Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGAI perusahaan pencetakan uang milik negara, investasi mesin yang terlalu mahal di Perum Peruri patut dipersoalkan. Tiga unit mesin (cetak, penomoran, dan intaglio) dibeli dari KBA-Giori Swiss dengan harga hampir dua kali lipat dari yang ditawarkan Komori Corporation Jepang. Ada selisih harga Rp 161 miliar. Bila bunga bank ikut diperhitungkan, selisih itu Rp 187,5 miliar.
Tentu saja, alasan kecanggihan mesin Swiss diajukan Peruri untuk menjelaskan pilihannya. Mesin Giori dipakai lebih dari 100 negara, sementara Komori tak lebih hanya 10 negara. Mesin Komori juga tidak compatible dengan Giori yang selama ini dipakai Peruri. Itu sebabnya, meski mahal, Giori harus dibeli.
Namun, berbagai alasan tersebut bisa dipatahkan. Sejumlah negara, seperti Jerman dan Rusia, memakai mesin Komori. Alasan lain bahwa mesin Komori tidak compatible dengan mesin KBA-Giori juga terbantahkan karena perusahaan percetakan uang Jerman, Giesecke & Devrient, memakai mesin Giori dan Komori bersama-sama.
Satu-satunya alasan Peruri yang masih bisa diterima adalah dalam pembelian intaglio. Memang, terlalu riskan memilih mesin dari Komori yang masih dalam tahap uji coba. Tapi, anehnya, pabrik uang Amerika Serikat, Bureau of Engraving and Printing, membeli mesin intaglio—spesifikasinya tidak terlalu berbeda—dengan harga 60 persen lebih murah dibanding yang dibeli Peruri.
Dengan segepok keanehan tersebut, sudah selayaknya Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit komprehensif untuk mendapatkan jawaban mengapa Peruri memutuskan membeli mesin yang jauh lebih mahal. Paling tidak, ada sejumlah soal yang bisa diperiksa secara mendalam.
Pertama, benarkah Peruri mengabaikan tawaran Komori yang jauh lebih murah dalam pengadaan mesin cetak dan penomoran? Kedua, apakah betul biaya yang dikeluarkan Peruri untuk mesin intaglio lebih mahal daripada harga yang dibayar Amerika Serikat? Pertanyaan kedua ini bisa disambung dengan pertanyaan: benarkah mesin Peruri lebih canggih ketimbang yang dipunyai Amerika sehingga pantas dibeli lebih mahal?
Harus ada penjelasan tentang selisih harga yang sangat besar itu. Harus dipastikan tak ada kecurangan di sana, karena banyak potensi yang lepas dengan selisih harga sebesar itu. Misalnya, Peruri tak bisa menambah jumlah lini produksi yang ada sekarang atau mengganti mesin-mesin yang sudah uzur. Kapasitas Peruri tak bisa didongkrak sehingga Bank Indonesia selalu ragu-ragu mengirim order ke Peruri.
Jikapun tidak untuk membeli mesin, duit besar tadi bisa dipakai unutk kepentingan di luar produksi, misalnya bu-at meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Pendek kata, banyak hal yang bisa dilakukan dengan uang sebesar itu. Tak hanya itu. Akibat harga pembelian yang terlalu mahal, Peruri menjual uang ke Bank Indonesia juga mahal—paling tidak, lebih mahal dibanding Malaysia dan Singapura.
Itu sebabnya, BPK harus menginvestigasi Peruri. Jika ada penyimpangan, BPK harus meneruskannya ke kepolisian atau kejaksaan. Di masa yang serba sulit seperti sekarang, pemerintah tak boleh membiarkan lembaga atau badan usaha milik pemerintah menghamburkan uang. Jika Peruri memang mempunyai kelebihan dana, sebaiknya disetorkan ke pemerintah agar bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat, seperti untuk membangun puskesmas atau menambah dana operasional sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo