Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Janganlah Tertipu Tegak-Tegak

Trik-trik bisnis Asia Pulp & Paper, kesemrawutan struktur kepemilikan dan struktur utang di Sinar Mas Group, juga ketiadaan personal guarantee dari taipan Eka Tjipta, seharusnya membuat pemerintah ekstrawaspada.

2 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai konglomerat terakhir yang masuk dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Sinar Mas Group (SMG) sangat boleh jadi masih menyimpan beberapa kejutan besar. Hal ini bisa diketahui setelah due diligence atas kredit SMG di Bank Internasional Indonesia (BII) dinyatakan selesai pertengahan September mendatang. Kredit SMG yang macet itu berjumlah US$ 1,3 miliar, dan karena konglomerat ini tak mampu membayar, pemerintah akhirnya mengalirkan dana talangan ke BII. Pro dan kontra waktu itu merebak, terutama karena tindakan tersebut ditafsirkan sebagai rekapitalisasi kedua untuk BII, padahal solusi ini bertentangan dengan kebijakan terdahulu, yang menetapkan bahwa program rekapitalisasi sudah selesai. Menurut rencana, kredit macet SMG yang dikeluarkan dari BII dan ditransfer ke BPPN akan ditukar dengan obligasi daur ulang (recycle bonds) dari Bank Danamon dan dana tunai dari Bank Mandiri sebesar Rp 5,1 triliun. Skema penalangan ini terkait erat dengan rencana pemerintah untuk menggabungkan Bank Mandiri dan BII, sehingga jika dilihat dari sudut ini, yang di-lakukan bukanlah rekapitalisasi BII jilid II tapi akuisisi BII oleh Bank Mandiri. Akuisisi tersebut bukanlah rencana yang terlalu buruk, apalagi jika Bank Mandiri dapat memanfaatkan expertise dan network BII yang luas. Yang dikhawatirkan justru nasib Bank Mandiri, karena salah-salah bisa kolaps setelah dibebani "bom waktu" dari BII. Kecurigaan pada BII tak terlepas dari kecurigaan pada Sinar Mas Group. Sampai detik terakhir, pihak SMG selalu memberi kesan bahwa semuanya akan lancar-lancar saja, cuma perlu waktu dan kesabaran. Padahal, kenyataan yang dihadapi tidaklah begitu cerah dan menjanjikan. Disebut demikian karena dalam kredit macet SMG ke BII ada utang Asia Pulp & Paper (APP) sebesar US$ 1 juta. Mereka yang mengetahui betapa terpuruknya posisi APP di pasar uang dunia tentu sulit untuk yakin bahwa utang US$ 1 juta itu akan bisa dilunasi sebagaimana mestinya. Selain itu, struktur anak-anak perusahaan SMG bak benang kusut, tidak saja karena kepemilikan silang tapi juga lantaran utang dan surat utang yang silang-bersilang. Hal ini akan membuat BPPN putus asa, terutama kalau berurusan dengan APP. Pen-jelasan bahwa aset SMG yang diserahkan bernilai 145 persen dari total utang sangat patut diragukan, semata-mata karena ke-pemilikan saham dan utang yang silang-bersilang itu. Dari jajaran konglomerat yang dikategorikan sebagai tipe Asia, SMG mungkin paling chaotic (semrawut) dan membingungkan. Tak jelas, apakah struktur yang tak masuk akal itu pula yang membuat Eka Tjipta Widjaya sampai tidak dapat menyerahkan garansi pribadinya kepada BPPN. Yang pasti, ketiadaan personal guarantee dari taipan Eka Tjipta membuat aset yang disebut-sebut bernilai 145 persen dari utang SMG di BPPN itu seperti tak ada harganya. Terakhir, berbagai trik bisnis APP, satu di antaranya mengaku berpiutang US$ 1,02 miliar pada lima perusahaan di British Virgin Islands—tapi semua perusahaan itu terkesan fiktif—sepantasnya membuat pemerintah dan BPPN lebih waspada lagi. Hasil due diligence atas kredit SMG di BII hendaknya mencerminkan semangat membongkar sampai ke akar, persis seperti yang dilakukan surat kabar The Asian Wall Street Journal, yang mengungkap kasus piutang APP tersebut (edisi 28 Agustus 2001). Pihak APP kabarnya menggugat lima perusahaan fiktif itu ke pengadilan di Indonesia. Tindakan ini, selain salah alamat, juga membuktikan bahwa lima perusahaan fiktif itu sengaja tidak dituntut di Virgin Islands, tak lain karena perusahaan itu memang tidak ada di sana. Jadi, berhati-hatilah. Benar, pemerintah dan BPPN sudah telanjur komit untuk BII, tapi hindarkanlah membuat kesalahan yang sama berkali-kali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus