Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah tidak bisa membiarkan dana pembebasan lahan Banjir Kanal Timur dijadikan bancakan. Manipulasi dan korupsi yang terjadi dalam proses pembebasan tanah untuk proyek pengendalian banjir di Jakarta itu melibatkan hampir seluruh unsur pemerintahan. Dana pembebasan tanah proyek ini memang menggiurkan, sekitar Rp 2,4 triliun. Separuh jumlah tadi sudah dibayarkan, sisanya harus habis pada akhir tahun ini.
Jika pemerintah diam, korupsi diperkirakan semakin hebat. Modusnya sangat beragam. Itulah temuan tim investigasi majalah ini. Di lapangan terungkap manipulasi luas lahan atau bangunan. Tanah fasilitas umum dan fasilitas sosial yang seharusnya tak diperlukan ganti rugi juga ikut dilego. Pemalsuan surat girik dan sertifikat juga terjadi. Tanpa ”partisipasi” aparat—mulai dari tingkat kelurahan sampai kota madya—semua kejahatan ini tentu tak bisa berjalan aman.
Yang menyulitkan penindakan, jumlah kasus di proyek ini banyak sekali, dengan angka manipulasi per kasus mulai puluhan juta sampai miliaran rupiah. Jumlah totalnya memang besar. Seorang tokoh masyarakat memperkirakan hanya sepuluh persen proses pembebasan tanah yang benar-benar bersih. Ibarat ember, lubang bocor di proyek ini kecil-kecil tetapi menyebar rata sehingga dana pembebasan cepat habis, sementara jumlah tanah yang dibebaskan masih sedikit.
Korbannya, selain kantong negara jebol, juga jadwal proyek penting itu yang hampir pasti molor. Bayangkan, proyek Banjir Kanal Timur sudah 34 tahun usianya tapi baru 60 persen lahan yang dibebaskan. Niat pemerintah untuk menyelesaikan seluruh pembebasan tanah pada akhir tahun ini, tanpa ada solusi baru, berat untuk dicapai. Dengan begitu, harapan bahwa proyek selesai pada 2010 juga bisa tinggal mimpi.
Artinya, Jakarta masih akan terus ”menderita”. Sejak proyek Banjir Kanal Timur direncanakan pada 1973, sudah empat banjir besar melanda Jakarta. Bahkan banjir pada Februari lalu merendam 70 persen wilayah Ibu Kota dan sekitarnya, menyebabkan kerugian sampai Rp 8,8 triliun. Angka itu hampir dua kali lipat ongkos membangun Banjir Kanal Timur.
Polisi dan kejaksaan perlu bekerja lebih serius menangani kasus manipulasi dan pemalsuan sertifikat tanah. Penindakan yang kini terasa lamban perlu digeber. Apalagi dalam sembilan bulan mendatang masih ada Rp 1,2 triliun dana pembebasan yang akan dibayarkan kepada pemilik tanah.
Para calo atau makelar tanah tidak boleh dibiarkan begitu leluasa menipu pemilik tanah. Makelar yang sama sekali tak punya perasaan ini biasanya langsung menghilang begitu menerima dana pembebasan tanah. Pemilik tanah, umumnya orang Betawi yang sudah tua dan tak bisa baca dan tulis, mereka campakkan begitu saja. Barang bukti juga bisa dengan cepat mereka lenyapkan, dengan cara merobohkan bangunan atau menggali tanah yang sudah ”dibayar”.
Proses pembebasan tanah yang seharusnya lancar akhirnya sarat masalah. Maka, diharapkan ada sebuah tim yang memonitor proses pembebasan tanah ini. Tim itu semestinya dimotori Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Dengan monitoring yang lebih ketat, segala sengkarut proyek Banjir Kanal Timur bisa diatasi.
Mungkin dengan cara itu korupsi bisa dihalau. Jakarta, etalase Republik Indonesia, tidak pantas terus tampil compang-camping direndam banjir. Proyek Banjir Kanal Timur seharusnya menjadi kebutuhan bersama warga Ibu Kota. Itu sebabnya proyek ini perlu diselamatkan. BKT jangan sampai dipelesetkan sebagai ”bancakan korupsi (di Kanal) Timur”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo