Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kitab suci, sumber penelitian

Alquran sebagai pegangan umat islam bukan saja harus diyakini & diamalkan, bahkan perlu diteliti. mukjizat ataukah kata-kata muhammad. ayat-ayatnya terkadang samar, seperti janji allah pada bangsa romawi.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya tertarik oleh tulisan Saudara Taufik Abdullah berjudul "Jika Agama Diseminarkan" (TEMPO, 21 Mei, Kolom). Salah satu kalimat di tulisan itu, antara lain, berbunyi, "Bahwa agama itu (khususnya agama Islam) bukan saja harus diyakini dan diamalkan, tetapi bisa pula, bahkan perlu, diteliti." Kalimat lainnya, "Bagaimanakah teks suci harus dipahami?" Penjelasan atas pertanyaan pertama dan kedua, satu dan lainnya berkaitan. Saya akan mencoba. Jika orang mau meneliti agama, maka obyek yang harus dipilih adalah kitab suci yang menjadi pedoman agama itu. Ambillah agama Islam. Kitab sucinya tentu, Quran. Maka, untuk mempelajari dan memahami Quran, sesungguhnya tidak sulit. Sebab, kitab itu sudah berwujud buku, yang mudah diperoleh. Tetapi untuk menafsirkan isi Quran tidak semua orang bisa. Sebab, ayat-ayat Quran ada yang bersifat jelas, ada pula yang bersifat samar-samar. Yang samar-samar itulah yang tak boleh ditafsirkan menurut pendapat sendiri. Sebab, harus disesuaikan dengan hadis. Adapun jumlah hadis tak sedikit. Sementara itu, orang yang bisa menafsirkan Quran dengan baik ialah orang yang memiliki pengetahuan hadis yang cukup luas. Itu pun belum cukup. Ia juga harus mempunyai keyakinan (iman) bahwa Quran itu ahyu Allah. Akan halnya iman itu merupakan hidayah dari Allah. Meski ada kalanya, karena usaha yang sungguh-sungguh, seseorang akan bisa memperoleh keyakinan. Itulah yang dialami Dr. Futaki dari Jepang, Doktor Maurice Bucaille dari Prancis, Prof Wilson dari AS, dan lain-lain. Pertanyaannya kini, bagaimana cara orang memperoleh keyakinan? Tatkala Tuhan menurunkan para utusan-Nya yakni para nabi. Kepada mereka Tuhan membrikan mukjizat. Kepada Musa a.s., misalnya Tuhan memberikan mukjizat berupa tongkat yang dapat membelah laut. Lalu Nabi Isa a.s. dapat menyembuhkan orang buta dan menghidupkan orang sudah mati. Orang-orang yang hidup di zaman itu mempercayai bahwa Musa dan Isa bukan manusia biasa sebagaimana kebanyakan manusia lainnya. Dan mereka berkeyakinan bahwa mereka itu utusan Allah. Kini orang bertanya, mukjizat Nabi Muhammad saw. itu apa? Mukjizat utusan Tuhan terakhir ini sebenarnya banyak. Namun, Allah mengkhususkan Quran sebagai mukjizatnya. Sebab, dengan Quran manusia dapat menguji kebenaran Islam sepanjang zaman. Bahkan di zaman Muhammad saw. sendiri masih hidup, pada waktu-waktu tertentu wahyu turun, Tuhan sendiri memerintahkan kepada manusia di saat itu agar meneliti kata-kata yang keluar dari mulut Muhammad saw. Apakah kata-kata itu karangan Muhammad ataukah benar-benar dari Tuhan. Mari kita perhatikan peristiwa sejarah berikut. Pada abad ke-7 Masehi terjadi peperangan antara bangsa Romawi (waktu itu sudah menyembah Tuhan) dan bangsa Persia (waktu itu masih menyembah api). Dalam peperangan itu, Romawi dikalahkan Persia. Ini menyebabkan para pengikut Muhammad saw. bertanya-tanya, mengapa bangsa yang menyembah Tuhan dikalahkan bangsa yang menyembah api. Tuhan tak memberikan pertolongan kepada hamba yang menyembah Dia? Tuhan Maha Melihat dan Maha Mendengar. Maka seketika turun wahyu. Surah Ar-Rum (bangsa Romawi), ayat 24: "Bangsa Romawi telah dikalahkan. Namun, setelah kekalahan itu, mereka akan kembali mendapat kemenangan dalam beberapa tahun mendatang. Soal kemenangan pertama dan kemenangan terakhir itu adalah urusan Tuhan." Bila kita memperhatikan isi wahyu tadi, ada dua hal perlu dicatat. Pertama, tatkala wahyu turun, bangsa Romawi dalam keadaan kalah, tak berdaya. Kedua, Allah menjan jikan kemenangan bagi bangsa Romawi. Mari kita telusuri sejarah, bagalmana proses penyelesaian dua masalah tadi. Para penulis sejarah pada umumnya merasa heran, di mana letak kekuatan bantsa Romawi sehingga mereka mampu merebut kembai daerah yang telah diduduki musuh selama tujuh tahun. Cerita kemenangan itu sampai kini masih hidup. Bahkan pernah difilmkan pada sekitar 1955. Para penulis sejarah pada pokoknya membuat catatan atas peristiwa itu sebagai berikut. Sungguh di luar dugaan manusia, bangsa yang telah bertekuk lutut dijajah dan diduduki musuh selama tujuh tahun, seperti dialami bangsa Romawi, itu dapat membangun kembali angkatan perangnya. Padahal, jangankan membangun tentara yang begitu banyak jumlahnya, gerak-gerik setiap orang saja selalu dalam pengawasan ketat. Lagi pula, untuk melakukan penyerangan terhadap musuhnya, yakni Persia, bangsa Romawi membutuhkan jumlah tentara yang besar. Sedangkan kenyataannya, prajurit Romawi jumlahnya sedikit -- tidak sampai separuh jumlah tentara Persia. Namun, prajurit Romawi dapat mengalahkan serdadu Persia. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Suatu versi sejarah yang hidup sampai kini yang kemudian difilmkan, menggambarkan kisah berikut. Tatkala prajurit Romawi melakukan serangan, banyak tentara Persia termangu-mangu, melongo, seakan-akan melihat jumlah prajurit bangsa Romawi yang menyerang banyak sekali. Mata mereka bagaikan terusap sihir. Bila kita memperhatikan catatan para ahli sejarah tadi, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kemenangan bangsa Romawi itu sesungguhnya sudah direncanakan dan diatur Tuhan. Kemenangan itu semata-mata karena kekuasaan Allah swt. Jadi, jelas ketika turun wahyu Tuhan (Surah Ar-Rum, ayat 2-4 tadi), ayat-ayat itu merupakan ketetapan dan janji Tuhan. Dengan kata lain, jika ayat-ayat Surah Ar-Rum itu karangan atau kata-kata buatan Muhammad saw., bangsa Romawi yang sudah tak berdaya tak mungkin mendapat kemenangan kembali. Begitulah, saya kira, hendaknya "penelitian" sebagaimana dimaksudkan Taufik Abdullah. Mari kita merenung sejenak ke masa 14 abad silam. Di kala itu manusia masih bodoh. Jangankan penemuan ilmiah, orang yang bisa membaca dan menulis pun sedikit sekali. Ya, masih bisa dihitung dengan jari. Nabi Muhammad saw. sendiri seorang ummi, orang yang tak bisa membaca-menulis. Dari mana wahyu yang mengisyaratkan penelitian ilmiah itu? Di kala manusia dalam kegelapan, Quran sudah memberikan isyarat penemuan ilmiah. Ya, dari mana isyarat itu? Quran memang perlu diuji, diteliti. Kini pengetahuan manusia mengenai ruang angkasa amat sedikit. Iak berarti apa-apa dibandingkan dengan luasnya alam semesta. Pada suatu waktu, entah kapan, bila manusia menemukan sesuatu di ruang angkasa, manusia bakal menghadap lagi kepada Quran. Manusia memang disuruh menguji Quran sepanjang zaman. Di zaman komputer kini, zaman manusia dihadapkan kepada sesuatu yang bersifat eksak, yang tak bisa main kira-kira, dapatkah Quran diuji? Mungkin, buku Miracle of the Qur'an karya Dr. Rasyad Khalifah, cendekiawan Mesir di AS, bisa menjawab. Sarjana itu telah mengadakan riset atas Quran, sehingga menghasilkan karya tadi. ALI MUGRAF Jalan Cenderawasih 21 Tegal 52115 Jawa Tengah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus