LELUCON pekan ini tentu saja tentang Ronald Reagan.
Syahdan ia dibangunkan dari tidurya oleh dering telepon. Suara
di seberang sana agak tergopoh-gopoh. "Tuan Presiden," kata
suara itu, "ada pertumpahan darah di Grenada. Kudeta berhasil,
perdana menteri dibunuh."
"Ya, Tuhan. Perdana menteri tewas?," ujar Reagan, seraya
membayangkan wajah tokoh yang pernah dilihatnya di layar
televisi itu. Ia tiba-tiba teringat, lalu bertanya, "Tapi dia
'kan seorang sosialis? Ini kudeta dilakukan kaum militer?"
"Betul, Tuan Presiden. Tapi mereka jenis sosialis yang lebih
ekstrem."
"Ya, Tuhan. Soviet lagi! Gawat. Coba kirimkan marinir dan
bereskan orang-orang sosialis itu - lalu tegakkan demokrasi."
"Baik, Tuan Presiden."
Maka marinir pun dikirim secepat kilat, dalam jumlah besar.
Beberapa saat kemudian Reagan kembali bicara lewat telepon. Ia
membangunkan William Clark. Orang ini baru saja ia angkat jadi
menteri dalam negeri, tapi Presiden Reagan masih tetap
membicarakan soal-soal dunia dengan bekas penasihat "keamanan
nasional" ini.
"Bill, kau tahu apa yang terjadi? Perdana menteri sosialis itu
dibunuh di Grenada dalam suatu kudeta. Aku kirim marinir ke
sana."
"Tuan mengirim marinir? Untuk menolong seorang sosialis?
Kenapa?," tanya Clark.
"Karena yang menggulingkannya seorang sosialis yang lebih
ekstrem - pasti agen Soviet - dan negeri itu punya arti penting
buat bangsa Amerika."
Di seberang sana tak ada suara menjawab. Hanya terdengar
lembaran kertas yang dibuka-buka. Reagan segera tahu: Clark yang
selalu bingung dengan banyaknya negara yang harus diperhatikan
Amerika, sedang sibuk membuka-buka peta. Karena itu sang
Presiden pun bertanya, "Bill, kau belum tahu di mana Grenada?"
"Well Sir ... Saya... terus terang memang belum tahu."
"Ah, kau ini. Lihat peta Spanyol, dong, lihat baik-baik!"
Tiap lelucon politik pasti mengandung sekian persen unsur dusta.
Sekian persennya lagi wallahu alam. Ronald Reagan tentu tak
sebodoh yang tergambar dalam olok-olok tadi, namun ia memang
agak menghina ilmu bumi.
Dalam geografi a la Ronald Reagan, letak dan makna sebuah negeri
diukur dengan hubungannya ke Uni Soviet. Dalam geografi yang
berasal dari "perang dingin" tahun 1950-an ini, sebuah tempat
tak mempunyai unsur lokal, selain batu, gunung, sungai,
tambang, dan barang mati lainnya. Kehidupan sosial-politik,
perubahannya, kesalahan dan kebetulannya, itu semua bukan unsur
lokal, melainkan suatu akibat dari manipulasi global Uni Soviet.
Juga di Grenada. Di Grenada sejarah sebenarnya sebuah peristiwa
setempat. Maurice Bishop sepuluh tahun yang lalu berontak
terhadap Sir Eric Gairy - bapak besar yang menteror rakyatnya
dengan pasukan algojo yang disebut "Mongoose Gang". Maurice
punya keberanian dan punya pendidikan ilmu hukum di Inggris. Ia
juga punya sejumlah kawan, yang - dengan semangat protes para
mahasiswa tahun 1960-an di Barat memelihara janggut seperti
Fidel Castro serta teriakan anti-Amerika yang gaduh.
Dengan itu semua Maurice Bishop menang. Tokoh jangkung besar
dengan wajah hitam yang ditumbuhi cambang ini pun jadi pahlawan
di negeri bekas koloni budak abad ke-19 itu. Celakanya,
barangkali, ia dianggap kemudian terlampau lunak oleh
kawan-kawannya sendiri. Maurice, misalnya, kepingin mengadakan
pemilihan umum. Para anggota komite sentral yang lain - yang
umumnya berlomba-lomba "revolusioner" dan "kiri" - tak setuju.
Dan itulah salah satu sebab Maurice jatuh.
Di Washington orang takut bahwa kudeta oleh orang-orang yang
sedang keranjingan sikap "revolusioner" ini didalangi Kuba dan
karena itu juga didalangi Uni Soviet. Tapi ketika Maurice Bishop
tewas, Fidel Castro, teman dan pendukungnya, sedih. Hanya Moskow
yang terdengar gembira.
Mungkin kudeta terhadap Bishop memang direstui Uni Soviet. Tapi
kudeta itu juga menunjukkan bahwa apa yang direstui Soviet belum
tentu menyenangkan Kuba. Dengan kata lain, negara besar memang
punya sarana untuk menggertak, tapi mereka tak dengan sendirinya
meyakinkan. Uni Soviet tidak. Amerika Serikat juga tidak. Toh
Ronald Reagan masuk dengan pasukannya dan dengan keyakinannya
yang aneh bahwa Amerika Serikat harus kasih unjuk diri kuat.
Seolah bayonet yang terhunus adalah tandanya. Padahal, seperti
ditulis oleh The New York Times, ujian bagi kekuatan bangsa
Amerika bukanlah terletak pada kemauan untuk menggunakan
kekuatan itu, melainkan pada "keterampilan untuk menghindari
keharusan menggunakannya".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini