Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mengapa tak anti-saddam ?

Syiah di irak tak mau memusuhi saddam hussein karena mereka berorientasi kepada ja'far al-shadiq. ja'far, imam ke-6, terus menekuni ilmu dan selalu menghindar dari perebutan kekuasaan.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HINGGA kini konflik Irak vs Iran dengan Syiahnya terus berlangsung. Meski Imam Khomeini sudah mengomandokan agar rakyat Irak terutama yang berpaham Syiah menggulingkan Presiden Saddam Hussein perintah itu tak digubris kaum Syiah Irak. Mengapa? Menurut Yoesoef Sou'yb, sejarawan dan pemikir Islam, yang cukup potensial, karena Syiah Irak berbeda dengan Syiah Iran. Uraiannya berikut ini, yang pernah dimuat di satu majalah beberapa tahun lalu, menjelaskan hal tersebut. Abu Abdillah Ja'far Al-Shadiq, yang dipandang sebagai imam ke-6 sekte Syiah, keturunan langsung Ali Zainal Abidin, imam ke-4. Ali Zainal Abidin dan putranya, Muhammad Al-Baqir, wafat di Madinah dan dimakamkan di Baqi'. Berbeda dengan pihak-pihak ekstrem dalam sekte Syiah, yang mengutuk Khalifah Abubakar (632 - 34 M.), Khlifah Umar ibnul Khattab (634 - 44 M) Khalifah Usman ibn Affan (644-56M) dengan alasan merampas" hak imamah (pimpinan tertinggi dalam Dunia Islam) dari tangan Ali bin Abi Thalib, Ja'far Al-Shadiq bersikap lunak terhadap para khalifah itu. Sebab, katanya, moyangnya sendiri, Ali bin Abi Thalib, menyetujui dan mengangkat bai'at terhabap ketiga khalifah itu. Alasan lainnya, menurut para ahli sejarah Islam, disebabkan ibunya sendiri turunan Khalifah Abubakar Ash-Shiddiq, yaitu Ummu Farwat binti Alqasim bin Muhammad bin Abibakar. Mengingat kedudukannya sebagai pemuka keluarga Hasyimi, Ja'far Al-Shadiq menghindarkan diri dari pergolakan politik di masanya. Pamannya Zaid bin Ali, tewas pada 121 H./739 M dalam ikhtiar merebut kekuasaan dari Daulah Umayyah atas dukungan sekte Syiah di Lembah Irak. Juga, saudara sepupunya Yahya ibn Zaid, yang tewas pada 125 H./743 M. Sebaliknya, Ja'far Al-Shadiq seperti halnya dengan ayahnya, Muhammad Al-Baqir, menyerahkan hidupnya bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan. Abul Hassan Al-Mas'udi dalam kitabnya Murujul Zahbi menceritakan hal berikut. Ia, suatu waktu, pernah dipancing Abu Salamah, propagandis keluarga Abbasiah, agar melibatkan diri dalam perebutan kekuasaan dari Daulah Umayyah, tetapi ditolaknya. Ia membakar surat Abu Salamah sebelum membacanya di depan utusan rahasia, yang dikirim tokoh itu. Dalam bukunya Milal wan-Nahal, Muhammad Al-Shahrastani memaparkan kepribadian Ja'far AlShadiq sebagai berikut. Ilmunya luas dalam bidang keagamaan, kebudayaan, dan filsafat. Hidupnya amat sederhana. Ia menjauhkan diri dari godaan duniawi. Ia suatu waktu menetap di Madinah dan hubungannya akrab dengan kalangan Syiah. Ia melimpahkan ilmunya yang luas itu. Ia tak berkeinginan merebut imamah dan tak memperlihatkan suatu tantangan terhadap kekhalifahan waktu itu. Siapa yang membenamkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, memang, tak berhasrat merebut kekuasaan. Pusat pengajaran Ja'far Al-Shadiq di Madinah (Hijaz) dan Kufah (Irak). Malik ibn Anas (wafat 179 H./795 M.), pembangun mazhab Maliki di Arabia dan Abu Hanifah Nukman ibn Tsabit (wafat 150 H./768 M.), pembangun mazhab Hanafi di Irak dan Iran semuanya bekas muridnya. Jabir ibn Hawan, ahli kimia Arab terkenal, yang hidup di Kufah sekitar 776 M., konon, juga bekas murid Ja'far Al-Shadiq. Kitab Wafiyatul A'yan karangan Ibnu Kilikhan mencatat, "Jabir ibn Hawan mengumpulkan 500 risalah (karangan singkat) buah tangan Al-Shadiq terdiri atas 1.000 Iembar kertas. Abdul Latif Albaghdadi dalam bukunya Al Farqu bainal Furuqi mencatat bahwa Al-Shadiq mengarang buku guna menangkis paham Qadariyah, buku penangkis paham Khawarij, dan buku penangkis paham ekstrem dalam aliran Rafidhah (salah satu sempalan sekte Syiah) dan banyak buku lainnya. Sayang, semua risalah itu kini tak bisa dijumpai lagi. Dalam bidang ilmu asas hukum (ilmu ushulul fiqhl Ja'far Al-Shadiq menciptakan sebuah kaidah hukum yang berbunyi: "Menurut hukum asalnya, segalanya boleh sampai datang larangan. (Alashlu fittasyri' al-ibahah, hatta yaktiya fiha nahyun)." Semua literatur, baik Suni maupun Syiah, menerima kaidah hukum itu. Ja'far Al-Shadiq wafat pada 148 H./732 M. Nah, karena Syiah Irak adalah pengikut Ja'far Al-Shadiq, maka mereka tidak bisa memusuhi Saddam Hussein, yang Suni itu. Sebab, Syiah Irak beroientasi penuh kepada tokoh Ja'far Al-Shadiq bukan kepada Imam Khomeini. K.A.L. AKIB AZHARY 8 Ilir Lrg. Kemas II Nomor 47 Palembang 30114

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus