Benjamin Mangkoedilaga
Mantan hakim agung dan anggota Komisi Nasional HAM
DI tengah hiruk-pikuk kampanye calon presiden dan calon wakil presiden sekarang, program kerja ataupun janji-janji selalu dilontarkan. Terutama soal penegakan hukum, pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), dan usaha memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Semua merupakan isu yang bagus untuk dijual dan ditawarkan kepada para pemilih. Namun, mungkinkah program itu kelak bisa terlaksana dengan baik?
Kepolisian ataupun kejaksaan sebagai pelaksana di lapangan dapat saja dikomando, diperintahkan, diinstruksikan secara tegas oleh presiden terpilih untuk melaksanakan penegakan hukum. Hal ini memang sesuai dengan hukum ketatanegaraan kita dan undang-undang pokok yang mengaturnya. Sesuai dengan ketentuan, kedua lembaga tersebut berada langsung di bawah seorang presiden.
Hanya, presiden tidak bisa mengontrol lembaga kehakiman, pengadilan tingkat pertama, sampai Mahkamah Agung. Suatu hal yang bersifat universal, para hakim di pengadilan pertama sampai hakim agung tersebut tabu untuk diintervensi, diperintahkan, dikomando, dan lain-lain dalam rangka melaksanakan tugas profesinya. Mereka mengambil putusan ataupun penetapan sesuai dengan hati nuraninya, berdasarkan hukum dan keyakinan yang kemungkinan dapat menimbulkan kontroversi dalam masyarakat seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Meski demikian, akhirnya, suka atau tidak, masyarakat mesti menghormati putusan tersebut. Ketidakpuasan terhadap suatu putusan hakim seyogianya disalurkan melalui jalur hukum, banding, kasasi ataupun peninjauan kembali.
Memang, kalau saya pantau melalui pers, sekarang ini banyak putusan hakim yang mendatangkan reaksi publik yang amat sangat tidak bersahabat. Namun, saya tetap pada pendapat bahwa seorang hakim mesti berani mengambil putusan walaupun putusan itu mungkin berlawanan dengan policy penguasa yang berlaku saat itu.
Ada pula suatu periode ketika muncul putusan-putusan hakim yang mendapat perhatian publik dan mendapat dukungan luas. Tiada celaan dari publik ataupun pers kita. Kita masih ingat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pada saat-saat Belanda baru saja mengakui dan menyerahkan kedaulatan kepada kita, ada suatu gerakan yang terbuka ataupun di bawah tanah yang tetap merongrong kewibawaan pemerintah kita. Gerakan ini dilakukan tokoh-tokoh seperti Kapten Westerling, Sultan Hamid ke-II, Kapten Smith, Jungslaeger, dan Nicolas Baden. Nah, peran hakim, jaksa, dan polisi amat besar untuk mengadili mereka.
Tokoh-tokoh seperti Komisaris Besar Sulaiman Effendi, lalu Sosrodanukusumo, Mr. Oemar Seno Adji, Sunaryo, Jusuf Suwondo, Dali Mutiara, Sirin Sutan Pangeran, dan Abdul Muthalib Moro dari korps kejaksaan sangat berjasa. Begitu pula hakim-hakim seperti Mr. Sutochid Kartanegara, G.A. Maengkom, Rochyani Suud, Asan Nasution, dan Lie Soen Ho. Semua tokoh itu, dan para tokoh lainnya yang saya lupa, telah berhasil dengan gemilang membongkar dan menyeretnya ke forum pengadilan. Sayang, dengan dibantu antek-antek Belanda, Kapten Westerling keburu kabur ke Singapura dan Jungslaeger telah wafat beberapa hari sebelum putusan dijatuhkan terhadapnya.
Dengan sangat bangga kita dapat merasakan memiliki para penegak hukum yang masih penuh dedikasi dan masih tinggi perasaan nasionalismenya. Mereka masih sadar akan perjuangan yang kita laksanakan pada saat itu, yaitu merebut dan mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Berbekal pengalaman sejarah seperti itu, saya tetap percaya pasca-masa pemilihan presiden nanti akan banyak lahir berbagai putusan para hakim kita yang gemilang pula. Dasarnya jelas, perjuangan yang masih harus kita tempuh, yakni memerangi ketidakadilan, memberantas KKN, sekaligus membersihkan lembaga kehakiman dari aroma yang tidak sedap.
Demi mengontrol lembaga kehakiman, harapan bisa ditumpukan pada suatu lembaga baru bernama Komisi Yudisial yang akan dibentuk. Tapi, dilihat dari naskah akademis ataupun rancangan undang-undang tentang lembaga ini yang lahir atas inisiatif DPR, saya berpendapat isinya masih kurang gereget dalam rangka lembaga peradilan yang ingin kita capai. Semoga hal ini mendapat perhatian dari semua pihak, demi terwujudnya lembaga kekuasaan kehakiman?mulai tingkat pengadilan pertama sampai Mahkamah Agung?yang terhormat dan dihormati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini