Dalam Dunia dalam Berita TVRI, 22 Desember 1993 lalu, ditayangkan ceramah Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad di depan forum seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Bina Pembangunan. Ia menyatakan, dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, hak-hak istimewa yang telah diberikan kepada para konglomerat akan dicabut. Proses pertumbuhan konglomerat akan dihambat dan lebih diutamakan pemerataan usaha kepada golongan ekonomi lemah. Salut pada Mar'ie Muhammad. Tolong, yang sudah Anda katakan dilaksanakan dengan konsekuen. Rakyat mencatat janji Anda. Ada beberapa hak istimewa di bidang pajak yang diberikan kepada para konglomerat: 1. Pembayaran dividen dari pemegang saham (berbentuk PT) kepada induk perusahaan (juga berbentuk PT), dibebaskan dari pajak penghasilan. Ketentuan ini hanya menguntungkan para konglomerat, memungkinkan mereka menumpuk modal yang membuat konglomerat semakin lama akan semakin besar karena tidak perlu membayar pajak. 2. Bahwa agio saham dari PT yang go public dan pemberian saham bonus dinyatakan sebagai bukan objek pajak oleh Menteri Keuangan. 3. Tarif pajak penghasilan eks pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 1983 lebih menguntungkan wajib pajak golongan besar. Progresivitas tarif kurang tajam dan amat kasar. Perlu ditingkatkan tarif maksimum menjadi 40% buat para konglomerat. 4. Menteri Keuangan telah memberikan keistimewaan pada 200 perusahaan yang membayar pajak penghasilan terbesar: dibebaskannya mereka dari pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak atas kegiatan usahanya. Di Indonesia, hingga saat ini, belum berlaku pajak atas pemindahan hak milik harta tetap dan harta bergerak (kecuali kendaraan bermotor). Juga belum berlaku pajak kekayaan atas pemilikan harta, kecuali atas harta tetap dan kendaraan bermotor. 5. Tarif atau beban pengenaan PBB kurang progresif, terutama terhadap orang-orang kaya yang mempunyai tanah dan bangunan yang sangat mewah dan luas. 6. Ketentuan pajak penghasilan atas yayasan sangat longgar. Asalkan saja penghasilan yang diperoleh digunakan untuk keperluan sosial, akan dibebaskan dari pajak. Maka, yayasan banyak disalahgunakan untuk menghindarkan pajak. Itu harus diubah menjadi lebih jelas dan lebih ketat. 7. Pajak penghasilan atas peghasilan kaum buruh dan pekerja terasa masih terlampau berat. Mereka itu terpaksa jujur 100%, sebab pajaknya dipotong oleh majikannya. Ini juga perlu ditinjau kembali. Sebab, peranan penerimaan dari kaum buruh adalah 70%. 8. Beban pajak tidak langsung, terutama pajak pertambahan nilai, yang dipikul oleh para konsumen barang dan jasa, masih terlalu berat dan tidak adil. Rakyat banyak harus memikul beban pajak lebih banyak (70%) di antara pembayar pajak. Tolong semua ini diperhatikan oleh Menteri Keuangan, juga DPR, dalam tax reform mendatang. Demi keadilan, pemerataan, dan beban pajak yang sesuai dengan kemampuan rakyat, pakailah perpajakan sebagai alat pemerataan agar lebih sesuai dengan GBHN 1993-1998. Jangan bersikap diskriminatif dan otoriter.SUHARSONO HADIKUSUMOPensiunan Pegawai Pajak Jalan Pejuangan No. 2 RT 08/10Kebon Jeruk Jakarta Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini