WALL Street, 24 Oktober 1929, adalah saat yang sampai kini
dikenang ahli sejarah ekonomi. Hari itu orang panik. Pasar modal
di New York, pusat kapitalisme Amerika itu, bagaikan diseruduk
air terjun Niagara: orang-orang menyerbu menJual saham mereka.
Di dalam gedung Stock Excellange itu kegaduhan bukan main. Di
luarnya orang juga pada bergerombol, ingin tahu apa yang tengah
terjadi. Mungkin kapitalisme sedang runtuh, mungkin juga orang
sedang berkelahi untuk tidak tertipu para broker saham dari
perusahaan-perusahaan yang patgulipat. Yang jelas, sejenis putus
asa berkecamuk.
Tak heran bila orang setengah berharap setengah ngeri waktu
menyaksikan ada seorang laki-laki muncul di pucuk sebuah gedung
tinggi. Dia mau bunuh diri, bisik terdengar di kerumunan itu.
Ternyata lelaki itu cuma tukang yang mau memperbaiki talang.
Tapi bunuh diri memang bukan kemustahilan di hari seperti itu.
Lelucon terdengar sadis: jika tuan beli saham Goldman Sachs -
perusahaan yang beroperasi menanam modal di perusahaan lain -
tuan akan dapat bonus sebuah revolver. Kalau ada orang mau sewa
kamar hotel, resepsionis akan bertanya, "Buat tidur atau buat
loncat ke luar jendela?"
Sejarah perekonomian tak henti-hentinya menganalisa apa
sebenarnya yang terjadi di tahun 1929 itu - awal dari periode
yang kemudian termasyhur dengan sebutan "Zaman Maleise" atau
Depresi. Sebab tak banyak orang yang menyangka bahwa Amerika
Serikat, raja perekonomian dunia itu, akan ambyar begitu saja di
akhir sebuah dasawarsa yang penuh warna.
Memasuki 1929, memang tak ada tanda buruk di dataran ekonomi.
Hampir seluruh tenaga kerja dapat lowongan. Penghasilan per jam
meningkat lebih 100% dari beberapa belas tahun sebelumnya,
sementara harga barang hanya merayap pelan naiknya. Di saat
itulah dikampanyekan cara bagaimana menjadi kaya - yakni dengan
membeli saham di pasar modal. Dan Presiden Hoover berpidato,
bahwa "kita akan segera menyaksikan, Insya Allah, hari ketika
kemiskinan hapus dari bangsa ini".
Namun ternyata optimisme bisa terlampau mudah.
Dalam waktu empat tahun setelah hari yang mengejutkan itu, di
tahun 1933 GNP Amerika merosot hampir 100%. Pengangguran
berlipat delapan kali. Di negara bagian Kentucky para buruh
tambang menelan jelai yang biasanya buat ternak. Di Virginia
Barat, orang mulai merampok untuk tidak kelaparan. Di
California, seorang anak mati, tak dapat makan.
Tapi mestikah segala harapan dikubur? Jawabannya diperoleh di
masa lalu.
"Dunia telah jadi tua dan telah kehilangan semangatnya yang
dulu... gunung-gunung telah dikuras dan lebih sedikit pualam
yang dihasilkan, tambang telah kering dan kurang pula emas serta
peraknya". Kata-kata itu bukan dari para perumus makalah yang
disebut Batas-batas Pertumbuhan di tahun 70-an, melainkan dari
seorang alim 1.700 tahun yang lalu.
Dengan kata lain, tiap kali orang cemas, tapi tiap kali manusia
bisa membangun kembali hidupnya.
Sejarah telah mencatat itu - meskipun sejarah juga mencatat,
bahwa dalam membangun kembali hidup, menghadapi berjubelnya
masalah, tak ada pemecahan yang permanen, tak ada solusi yang
tuntas.
Di tengah Depresi muncul John Maynard Keynes. Ia dianggap ahli
ekonomi yang bisa mengatur kapitalisme hingga kembali sehat.
John Kenneth Galbraith, seorang yang pernah dituduh sebagai
Putra Mahkota Keynesisme di Harvard (dan bangga karena itu), toh
kemudian menulis: "Abad Keynes ada buat suatu masa, tapi tidak
untuk sepanjang masa".
Barangkali karena Galbraith teramat pandai bicara dan pandai
mencemooh. Barangkali karena dia sangat terdidik, dan seperti
dikatakannya dalam The Age of Uncertainty, orang yang terdidik
percaya bahwa "lebih aman untuk tidak merenungkan kembali
prestasinya".
Tapi ia toh benar ketika mengatakan bahwa kehidupan sosial
adalah suatu proses yang terus-menerus. "Begitu satu soal
terpecahkan, soal-soal lain muncul, sering datangnya dari
pemecahan yang terdahulu itu sendiri. Kebiasaan kita ialah untuk
meminta solusi. Tapi pemecahan yang terbagus hanya akan bersifat
sementara..."
Tak ada zaman yang sempurna, memang. Tapi bila karena itu kita
bisa memaafkan suatu keadaan, kita juga harus bisa memperoleh
alternatif lain di samping cara yang sudah ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini