Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA kelemahan mendasar dalam alokasi pembiayaan program pembangunan pemerintah Presiden Joko Widodo. Program pembangunan selama ini ditangani dua lembaga. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menangani perencanaan program, sementara Kementerian Keuangan membuat alokasi dan mengucurkan dana program.
Pemisahan begini ternyata membuat kendali pemerintah tidak solid. Ditambah dengan kurang padunya koordinasi dua kementerian itu, akhirnya Kementerian Keuangan sebagai "pemilik uang" keluar sebagai "pemenang" dalam tarik-menarik kepentingan keduanya. Akibatnya, Kementerian Keuangan lebih banyak menentukan prioritas program pembangunan ketimbang Bappenas.
Repotnya, sistem akuntansi Kementerian Keuangan disusun berdasarkan fungsi dan bukan program. Dengan dasar fungsi, setiap direktorat jenderal punya program sendiri-sendiri, yang tidak selalu selaras dengan program Nawacita—program unggulan pemerintah Jokowi. Pengucuran anggaran Keuangan dilakukan atas dasar fungsi itu.
Sistem akuntansi seperti ini membuat program-program prioritas pemerintah Jokowi tidak mendapat perhatian khusus. Kementerian lebih sibuk menjalankan program yang sudah dianggarkan direktoratnya, kendati tak semua program itu mendukung Nawacita. Sistem money follow function yang berjalan sekarang juga menyulitkan koordinasi antar-kementerian.
Gagasan pemerintah mengubah prinsip anggaran pembangunan menjadi money follow program, yang sedang disiapkan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, barangkali akan mendorong Nawacita. Peraturan pemerintah sebagai dasar pengubahan penting itu—yang ditargetkan rampung sebelum Agustus—akan menambah kewenangan Bappenas. Peraturan itu memang otomatis juga mengurangi kewenangan Kementerian Keuangan dalam soal otoritas atas anggaran program pembangunan.
Prinsip money follow program di atas kertas akan lebih efektif mendukung Nawacita, tapi sekaligus membutuhkan koordinasi prima antar-kementerian dan antar-direktorat. Bahkan penamaan program pun harus diseragamkan agar sinergi berjalan maksimal. Ambil contoh program ketahanan pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan di Kementerian Pertanian dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di Kementerian Pekerjaan Umum mesti melaksanakan program yang sama, dengan target dan sasaran yang sama pula.
Kementerian Keuangan bisa saja tetap menjadi "kasir" dalam sistem money follow program itu. Tapi alokasi anggaran tidak lagi ditentukan berdasarkan fungsi-fungsi seperti sistem akuntasi Kementerian Keuangan sekarang. Kementerian Keuangan hanya sebagai "juru bayar" dan tidak memiliki kewenangan menentukan alokasi dan besaran anggaran pembangunan. Alokasi anggaran melekat pada perencanaan program pembangunan yang ada di tangan Bappenas.
Bappenas pun tidak perlu kembali ke zaman Soeharto menjadi perencana dan penentu segala-galanya tentang program pembangunan. Kementerian Keuangan sebagai "kasir" tetap memiliki mekanisme kontrol atas anggaran yang dikucurkannya. Dewan Perwakilan Rakyat pun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, memiliki kewenangan mengawasi rencana kerja dan anggaran pembangunan pemerintah.
Dengan perbaikan alokasi anggaran pembangunan ini, tak boleh ada lagi kementerian yang tidak menjalankan Nawacita—serangkaian program yang digadang-gadang akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo