Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kasus sawito: kekacauan macam apa ?

Usman effendy, pelukis realists,menilai dokumen sawito perlu ditanggapi apabila bertujuan baik & berdasarkan fakta. menurut ringkasan surat orang-orang yang menandatanganinya, dokumen tersebut bertujuan baik. (kom)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAGETKAN sekali Pengumuman Pemerintah 22 September 1976 tentang beberapa dokumen yang berisi penilaian atas kepemimpinan Presiden Soeharto yang dianggap telah gagal dan keadaan dewasa ini di Indonesia. Terlalu cepat bila Sawito menginginkan Soeharto meletakkan jabatan yang bukan pada waktunya. Apakah ia berhak untuk hal semacam itu? Kekacauan macam apa yang diinginkan Sawito? Sampai di mana ia menyiapkan taktik dan strateginya? Bisa jadi ia merasa optimis berhasil, karena melihat orang-orang yang menandatangani naskah itu, yang hanya menolak cara penyampaiannya yang tidak konstitusionil. Apakah DPR sudah tidak dipercaya lagi? Semuanya akan tahu siapa sebenarnya yang diinginkan oleh rakyat setelah PEMILU nanti. Tentang dokumen itu, apakah tidak terlalu mudah menilai isi dokumen "Menuju Keselamatan" sebagai "suatu penilaian yang sangat negatif" terhadap keadaan dewasa ini? Padahal masyarakat sudah lebih maju, misalnya dalam hal pengetahuan politik, ketatanegaraan, sarana komunikasi yang mudah, pendalaman terhadap agama dan lain-lain. Tapi apapun penilaian dokumen itu dan bagaimana pun isinya, asal bukan fitnah dan tidak bertujuan buruk, apalagi bila disertai kenyataan dan fakta benar dengan latar belakang yang bermanfaat, sebaiknya ditanggapi dan difikirkan Kita lihat isi dokumen "Pernyataan". Kalau memang benar dewasa ini terdapat keresahan masyarakat yang menjurus kepada perpecahan dan keretakan kesatuan bangsa apakah ini suatu penilaian yang negatif? Dan kemudian mereka berikrar (?) menggunakan dokumen "Menuju Keselamatan" sebagai dasar penerapan dan pengamalan Panca Sila mencapai masyarakat adil dan makmur. Apakah maksud ini terlalu buruk? Kalau memang ini bertujuan untuk menimbulkan hal yang buruk, mengadu domba, mengacau, tindaklah! Tapi jangan memandang siapa 'dia' dan jangan menggunakan hukum yang tidak ada. Kesimpulan sementara Pemerintah setelah meneliti dokumen-dokumen itu memang benar. Pemerintah menyangsikan kesadaran dan kesetujuan tokoh-tokoh masyarakat atas naskah itu. Apakah mereka benar-benar menyetujui dan mengetahui tujuan jahat yang terkandung di belakang fikiran pembuatan dokumen-dokumen itu? Bila melihat ringkasan surat mereka, saya berkesimpulan: mereka hanya mengetahui maksud dan tujuan baiknya saja. Mereka tidak mengetahui bahwa tandatangannya digunakan untuk maksud jahat. Kita lihat ringkasan surat Hatta. Beliau berani menandatangani naskah itu setelah dijelaskan dalam rangka menegakkan Panca Sila. Berarti penilaian Hatta sendiri Panca Sila itu sedang tidak tegak. Tapi ada keanehan pada kalimat lainnya: Hatta sadar, bahkan bukan saja isinya tidak sesuai dengan penilaian beliau terhadap kenyataan yang ada, tapi juga tidak konstitusionil. Kalimat-kalimat mana yang ditakutkan Hatta sehingga ia menjadi tidak jujur? Bagaimana penilaian Hatta waktu itu tentang "kenyataan yang ada", yang akhirnya dia sendiri mau menandatangani naskah itu? Mungkin ini mustahil bagi Hatta memberikan tanda tangan tanpa meneliti isi dan tujuannya lebih jauh, apalagi ini bukan untuk hal remeh (dalam rangka menegakkan Panca Sila). Semoga tidak begitu dalam tandatangan teks proklamasi kemerdekaan RI. Lalu bagian mana yang Kardinal Darmojuwono anggap terlalu keras? Memang lunak kadang lebih baik, tapi apakah tidak lebih baik dipentingkan dulu kebenaran atau ketidakbenaran masalahnya. Kardinal menganggap ada bagian yang tidak tepat dan berlebih-lebihan, padahal kedua bagian yang sifatnya demikian itu tidak baik (salah). Tapi beliau membubuhkan juga tandatangannya, dengan pertimbangan "sudah ada punya pak Hatta". Tidak begitu jauh halnya dengan Hamka yang profesor itu. Beliau tidak mengkomersilkan tandatangannya, cukup dengan basa-basi lalu dia membubuhkan pula tandatangannya. Akhirnya mereka, bersama dengan TB Simatupang dan R. Said Soekanto Tjokrodiatmojo hanya dapat mengatakan tentang perasaan dibohongi dan ketidak telitiannya. Betulkah? Mengapa dan apa sebenarnya yang diinginkan oleh fihak-fihak tertentu dengan peristiwa ini? USMAN EFFENDY Jl. Penggalang 14, Jakarta Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus