Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
*) Guru besar UI
LAPORAN tahunan Global Development Finance 2001 (GDF 2001) terbitan Bank Dunia menyebutkan bahwa investasi di Asia Timur (di luar Jepang) pada tahun 2000 meningkat 42 persen, setelah menurun selama 1998-1999. Tahun ini, menurut ramalan GDF 2001, pertumbuhan rata-rata mencapai 5,5 persen di 19 negara Asia Timur. Salah satu faktor pendorong kebangkitan itu adalah mengalirnya arus investasi US$ 58 miliar, 71 persen di antaranya masuk ke RRC. Laporan GDF 2001 itu tidak menyebut rincian perbedaan antara arus investasi ke negara Asia Timur Laut dan ke Asia Tenggara. Sekadar gambaran, GDF 2001 mengungkap bahwa Korea Selatan menerima investasi US$ 9 miliar. Sedangkan Indonesia? Dari US$ 2,7 miliar pada tahun 1998 melorot menjadi US$ 500 juta pada tahun 2000. Padahal, pada tahun 2001 ini, Indonesia menghadapi masalah keamanan investasi yang lebih berat daripada yang digambarkan GDF 2001. Penghentian eksplorasi gas alam ExxonMobil di Arun, Aceh, memukul kembali citra keamanan investasi di Indonesia, setelah sebelumnya marak pemberitaan tentang kerusuhan di Aceh, Maluku, Irianjaya, pendudukan lokasi investasi di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara, serta berbagai kasus pemogokan buruh di Jawa. Jelaslah bahwa salah satu prioritas pemulihan ekonomi nasional kita adalah keamanan investasi. Keamanan investasi umumnya dikaitkan dengan stabilitas sosial politik serta peran yang proporsional dan profesional dari aparat Polri dan TNI dalam mengupayakan iklim politik menunjang investasi. Karena itu, pada Rapat Pimpinan Mabes TNI April 2000, disepakati bahwa peran perbantuan TNI kepada Polri--waktu itu masih di bawah Departemen Pertahanan--adalah untuk menciptakan situasi keamanan yang membantu iklim investasi yang berkelanjutan. Dengan daya serap 40 persen tenaga kerja dan sumbangan 56 persen terhadap ekspor industri di luar minyak dan gas, investasi amat penting bagi pemulihan ekonomi nasional. Pada saat menerima peserta Rapim TNI April 2000, Presiden Abdurrahman Wahid berpesan bahwa investasi adalah kunci dari program pemulihan ekonomi. Semakin banyak investor masuk, semakin besar kemungkinan ekonomi akan pulih, dan semakin cerah terpeliharanya stabilitas sosial-politik. Pesan Presiden menyiratkan pentingnya investasi keamanan, khususnya pengembangan kemampuan profesional para anggota Polri dan TNI. Pusat produksi dan simpul-simpul distribusi yang penting perlu dijaga oleh petugas keamanan dan pertahanan yang andal. Rapim TNI April 2000 dan Departemen Pertahanan bersepakat bahwa kunci keberhasilan program peningkatan TNI/Polri yang profesional adalah investasi keamanan. Amatlah penting mengutamakan peningkatan pendidikan dan pelatihan para anggota yang bertugas menegakkan hukum dan keamanan-ketertiban (Polri), serta yang menindak tegas gerakan bersenjata yang mengumumkan niat untuk berpisah dari negara kesatuan (TNI). Tugas keamanan dan pertahanan, sekalipun berbeda sifat dan kewenangannya, sesungguhnya tak dapat dipisahkan di lapangan. Lebih tepatnya, porsi keamanan-ketertiban lebih dititikberatkan pada Polri, sedangkan porsi pertahanan lebih dibebankan pada TNI. Dengan porsi seperti ini, tetap diperlukan perbaikan pola pendidikan dan pelatihan untuk sekurang-kurangnya 10 tahun sebelum pembagian tugas sesuai dengan prinsip pemerintahan negara yang taat pada asas demokrasi dan supremasi hukum. Hal yang amat penting untuk keberhasilan investasi keamanan ialah pentingnya transparansi dan kewajaran dalam pengeluaran anggaran keamanan serta anggaran pertahanan. Karena ujung tombak pelaksana tugas keamanan dan pertahanan adalah mereka yang berada di lapangan, Mabes TNI dan Departemen Pertahanan wajib mencermati agar pengeluaran pos anggaran bisa sampai ke prajurit pangkat rendah dengan utuh. Bila ujung tombak tadi menerima kurang dari yang menjadi haknya, sulit untuk mengharapkan perilaku yang berdisiplin dan profesional dari mereka. Transparansi dan kewajaran pemakaian anggaran akan memudahkan bergaungnya semboyan Polri dan TNI sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Setelah dipisahkan dari Mabes TNI/Departemen Pertahanan sejak 1 Januari 2001, Polri mendapat kepercayaan yang lebih besar untuk mewujudkan prinsip-prinsip hukum serta memelihara keamanan dan ketertiban. Akan tetapi kendala di bidang anggaran, peralatan, personel, serta kesulitan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan tetap ada, untuk 5-10 tahun mendatang. Pengertian "keamanan investasi" mengandung makna yang lebih luas dari sekadar "keamanan berinvestasi" bagi calon investor. Di luar segi keamanan yang berhubungan dengan tugas dan peran anggota Polri dan TNI, keamanan investasi mencakup hal yang berhubungan dengan "keamanan berinvestasi". Di antaranya adalah (1) penegakan hukum yang tidak pilih kasih serta tepat waktu oleh aparat kejaksaan dan pengadilan; (2) dihormatinya kesepakatan antara pemerintah dan pengusaha perihal penyertaan modal, kebijakan fiskal, dan pajak; (3)tegaknya pengadilan niaga yang bebas dari campur tangan pengusaha dan/atau pejabat yang terlalu kuat mempengaruhi putusan pengadilan. Di bidang-bidang inilah diperlukan investasi keamanan yang berkelanjutan, agar "tritunggal" Polri, Kejaksaan Agung, dan pengadilan berangsur-angsur bebas dari permainan hukum yang diatur oleh "siapa kuat bayar, dia boleh nawar". Kesungguhan inilah yang ditunggu para investor sebagai bagian dari kepercayaan bahwa reformasi di bidang tata niaga dilaksanakan secara konsisten. Laporan GDF 2001 menunjukkan bahwa keamanan investasi di RRC lebih unggul bukan semata-mata karena besaran potensi RRC sebagai pasar atau karena pesatnya pembangunan prasarana listrik, air, telekomunikasi, tetapi karena prasarana keamanan yang dijamin polisi dan tentara memungkinkan diadakannya iklim investasi yang mantap. Di bidang prasarana hukum sesungguhnya keadaan di sana tidak jauh lebih baik daripada di Indonesia, Filipina, atau Thailand. Akan tetapi di RRC ada kesadaran bersaing secara internasional dengan adanya upaya pejabat polisi, kejaksaan, dan pengadilan yang cukup tegas untuk mengurangi korupsi. Keamanan investasi dan investasi keamanan adalah dua sisi yang tak terpisahkan dari upaya pemulihan ekonomi. Investasi yang cermat dalam profesionalisme Polri dan TNI serta investasi dalam membangun prasarana hukum yang mantap adalah selisih keunggulan yang harus dikejar sepanjang 5-10 tahun mendatang. Kelangsungan hidup Indonesia serta daya saing ekonomi nasional amat bergantung pada kecekatan mengatasi dua hal itu secepatnya. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo