Pemeriksa Keuangan sekali lagi terlihat cuang-caing. Dari 22 calon yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan, sebagian tak memiliki reputasi dan keahlian. Kalaupun ada yang memiliki kompetensi, bahkan sempat atau masih berdinas di BPK, ia pernah—atau diduga—tersangkut perkara hukum. Padahal setiap pemilihan anggota BPK merupakan pertaruhan untuk membuatnya tetap menjadi lembaga terhormat.
Majalah ini kembali mengingatkan: marwah badan auditor negara ini hendaklah dijaga. BPK tak boleh menjadi alat kekuasaan, bisnis, apalagi tameng bagi bekas birokrat bermasalah. Pemilihan anggota pengganti antarwaktu ini dilakukan untuk mengisi satu kursi kosong yang ditinggalkan Taufiequrachman Ruki, yang memasuki masa pensiun. Dewan Perwakilan Daerah sudah menilai dan membuat peringkat para kandidat, sekarang giliran Dewan Perwakilan Rakyat untuk memilih.
Rekam jejak sejumlah kandidat itu lagi-lagi terlihat buram. Ada calon yang pernah atau diduga tersangkut perkara hukum, seperti Baharuddin Aritonang, Mukhamad Misbakhun, Dharma Bhakti, dan Gunawan Sidauruk. Ada pula kandidat yang sudah berkali-kali mencalonkan diri kendati gagal, seperti Jufri Bandang dan Parwito. Kedangkaran mereka untuk masuk ke lembaga auditor negara ini tentu mengundang pertanyaan.
Jejak kusut terlihat pula pada Muchayat, bekas Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Jasa Lainnya dan mantan Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri. Muchayat adalah ayah kandung Munadi Herlambang, yang pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus korupsi Hambalang. Penyidik komisi antirasuah pernah menggeledah rumah Munadi lantaran perkara senilai Rp 2,5 triliun itu. Terpidana kasus Wisma Atlet, Nazaruddin, menyebut Munadi sebagai orang dekat Anas Urbaningrum. Dia komisaris PT Dutasari Citra Laras bersama Athiyyah Laila, istri Anas.
Nazaruddin menunjuk peran Munadi sebagai pelobi BUMN karya untuk menjadi kontraktor dalam proyek Hambalang dan Dutasari menjadi subkontraktornya. Dia melakukan itu berkat pengaruh ayahnya, Muchayat. Benang merah hubungan Muchayat-Munadi-Hambalang itu mesti menjadi peringatan dini. BPK tak boleh dijadikan alat politik untuk meredam kasus korupsi Hambalang. Apalagi badan auditor negara itu sekarang masih melakukan audit Hambalang jilid kedua. Jangan sampai BPK menjadi "sarang penyamun" yang merugikan rakyat.
Untuk memperoleh kandidat anggota BPK yang teruji integritas dan keahliannya, pada masa mendatang sebaiknya proses pendaftarannya diperbaiki. Seperti proses pemilihan pimpinan KPK dan Otoritas Jasa Keuangan, perlu dibentuk panitia seleksi untuk menyaring pendaftar. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI juga mengakui pemilihan anggota BPK terlalu longgar karena tak ada persyaratan kompetensi dan pengalaman. Saat ini semua orang bisa mendaftar selama memenuhi syarat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Badan Akuntabilitas Keuangan mengusulkan agar Undang-Undang BPK diubah. Kandidat anggota BPK harus disaring oleh panitia seleksi yang meliputi unsur pemerintah, masyarakat, dan Badan Akuntabilitas, sebelum menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Dengan begitu, diharapkan BPK akan diisi oleh figur berintegritas, kredibel, kompeten, dan profesional. Usul ini wajib didukung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo