Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Karena sdsb tidak berkah

Kekalahan pssi erat kaitannya dengan sdsb yang banyak ditolak masyarakat. untuk itu keberadaannya perlu ditinjau kembali

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti biasanya, PSSI kalah lagi. Buat kita, berita itu biasa- biasa saja. Saya tahu bahwa para pemain dan segenap orang yang terlibat dengan sepak bola sudah berusaha sekuat tenaga. Bukan saja untuk memenangkan setiap pertandingan sehingga bisa berprestasi dengan lebih baik. Tapi lebih jauh dan penting lagi, ada keinginan kuat untuk menjawab sinisme bahkan kekesalan masyarakat terhadap PSSI. Sebenarnya saya tak suka hal-hal yang berbau mistis dan tidak logis. Tapi selalu saja ada hal-hal gaib, suka atau tidak, harus kita percayai. Saya pikir prestasi PSSI yang begitu-begitu itu ada hubungannya dengan SDSB. Nilai fisik SDSB (berupa dana yang tidak kecil) jelas dapat berfungsi banyak. Tapi nilai spritualnya rendah sekali. Setidaknya tidak ada orang yang benar-benar ikhlas dan sadar membelanjakan uangnya untuk SDSB: hanya memang ingin menyumbang dan melihat olah raga di negeri kita maju pesat. Belum lagi ''kutukan'' terhadap SDSB oleh sebagian besar ulama dan sumpah para istri yang ''teraniaya'' karena uang untuk makan keluarga malah dipakai suaminya untuk membeli SDSB. Padahal doa kedua kelompok orang ini manjur. Karena itu dana SDSB menjadi tidak berkah. Untuk itu sudah saatnya keberadaan SDSB dikaji ulang, dan menggantikannya dengan sesuatu yang diridoi oleh semua orang. Tuhan YME, tampaknya, berharap agar kita cepat-cepat berubah pikiran. Kegagalan PSSI ataupun kemelut kecil yang sempat terjadi di tubuh NU sebetulnya hanyalah dua akibat yang sepele dan segera dari SDSB. Jadi Tuhan masih sayang dengan rakyat Indonesia. Jangan sampai kita sadar atas kekhilafan kita setelah terjadinya bencana yang lebih buruk yang menyangkut mentalitas bangsa. Menurut saya, pendanaan olah raga memang seharusnya disubsidi oleh Pemerintah dengan bantuan para sponsor (swasta). Sedangkan untuk aktivitas-aktivitas sosial (yang banyak dibantu dari dana SDSB), bisa diambil dari dana masyarakat lewat pajak atau zakat/infaq. Meskipun miskin, rakyat kita umumnya cukup pemurah kok. Dengan begitu, logikanya jadi betul. Aktivitas sosial didanai oleh orang-orang kaya. Tak seperti yang terjadi sekarang ini, justru yang banyak menyumbang adalah orang-orang miskin (karena mayoritas konsumen SDSB justru dari kalangan menengah ke bawah). Semoga SDSB tak berumur lebih panjang lagi. Setidaknya kalau usianya sudah 6 tahun, SD-SB harus berubah menjadi SMP-SB (Sumbangan Masyarakat untuk Pekerjaan yang berkah). Bagaimana Bu Intan Soeweno? FATHANSYAH Jalan Titiran 2 Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus