MUNCULNYA beberapa iklan Volvo 340 di berbagai media massa baru-baru ini membuat saya teringat pada sebuah kunjungan ke Swedia, akhir musim gugur tahun lalu. Seorang nona cantik menjemput di Stasiun Gotheborg, dan mengantar ke pabrik Volvo di Torslanda. Nona cantik bermata biru itu masih terbayang sesekali, tentu saja.-Tetapi ada banyak hal lain di pabrik itu yang membuat saya lebih terpukau. Pabrik Volvo di Torslanda ini merupakan instalasi pabrik yang terbesar di Skandinavia dengan jumlah pekerja mencapai 10.000 orang. Tiap tahunnya dari pabrik ini digelindingkan 150.000 mobil Volvo seri 240 dan seri 700 (tak masuk Indonesia). Selain pabrik besar di Torslanda ini, Volvo juga mempunyai dua pabrik besar lainnya. Besarnya pabrik Torslanda ini mungkin dapat dibayangkan dengan membandingkan bahwa hasil produksinya jauh lebih besar dari total pasar mobil segala jenis dan segala merk di Indonesia setiap tahun. Yang menarik di Torslanda ini adalah sebuah percobaan yang berhasil untuk meninggalkan sistem ban-berjalan dalam alur produksi. Ini konsep yang kedengarannya seperti salah arah. Ketika orang mulai hangat membicarakan factory automation, pabrik modern ini malah kembali ke konsep lama. Dan tetap menamakannya sebagai sebuah inovasi. Pada sistem ban-berjalan, sebuah bagian mobil diletakkan di atas ban untuk dilengkapi dengan bagian lain. Ban itu lalu berjalan membawa dua bagian itu ke tempat lain untuk dilengkapi lagi dengan bagian lain. Begitu seterusnya sampai di ujung alur dan mobil menjadi siap pakai. Dengan cara ban-berjalan itu para pekerja melakukan pekerjaan tunggal-nada yang tentu saja sangat menjemukan. Misalnya, seorang yang tugasnya hanya memasang ban depan kanan, ya, itu sajalah yang dikerjakannya sepanjang hari. Ia menjadi ahli memasang ban depan kanan, tetapi mungkin ia akan kikuk bila tiba-tiba ia harus memasang ban belakang kiri, apalagi bak persneling. Cara itu mulai dianggap tidak manusiawi. Kreativitas orang menjadi beku bila ia di hadapkan pada jenis pekerjaan yang rutin dan tak memberikan tantangan. Kenyataan itulah yang diidentifikasi di pabrik Volvo Torslanda. Para karyawan yang berpendidikan rendah - terutama para pendatang dari negara-negara Eropa Timur - biasanya memang sudah cukup puas dengan pekerjaan dan upah yang diterima. Tetapi di situ juga terdapat banyak pekerja muda - baik pria maupun wanita - yang rata-rata berpendidikan lebih tinggi dan merasa tidak puas dengan jenis pekerjaan yang agak terlalu sepele. Lalu diciptakanlah sebuah sistem yang disebut KBS (singkatan dalam bahasa Swedia untuk Sistem Konstruksi Baru). Istilah "baru" itu sebenarnya tidak cocok, berhubung sistem ini malah mengacu kepada cara lama. KBS tidak lagi memakai ban-berjalan, tetapi memakai sistem dua stasiun kerja. Kalau pada sistem ban-berjalan bagian-bagian mobil berjalan menuju orang-orang yang stasioner untuk memperoleh penambahan suku, pada sistem KBS ini justru mobilnya stasioner pada tiap stasiun. Tiap stasiun dilayani oleh dua orang yang selama satu jam harus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu untuk menyelesaikan mobil itu. Stasiun pertama terutama menyelesaikan badan mobil dan segala kelengkapannya. Badan lengkap ini kemudian dikirim ke stasiun kedua untuk dirampungkan. Orang-orang yang bekerja di KBS ini tentulah harus orang yang menguasai semua jenis pekerjaan dengan baik. Mereka pun dapat dengan bangga mengatakan bahwa mereka adalah perakit mobil yang sesungguhnya, bukan sekadar tukang pasang ban depan atau jenis pekerjaan sepele lainnya. Sistem ini tentu saja mempunyai kelemahan juga. Mobil mempunyai begitu banyak suku, dan pekerjaan secara "borongan" begitu diduga akan menurunkan tingkat ketelitian dan kecermatan. Hal itu memang sudah diantisipasi, dan dicarikan pemecahannya. Inspeksi dan pengendalian mutulah jawabnya. Di Torslanda ini, tiap 20 orang mempunyai seorang inspektur yang bertanggung jawab atas pengendalian mutu setiap mobil yang diproduksi. Sistem KBS ini, menurut beberapa karyawan, merupakan sistem yang mengembalikan harkat dan nilai manusia. "Biar robot-robot saja yang menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutin yang menjemukan," kata mereka. Dan Swedia memang negeri robot. ASEA, misalnya, adalah pabrik yang pertama menciptakan robot yang dapat "melihat". Robot itulah yang juga banyak tampak di pabrik Torslanda untuk menyelesaikan dan merakit suku-suku kecil menjadi sebuah subsistem yang kemudian dengan tenaga manusia dirakit menjadi mobil. Inovasi memang tidak selalu berarti mencari sesuatu yang baru. Swedia secara tegas menyatakan bahwa inovasi termasuk juga aplikasi baru dari produk atau konsep lama. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini