LEWAT kongsi penerbangan Garuda dari Amsterdarn, 102 mahasiswa
anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jerman Barat, awal
September kemarin sempat libur di tanah-air. Tadinya, karena
biaya perjalanan pulang-pergi mendapat potongan harga, fihak
Garuda meminta agar paling sedikit rombongan berjumlah 150
orang. Namun maklumlah selain tidak semua mahasiswa melayu di
sana berduit (biaya perjalanan dengan pesawat itu DM. 1210),
kebanyakan di antara mereka minta agar jangka waktu tinggal di
tanah-air paling sedikit tiga bulan, serta minta agar
diperkenankan masing-masing pulang ke kampung halamannya. Target
itu tidak tercapai. Namun panitia agaknya tidak kurang akal.
Kabarnya sempat juga dikampanyekan tawaran untuk datang ke
Indonesia kepada masyarakat Jerman di sana. Hasilnya, jumlah
rombongan menjadi 172 orang. Tambahan orang-orang Jerman yang
hampir separohnya itu tidak semuanya mahasiswa. Ada juga
pekerja. Pokoknya, bisa ke Indonesia.
2.700 Orang
Memang "acara pulang kampung" yang diorganisir PPI Jerman Barat
itu memiliki program juga. Antara lain dalam rangka program
Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan rencana menghadiri seminar KNPI
yang tadinya akan diselenggarakan tanggal 4-7 September kemarin.
Program pertama, PPI telah keliling Jawa dan Bali ke beberapa
Dewan Mahasiswa, mengadakan diskusi dan piknik tentunya.
Sementara program untuk mengadakan seminar KNPI, tidak pernah
terjadi karena kabarnya diundur. Ketua rombongan yang juga Ketua
PPI Jerman Barat, Riza Tadjoedin sendiri tidak mengetahui dengan
pasti, kenapa program yang satu ini juga gagal. "Ah percuma
saja", keluhnya pendek. Karena ternyata kegagalan acara pulang
kampung, selain barangkali memang programnya setengah matang,
rombongannya pun cerai berai. Ada yang pulang kampung
masing-masing, sementara orang-orang Jerman itu melakukan
kegiatan sendiri-sendiri. Lebih banyak sebagai turis tentunya.
Sehingga tidak heran bila acara diskusi mereka yang terakhir
dengan DM-UI, dari masing-masing fihak hanya hadir beberapa
gelintir mahasiswa saja. Rombongan PPI Jerman Barat itu kembali
pertengahan Oktober baru lalu.
Kenapa banyak mahasiswa Indonesia bersekolah di Jerman Barat?
Negeri itu menurut catatan yang ada, merupakan tempat belajar
mahasiswa Indonesia yang paling banyak. Di Lembaga Pendidikan
Tinggi Jerman, jumlah mahasiswa Indonesia yang tercatat resmi
ada 2.500 orang. "Tapi saya kira minimal ada 2.700 orang. Karena
ketika lebih dari 100 perguruan tinggi di sana disurati, hanya
70% saja yang membalas", ujar Riza Tadjoedin. Lewat penelitian
yang dilakukan PPI, dari sebanyak 8.832 orang Indonesia di sana,
yang tercatat sebagai mahasiswa sudah 2.778 orang. Selebihnya,
1.700 merupakan pekerja, 595 golongan anak-anak, sisanya
sebanyak 3.759 orang masih belum dapat ditentukan coraknya.
Dari penelitian lewat angket itu, kemudian memang ketahuan motif
kedatangan pelajar Indonesia itu ke Jerman Barat. Dari jawaban
yang masuk, hampir separohnya memberikan alasan kemajuan
teknologi di negeri itu sebagai pendorong kedatangannya ke sana.
Sekitar 307O karena merasa di negeri itu bisa belajar sambil
bekerja, 17% karena mendapat biaya dari orang tua, 15% karena
pengaruh berita tentang negeri itu. Selebihnya, mereka yang
mendapat beasiswa atau yang dikirim pemerintah RI. Kemudian
memang diketahui bahwa ada sebanyak 6670 di antaranya memilih
disiplin teknik: jurusan mesin, arsitektur, sipil, elektro,
kimia teknik dan perancangan industri (Industrial Design).
Kemudian menyusul disiplin ekonomi dan kedokteran, selain
terdapat juga mereka yang memilih jurusan kosmetik. Namun tentu
saja beberapa alasan itu, kini perlu diteliti lebih lanjut lagi.
Paling tidak kebenarannya perlu dicocokkan dengan perkembangan
dewasa ini yang terjadi di negeri tersebut. Misalnya tentang
kemungkinan bekerja bagi orang asing di negeri itu yang dewasa
ini semakin sulit, atau keterbatasan pengertian orang tua
tentang kemungkinan belajar di Jerman Barat. Sehingga dalam
analisa terhadap jawaban angket tersebut, flhak PPI berpendapat
belum bisa menarik kesimpulan yang tepat, kenapa pelajar
Indonesia mesti sekolah di Jerman Barat.
Bekerja Di Mana?
Tapi lepas dari motif apapun, para mahasiswa yang kebanyakan
merencanakan tinggal di Jerman Barat rata-rata antara 5 sampai 8
tahun itu (ada juga yang merencanakan tinggal sampai 10 tahun),
banyak juga yang menginginkan bila kembali kelak akan bekerja di
lembaga pemerintah. Di antara 107 yang ditanyai, ada 31 orang
yang ingin bekerja dipemerintahan. 31 lainnya ingin bekerja di
swasta, 28 ingin berusaha sendiri, sedangkan sisanya, 17 orang
ingin menjadi dosen di perguruan tinggi. Angket itu juga
menanyakan tentang perubahan pandangan atau fikiran dalam bidang
politik. Dari jumlah itu, 38 di antaranya menyatakan di bidang
ini mereka berubah. 60 orang mengemukakan pandangan sosialnya
berubh, dan 50 orang mengemukakan pandangan kemahasiswaannya
berubah. Menurut analisa PPI, perubahan dalam hal ini tidak
dapat disamakan dengan anti terhadap nilai dan konstelasi
politik yang ada di Indonesia dewasa ini. Sebab perubahan itu
bisa juga diartikan sebagai pergeseran pada prefensi nilai.
Malahan juga bisa berbalikan dengan perubahan yang bersifat
anti, misalnya dengan mengerti setelah melihat dengan lebih
kritis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini