Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gaya Susilo Bambang Yudhoyono setelah sebulan menjabat presiden ternyata masih dibayang-bayangi masa kampanye. Ibarat pemain sinetron yang baru naik daun, atau selebriti yang tengah menuju puncak ketenaran, Yudhoyono masih terlalu menjaga image. Penampilannya ketika meninjau pedagang parsel, atau ketika menyalami sejumlah anggota masyarakat tatkala open house Idul Fitri, terkesan "jaga image" itu terlalu kaku seolah-olah ia takut hasil jajak pendapat langsung anjlok jika ia tidak menjaga diri.
Padahal Yudhoyono sudah presiden dan segala polling atau jajak pendapat sudah tak ada lagi yang berurusan dengan pemilihan presiden. Karena itu, barangkali gaya seorang presiden yang harus selalu bersikap yakin terhadap apa yang akan dikerjakannya harus lebih dimunculkan. Pakaian sehari-hari Presiden Yudhoyono yang berupa kemeja biasa?bukan baju safari yang banyak kantongnya dan terkesan sangat formal?bolehlah diteruskan. Namun, janji-janji yang diulang atau pidato yang sesungguhnya tidak penting benar disampaikan ke masyarakat tidak usah sering-sering dilakukan.
Seperti pidato di Istana Merdeka pekan lalu, yang mungkin dimaksudkan sebagai laporan sebulan masa pemerintahannya. Tidak ada sesuatu yang khusus dalam pidato itu. Justru pidato itu menyiratkan kekhawatiran Presiden Yudhoyono akan ketidakberhasilannya melaksanakan program 100 hari masa kerjanya. Ia, misalnya, menyebutkan program 100 hari pemerintah bukan dan tidak untuk menyelesaikan semua masalah, program 100 hari tidak mungkin dapat melaksanakan semua kegiatan, termasuk untuk mengukur keberhasilan pemerintah sekarang yang masih harus bekerja keras dalam lima tahun ke depan.
Semua orang tahu. Bahkan, kalaupun Presiden Yudhoyono dan seluruh jajaran kabinet belum banyak berbuat dalam 100 hari masa kerjanya, tak akan ada yang "menggulingkan" pemerintah hasil pemilu langsung ini. Masyarakat sudah lebih cerdas dan tahu bagaimana melaksanakan demokrasi dengan baik dalam siklus lima tahunan. Kalau Yudhoyono gagal dalam lima tahun ini?dan bukan dalam hitungan 100 hari?risikonya tidak akan dipilih kembali. Janganlah mau ditakut-takuti oleh segelintir politisi yang ingin "menjegal" pemerintahan sebelum masa tugasnya selesai.
Karena itu, selalulah bersikap yakin sebagai presiden. Tidak perlu menunjukkan keraguan jangan-jangan setelah 100 hari lewat rakyat akan menjauh. Harapan masyarakat memang tinggi. Namun, kalau seluruh jajaran kabinet su-dah menunjukkan kerja keras, masyarakat pun tahu bagaimana harus menilainya.
Begitu pula dalam mengevaluasi tugas atau memberi instruksi kepada para menteri. Tidak usah lewat pidato yang disiarkan secara terbuka oleh media massa, seolah-olah presiden masih mengharapkan dukungan publik untuk memotivasi para menterinya. Langsung saja tugasi para menteri agar bekerja lebih bagus, atau beri arahan menge-nai kebijakan pemerintah yang belum dijalankan.
Kita mengharapkan dalam lima tahun ini tidak ada guncangan dalam pemerintahan, lebih-lebih ini adalah presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Kalau masa ini bisa dilalui dengan baik, maka sendi demokrasi semakin kukuh, dan ke depan kita sudah bisa hidup nyaman dalam siklus lima tahunan, barangkali dengan presiden yang berbeda-beda gayanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo