Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI lembaga yang sering dipersepsikan korup seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri, tekad pemimpinnya untuk berbenah layak didukung. Apalagi hal itu diniatkan untuk memperbaiki sistem perekrutan dan promosi di berbagai tingkatan.
Keluhan masyarakat tentang banyaknya polisi korup boleh jadi berhubungan dengan ujian seleksi yang sering dilumuri sogok-menyogok. Sampah masuk, sampah keluar, kata pepatah asing. Karena itu, tekad Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian memperÂbaiki sumber daya anggotanya memang harus dimulai dengan seleksi yang patut.
Model pembinaan calon personel polisi juga mesti diperÂbaiki. Beberapa tahun lalu, Tempo menulis hasil investigasi tentang cara pengkaderan antar-angkatan yang tidak manusiawi di Akademi Kepolisian, Semarang. Para taruna senior di Akpol bahkan punya teknik sadis untuk menyiksa junior mereka yang diwariskan turun-temurun. Alasannya agar taruna baru memiliki spirit korps dan bermental tangguh. Namun penggemblengan semacam ini hanya melestarikan kultur kekerasan.
Kepolisian juga perlu membenahi sistem promosi. Agar organisasi ini benar-benar kuat dan profesional, kenaikan pangkat dan penempatan orang mutlak harus menggunakan merit system. Tempatkan orang yang tepat di setiap level jabatan, dengan kompetensi yang sesuai dan karakter personalitas yang baik. Hentikan kultur lama yang menjadikan promosi sebagai lahan korupsi. Jangan lagi ada "setoran" yang terkait dengan posisi dan jabatan.
Jabatan-jabatan strategis yang bisa disalahgunakan mesti diawasi ketat dan diisi pejabat yang punya komitmen antikorupsi. Salah satunya kepala biro pembinaan karier. Pada masa lalu, pejabat di posisi ini menjadi semacam broker yang memungut upeti miliaran rupiah dari polisi yang ingin naik pangkat.
Kepolisian juga bisa bekerja sama dengan lembaga seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mengawasi para pejabat di lingkungannya. Lembaga itu memiliki sistem yang mumpuni untuk mendeteksi rekening pejabat negara, termasuk petinggi Kepolisian.
Niat Kepolisian bekerja sama dengan lembaga-lembaga antikorupsi juga membesarkan hati. Lewat jejaring mereka, lembaga seperti Indonesia Corruption Watch kita harapkan mampu membantu mengawasi aparat Kepolisian di daerah. Pokoknya, jangan sampai ada lagi polisi yang memiliki rekening "gendut" tanpa bisa mempertanggungjawabkan asal-usul dananya.
Jika semua upaya perbaikan sistemik tersebut dilakukan, dorongan terakhir yang dibutuhkan adalah komitmen para pemimpin. Sistem yang baik hanya akan berguna jika diterapkan secara benar dan konsekuen. Percuma saja ada perbaikan sistem rekrutmen, promosi, dan pengawasan jika ujung-ujungnya Kepala Polri dan para pemimpin Kepolisian tetap main mata.
Walau masih sebatas rencana, perbaikan sistem rekrutmen personel Kepolisian layak didukung. Paling tidak, kelak kita bisa menagihnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo