Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kejaksaan Perlu 'Diliburkan'

Pemberantasan korupsi yang ''jalan di tempat" mengharuskan dipilih cara yang nonkonvensional.

12 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU saran ini diikuti, Jaksa Agung Marzuki Darusman tak perlu lagi takut kena santet. Dia tidak perlu duduk di kursinya yang sekarang terasa panas membara setiap hari. Dia tak perlu takut makan siang di meja kantornya seperti saat ini. Dia pun tak perlu juga memakai gelang antisantet seperti yang dipakai Glenn Yusuf, bekas Ketua BPPN. Saran itu: Marzuki Darusman, para jaksa agung muda, dan bahkan semua awak Kejaksaan Agung berlibur sementara. Kalau anggaran negara mencukupi, selama berlibur itu, ''kejaksaan-wan" dan ''kejaksaan-wati" tetap digaji agar para awak kejaksaan tak mendemo Istana. Dan fungsi kejaksaan bisa saja diganti oleh satu atau dua komisi—walaupun pasti akan banyak protes karena pembentukan lembaga ekstrayudisial di negeri ini banyak dikritik karena kerjanya tumpang-tindih dengan aparat resmi pemerintah. Namun, dalam kasus kejaksaan, kebutuhan untuk mengaktifkan Komisi Pemberantasan Korupsi rasanya sulit ditawar lagi. Apalagi ada Undang-Undang Antikorupsi yang menjadi landasan hukum lahirnya komisi semacam ini. Kasus Soeharto, Bulog-Goro, korupsi di Balongan, dan surat utang Bank Pacific adalah sebagian kecil contoh kasus yang ditangani dengan ''amat tidak memuaskan" oleh kejaksaan. Kasus Bank Bali, termasuk ''bocornya" penyelidikan Wakil Bendahara Golkar Manimaren yang membuatnya digugat bekas menteri Tanri Abeng, adalah contoh lain kasus yang tak tuntas ditangani. Bagaimana nasib dana miliaran ke kas Golkar? Sampai sekarang tak jelas. ''Kalangan atas angin" seperti Baramuli tetap tak terjangkau, walau banyak saksi mengatakan ia hadir dalam pertemuan yang membahas soal dana Bank Bali. Tersangka ''paling atas" adalah Tanri Abeng, yang yakin sekali bahwa dirinya disasar untuk dijadikan ''kambing hitam". Ia menolak, tapi sementara ini ia harus bolak-balik ke kejaksaan untuk membuktikan dirinya bersih. Dan Tanri perlu ekstrakeras berupaya, mengingat seorang pengacara (dan banyak mulut lainnya) bilang bahwa di kejaksaan semua itu ''ada tarifnya". Lembaga di kawasan Blok M itu sudah tenar sebagai sarang korupsi, sampai-sampai ada pemeo: kalau mau bebas, cepat-cepatlah masukkan berkas perkara Anda ke kejaksaan. Jelas Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak diwujudkan. Anggotanya bisa dipilih DPR dari banyak kalangan. Kewenangannya pun dibuat seluas mungkin, sampai tahap penuntutan, seperti lembaga serupa di Filipina. Komisi langsung bertanggung jawab kepada presiden. Dengan kewenangan begitu, tumpang-tindih dan ''rebutan lahan" antara jaksa dan polisi bisa dihindari dalam menyidik perkara korupsi. Maklumlah, ''rebutan" memang pernah terjadi, misalnya dalam pemeriksaan tiga direktur Bank Indonesia—yang motifnya mudah-mudahan bukan urusan fulus, melainkan teknis administrasi belaka. Kalau saran ini terlalu drastis, okelah, kejaksaan boleh tetap bekerja tapi hanya mengurusi soal pidana umum dan penyidikan delik keamanan negara, misalnya. Soal korupsi jangan lagi disentuh siapa pun di kejaksaan. Operkanlah ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Seketika itu masyarakat bisa membentuk Lembaga Pemantau Komisi Pemberantasan Korupsi—yang tiap minggu, kalau perlu, membuat ''daftar kemajuan" setiap kasus kakap yang ditangani dan disiarkan luas. Untuk urusan korupsi yang sudah membelit bangsa ini sampai tulang sumsumnya, rasanya cara-cara konvensional sudah perlu ditinggalkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus