Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mencairkan Kebekuan FKB

Jika Fraksi Kebangkitan Bangsa ingin aktif lagi di parlemen, bagaimana etikanya?

12 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memerintahkan fraksinya di MPR agar tidak mengikuti Sidang Istimewa MPR. Bukan cuma itu, mereka menyatakan tidak akan mengakui dan tidak bertanggung jawab atas hasil-hasil Sidang Istimewa (SI) MPR. Bahkan ada juga pernyataan untuk membekukan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) di DPR/MPR. Sesungguhnya juga ada fraksi lain yang tidak mengikuti SI MPR, yaitu Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa (FDKB). Namun, FDKB tidak mengeluarkan pernyataan sejauh FKB, apalagi pernyataan sampai membekukan fraksinya di DPR/MPR. Kedua fraksi ini termasuk "minoritas" di MPR sehingga sama sekali tak punya pengaruh dalam sidang-sidang MPR. Tanpa kehadiran kedua fraksi ini, SI MPR tetap mencapai kuorum, menghasilkan keputusan yang sah, termasuk pengangkatan presiden dan wakil presiden yang baru. Dan kini pemerintahan yang baru sudah terbentuk, negeri ini pun aman-aman saja, tak ada daerah yang memproklamasikan kemerdekaan, misalnya. Yang kini jadi masalah, jika FKB mau aktif kembali di DPR/MPR, bagaimana etikanya. Semestinya ada basa-basi politik dari PKB sebagai induk FKB bahwa mereka mencabut pernyataannya tidak mengakui kesahan SI MPR. Artinya, dengan jiwa besar, setelah melihat realitas politik yang ada, mereka mengakui pemerintahan yang baru ini. Tanpa melakukan itu, bagaimana mereka menyebutkan dirinya aktif lagi, sementara mereka mendukung dekrit presiden yang membekukan DPR/MPR? Apalagi FKB akan menempatkan dirinya sebagai oposisi. Oposisi pada pemerintahan yang mana kalau mereka tak mengakui hasil SI MPR yang menghasilkan pemerintahan baru? Kita sedang belajar berdemokrasi. Hendaknya masalah ini kita anggap sebagai satu mata pelajaran baru yang harus dilalui, dan kita harus bisa lulus dalam ujian ini. Dibutuhkan kebesaran jiwa, tenggang rasa, dan semangat kekeluargaan, atau, menurut istilah lama yang kini baru: semangat gotong royong membangun bangsa. Itu sebabnya pimpinan DPR dan MPR sebaiknya juga jangan terlalu "pasang harga tinggi" untuk menerima kehadiran FKB di parlemen. Ucapan Amien Rais bahwa FKB jangan seenaknya keluar-masuk parlemen anggaplah sebagai emosi sesaat Bung Amien sebagai pribadi. Ucapan ini memang tidak salah, tetapi marilah kita mencoba lebih santun lagi. Kita sudah capek setelah selama setahun terakhir mendengar berbagai ucapan yang tak terkontrol, yang justru tak sesuai dengan realitas yang ada di tengah masyarakat. Bagaimana mencari solusi agar FKB bisa aktif kembali di parlemen dengan cara-cara yang baik, hendaknya dirembuk dulu di antara pimpinan MPR sehingga ada keputusan resmi. Begitu pula FKB, hendaknya "pulang kandang" dengan cara ksatria, jangan melecehkan parlemen, yang berarti melecehkan dirinya juga. Ia harus legowo mengakui realitas politik yang ada, juga menyadari di mana posisinya. Ini penting agar wakil-wakil rakyat dari FKB bisa menjadi penyalur aspirasi rakyat. Sebab, kenyataannya sebagian besar rakyat sudah menyambut baik pemerintahan yang baru ini. Rakyat sudah capek diseret dalam perbagai pertengkaran. Sekarang saatnya bergotong-royong memperbaiki nasib rakyat dan membangun negeri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus