Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Jusup dan piutangnya

Masalah likuiditas bergantung pada sumber cara penggunaan dananya. Disimpulkan bahwa arus dana YKAM tak rasional sehingga pada suatu saat akan ambruk karena kesulitan likuiditas.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH Jusup Ongkowidjaja yang mengaku bekas pendeta berniat baik dalam mendirikan Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM)-nya, hanya ia dan Tuhan yang tahu. Menurut Jusup, seperti dikutip pers, melalui YKAM ia berniat menolong masyarakat luas dari cengkeraman pelepas uang, gadai paksa, ijon, dan praktek-praktek lamnya yang sangat merugikan. Kecuali jika Jusup memperoleh mukjizat dari Tuhan (seperti Nabi Yusuf), sepanjang yang dapat dipikirkan oleh manusia biasa, cara operasi YKAM sangat berbahaya, dan bahkan lebih berbahaya dari lintah darat, karena juga menjurus pada penipuan. Karena itu, pemerintah, yang bertanggung jawab atas pemeliharaan ketertiban masyarakat di dunia, perlu segera melarang dan menindak kegiatan lembaga keuangan, seperti YKAM. Dalam menilai cara beroperasi suatu lembaga keuangan seperti YKAM, manusia biasa melikatnya dari kesehatan likuiditas dan solvabilitasnya, manajemen organisasinya, serta jaring pengamannya jika terjadi suatu hal yang tidak diperkirakan. Masalah likuiditas bergantung pada sumber cara penggunaan dananya. Berbagai orang pintar menarik kesimpulan bahwa arus dana YKAM tidak rasional, sehingga pada suatu saat akan ambruk sendiri karena kesulitan likuiditas. Perkiraan akan ketidakcocokan antara pemasukan dan penggunaan dana itu dibuat berdasarkan asumsi yang dibuat oleh YKAM sendiri. Di samping menciptakan malaikat, Tuhan juga menciptakan iblis. Walaupun harkat manusia lebih tinggi daripada keduanya, diri manusia sendiri juga memiliki sifat kedua makhluk ciptaan Tuhan tersebut. Berbeda dengan malaikat dan iblis, manusia punya keluarga, dan bisa sakit, menderita kemalangan, kemacetan usaha, ataupun kehilangan pekerjaan. Sebagian risiko seperti ini berada di luar jangkauan kontrol YKAM serta kontrol nasabah-nasabahnya. Manusia, yang bukan nabi, bisa saja khilaf dengan materi, sehingga mengganggu arus dana YKAM. Tidak jelas apa ukuran kesehatan likuiditas dan solvabilitas YKAM serta lembaga pemerintah, atau pihak ketiga mana yang mengawasl ataupun membina lembaga keuangan seperti ini. Pun tidak jelas akan ke mana YKAM minta bantuan keuangan untuk mengatasi kesulitan likuiditasnya, dan bagaimana caranya memperoleh dan apa syarat-syarat bantuan likuiditas tersebut. Akhirnya tidak diketahui bagaimana perlindungan terhadap penabung atau peminjam yang menjadi nasabah YKAM. Tidak ada suatu jaring pengaman jika sekiranya usaha YKAM kurang lancar sehingga terpaksa bangkrut. Sebagai bekas pendeta, mungkin pribadi Jusup dapat mempertahankan nilai-nilai moral kependetaannya dan kuat terhadap godaan iblis. Tetapi, belum tentu moral seluruh karyawannya dapat bertahan terhadap godaan iblis. Uang adalah komoditi yang paling mudah dicuri. Giliran untuk memperoleh kredit juga dapat diubah sedemikian rupa, sehingga mengutamakan keluarga dan/ataupun teman sendiri. Aturan YKAM sendiri sering mengalami perubahan yang mengubah giliran penabung untuk memperoleh pinjaman. Kalaupun moralnya baik, bisa saja karyawan YKAM melakukankesalahan administrasi karena kurangnya pengetahuan. Sebagai organisasi yang relatif baru, diragukan apakah YKAM - sudah memiliki sistem kerja, sistem pembukuan, sistem administrasi, dan sistem kontrol yang sudah andal. Cara YKAM menyeleksi penerima kredit juga tidak beda dengan pelepas uang biasa. Yang dipentingkan oleh YKAM hanyalah kemampuan untuk memenuhi jumlah pinjaman, menarik anggota baru, serta kemampuan memenuhi agunan. YKAM tidak peduli akan kemampuan ekonomi ataupun kelakuan nasabahnya. YKAM juga tidak membina usaha nasabahnya. Bagaimana kalau Pemerintah melarang YKAM. Selain melarang, pemerintah juga harus dapat menciptakan alternatif lembaga keuangan rakyat, untuk dapat melepaskan mereka dari cengkeraman pelepas uang, gadai paksa, ijon, serta lembaga-lembaga aneh seperti YKAM. Larangan dan tindakan atas YKAM jelas akan menimbulkan korban. Dewasa ini korban potensial sudah cukup besar, paling tidak di antara 64.557 orang anggotanya yang belum sempat menerima paket kredit serta orang-orang bodoh yang membeli kaset tembang Jusup. Tapi jika kegiatan yayasan ini terus dibiarkan hingga ambruk sendiri, korbannya akan lebih besar. Muncul dan berkembangnya YKAM merupakan pertanda akan kelemahan struktural lembaga-lembaga keuangan serta sistem hukum kota. Orientasi lembaga-lembaga keuangan formal yang tadinya diharapkan untuk melayani rakyat kecil (seperti BRI BPD, Bukopin, dan Bank Pasar) sudah mulai berubah, yakni melayani nasabah-nasabah skala besar dan menengah, atau berorientasi ke luar negeri. Sementara itu, koperasi simpan pinjam belum tumbuh. Untuk melayani kebutuhan masyarakat akan dana yang tidak mungkin dilayani oleh sistem perbankan, pemerintah perlu membangun bank-bank sekunder, seperti koperasi simpan pinjam, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, Lembaga Pitih Nagari di Sumatera Barat, atau Lembaga Perkreditan Desa di Bali. Lembaga-lembaga keuangan sekunder tersebut hendaknya dikaitkan dengan BRI, BPD, dan Bukopin, yang sekaligus bertindak sebagai pembinanya. Untuk itu, perlu pula mengembalikan orientasi BRI, BPD, dan Bukopin pada basisnya semula. Di samping itu, wewenang membina lembaga-lembaga keuangan sekunder, yang dewasa ini dipercayakan pada BRI, seyogyanya juga diberikan kepada BPD dan Bukopin. Sistem perbankan kita sangat menekankan adanya agunan yang diikat oleh hukum perdata Barat. Yang tidak memiliki agunan jelas tidak mungkin dapat menerima kredit dari bank, walaupun memiliki karakter pribadi yang baik dan memiliki prospek ekonomi yang cerah. Di lain pihak, sebagian besar tanah milik rakyat masih tunduk pada hukum adat. Tanah adalah bentuk kekayaan yang terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Akibatnya, sebagian besar rakyat tidak punya akses pada kredit perbankan. * Dosen FE-UI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus