Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Manuver ’Offside’ Jaksa Agung

Jaksa Agung Prasetyo tak sungkan menunjukkan ketidaksukaannya kepada KPK. Perlu evaluasi Presiden.

14 Agustus 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukannya memperbaiki kinerja penegakan hukum lembaganya yang lemah, Jaksa Agung M. Prasetyo malah ikut-ikutan mencoba melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataan-pernyataannya mengindikasikan ketidaksukaannya kepada lembaga antikorupsi itu. Padahal Presiden Joko Widodo telah menegaskan akan mencegah upaya pelemahan KPK. Presiden mesti bertindak. Manuver Prasetyo ini nyata-nyata membangkang perintahnya.

Pernyataan Prasetyo yang paling menohok KPK terucap saat jajaran Kejaksaan Agung melakukan rapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada 11 September lalu. Ketika itu, Prasetyo berkata fungsi penuntutan oleh KPK semestinya dikembalikan ke Jaksa Agung, seperti yang dilakukan Singapura. Ia juga mengambil contoh Malaysia, yang mengharuskan lembaga antirasuah di sana meminta izin Jaksa Agung saat akan menuntut seseorang.

Belakangan, Prasetyo mengoreksi ucapannya. Ia berkilah sekadar memberi contoh bagaimana lembaga antirasuah di negara lain bekerja. Namun kilah ini meragukan. Sebab, dalam rapat yang sama, dia menyatakan bersedia membuka kembali kasus Novel Baswedan-yang merupakan kriminalisasi terhadap penyidik KPK itu-jika ada desakan masyarakat dan dukungan DPR.

Alasan Prasetyo itu aneh. Kasus penganiayaan pada 2004 yang dituduhkan pada Novel terjadi saat dia masih menjadi Kepala Unit Reserse Kepolisian Resor Bengkulu. Namun, pada 2012, setelah Novel memimpin penggeledahan kantor Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian RI, kesalahannya dicari-cari. Kasus ini dihentikan atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi dibuka kembali setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka pemberian gratifikasi pada 2015. Kini, Jaksa Agung mengatakan siap membuka kembali kasus itu bukan demi hukum, melainkan "jika ada desakan masyarakat dan DPR mendukung".

Ketidaksukaan Prasetyo kepada KPK juga terlihat dalam kesempatan lain. Awal Agustus lalu, saat KPK menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Prasetyo malah meminta KPK jangan tebang pilih. "KPK jangan hanya berani menindak jaksa," katanya. Padahal Rudy nyata-nyata tertangkap tangan karena menerima suap dalam kasus korupsi Bupati Pamekasan Achmad Syafii.

KPK memang beberapa kali menangkap personel kejaksaan. Setidaknya lima jaksa tercokok dalam operasi tangkap tangan KPK sejak tahun lalu. Semuanya diduga kuat menerima uang suap dalam berbagai kasus korupsi. Bisa jadi rangkaian penangkapan inilah yang membuat Prasetyo geram dan dendam kepada KPK.

Semestinya Prasetyo justru berterima kasih kepada KPK. Ketika dilantik sebagai Jaksa Agung pada 2014, dia berjanji bahwa salah satu prioritasnya adalah menjadikan kejaksaan sebagai lembaga yang "bersih". Janji itu belum terlihat serius dia jalankan, malah KPK yang menangkapi jaksa kotor. Bukankah seharusnya Prasetyo berutang budi kepada KPK, yang membantu memenuhi janjinya?

Jaksa Agung gagal membawa kejaksaan ke garis depan penegakan hukum. Lebih buruk lagi, ada kecenderungan Prasetyo mengganjal penegakan hukum oleh KPK. Ia juga terlihat lebih berperilaku sebagai politikus ketimbang penegak hukum. Pernyataannya di Komisi Hukum DPR seperti menempatkan Prasetyo sebagai anggota Panitia Angket KPK ketimbang jaksa.

Presiden mesti mengevaluasi jabatan Prasetyo. Tiga tahun memimpin kejaksaan, ia bisa dikatakan tak meraih prestasi menonjol. Ditambah dengan pernyataan-pernyataannya yang "offside", sudah cukup alasan bagi Presiden untuk menggantinya. Kecuali jika justru Presidenlah yang ingin memereteli sebagian kewenangan komisi antikorupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus