Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kita cemburu, ia lolos

Tanggapan pembaca soal kasus pencurian fosil yang dituduhkan polisi kepada Prof Dr Donald Eugene Tyler. ia dianggap melanggar UU RI no 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya

1 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mulanya sebuah konferensi pers di Hotel Ambarrukmo, Yogyakarta, awal Oktober lalu. Prof. Dr. Donald Eugene Tyler, dari Universitas Idaho, dan Ir. Bambang Prihanto mengumumkan penemuan fosil tengkorak Pithecanthropus erectus di Sangiran. Tapi beberapa hari setelah itu, ketahuan bahwa Tyler membeli fosil itu dari penduduk, dan ia ternyata tidak berbekal izin penelitian yang sah. Maraknya pemberitaan kasus Tyler menuntun polisi melakukan penyidikan. Profesor berusia 39 tahun ini kemudian dicekal. Ia dituduh melanggar UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Tapi, kini, Tyler boleh lega sambil menunggui ibunya yang sakit di negara "polisi dunia", Amerika. Sementara itu, rekannya, Bambang Prihanto, menunggu waktu untuk dihadapkan ke meja hijau. Tyler juga dituduh berusaha menyelundupkan hampir 100 fosil ke negerinya. Tapi ia tidak merasa bersalah. Katanya, semua toko barang antik di Yogyakarta menjual fosil. Menurut Tyler, ia cuma sekadar korban persaingan antarpakar paleoantropologi di Indonesia. Dan mengapa kasusnya dibesar- besarkan, karena ada pakar yang cemburu, katanya, bahwa Tyler bakal mendapat kredit dari penemuannya itu (TEMPO, 11 Desember, Kriminalitas). Mungkin saja persaingan itu ada di sini, tapi itu fenomena umum. Dan persaingan pakar paleoantropologi di Indonesia, yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari itu, masih dalam batas- batas kewajaran. Contohnya, kasus penemuan fosil tengkorak oleh seorang pelajar di Ngawi, Jawa Timur, beberapa tahun lalu. Semula memang ada debat siapa yang paling berhak "merawat" dan menelitinya. Tetapi, akhirnya toh selesai dengan baik. Tidak ada acara jegal-menjegal. Di sini, pertentangan pendapat lebih banyak diselesaikan lewat seminar, konferensi, dan pertemuan ilmiah lainnya. Mengenai kecemburuan profesional, barangkali Tyler kelewat yakin diri. Reputasi keilmiahan seorang paleoantropolog tidak hanya ditentukan karena ia menemukan sebuah fosil. Kalau hanya begitu, reputasi Tyler kalah dengan Toto Marsono, bekas lurah Sangiran yang banyak menemukan fosil manusia purba. Tentunya, kredit ilmiah akan diberikan kalau ia mampu mempertanggungjawabkan temuannya secara ilmiah juga. Tapi bagaimana "keilmiahan" Tyler di forum ilmiah mungkin dapat disimak dari presentasi makalahnya di Konferensi Human Paleoecology di LIPI medio Oktober lalu. Mungkin saja hal ini dirasakan sebagai ad hominem argument (kritik ditujukan ke pribadi, bukan kajiannya), tetapi ini memang tidak terhindarkan kalau membicarakan kredit ilmiah seseorang. Dalam "A New Homo Erectus Skull from Sangiran Java: An Announcement" laporan Tyler tentang temuan fosil tengkorak manusia pada bulan Mei 1993 ia menulis, fosil ini sama seperti temuan Eugene Dubois tahun 1891 atau temuan 1936, berarti homo erectus (= pithecanthropus) erectus. Namun, dalam penjelasan lisan di persidangan, ia mengatakan fosil ini mirip Sangiran XVII, milik makhluk yang lebih maju homo erectus soloensis. Tidak ada penjelasan ilmiah mengapa ia berubah pendapat. Baginya, yang penting publikasi dulu, kalau ada kesalahan toh bisa diralat belakangan. Begitu pengakuannya di persidangan. Ada lagi yang lebih mengherankan, sebagai pakar paleoantropologi, Tyler mengaku tidak pernah tahu pendapat Dr. Teuku Jacob bahwa homo erectus tertua di Indonesia berumur 1,9 juta tahun. Padahal, masalah ini sudah cukup lama diperbincangkan para ahli. Tyler sempat menghenyakkan Dr. Ronald Clarke dari Afrika Selatan, ketika ia menyatakan homo erectus tertua di Afrika berusia 1,9 juta tahun. Clarke merasa tidak ada homo erectus setua itu di sana dan Tyler sendiri lupa rujukannya. Lalu, Clarke menandaskan umur homo erectus tertua di Afrika adalah 1,7 juta tahun. Tambah seru lagi ketika Dr. Hisao Baba dari Jepang menanyakan masalah mandibular fossa (tempat rahang bawah pada tengkorak). Rupanya, Tyler tidak begitu mengerti. Terpaksa Baba maju ke layar slide menunjukkan bagian yang dimaksud. Dengan kiprah ilmiah seperti itu, Tyler mungkin akan jadi populer. Tapi, apakah ia layak mendapatkan kredit ilmiah? Eugene Tyler tentu akan kecewa kalau ia terus berpikir menyamakan dirinya dengan Eugene Dubois. Walaupun namanya mirip, Dubois menemukan fosil Pithecanthropus erectus yang pertama melalui kerja keras bertahun-tahun. Sama-sama kontroversial karena Dubois mengaku mendapatkan the missing link antara kera dan manusia. Tapi Dubois selalu konsekuen mempertahankan keyakinan ilmiahnya di forum-forum ilmiah hingga ajal menjelang. Layak saja ia mendapat kredit ilmiahnya. Kini, zaman sudah berubah. Temuan fosil pithecanthropus bukan lagi berita besar, kecuali dibesar-besarkan. Sebelum temuan Tyler, puluhan fosil sejenis sudah ditemukan oleh para pakar Indonesia secara diam-diam. Jadi, kalau Tyler mau mencari kredit ilmiahnya, tidak akan ada yang keberatan. Cuma jangan "mengacak-acak" lahan penelitian orang lain seenaknya. Kalau sudah begini, apa yang mau dicemburui dari seorang Donald Tyler? Barangkali hanya satu: bagaimana ia berhasil lolos dari cekal di sini. Ah, iya, Tyler kan warga negara "polisi dunia".DAUD ARIS TANUDIRJOStaf pengajar pada Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra UGM Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus