Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menghukum Temasek atau Monopoli?

26 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perihal monopoli banyak diperdebatkan pekan-pekan ini. Pemicunya adalah keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 19 November lalu. Lembaga publik ini menyatakan Temasek terbukti melanggar Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. KPPU menyimpulkan badan usaha milik negara Singapura ini, melalui anak-anak perusahaannya, memiliki saham di dua perusahaan yang secara bersama menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar.

PT Telkomsel dan PT Indosat memang menguasai sekitar 80 persen dari pangsa pasar jasa telepon seluler di Indonesia. Namun, seperti dilontarkan pengacaranya, kepemilikan silang itu hanya di Indosat yang mayoritas. Di Telkomsel, kendali justru berada di tangan PT Telkom, yang saham mayoritasnya dikuasai pemerintah Indonesia. Selain itu, Temasek merasa pemerintah RI dan DPR tak mengajukan keberatan ketika rencana pembelian saham Indosat dibicarakan pada 2003. Itu sebabnya perusahaan Singapura ini berniat naik banding melalui pengadilan negeri.

Upaya perlawanan hukum ini memang halal kendati mungkin agak berbau munafik. Halal karena secara hukum memang upaya ini diperkenankan, agak munafik karena keputusan serupa kemungkinan besar akan dikeluarkan Competition Commission of Singapore seandainya kejadian yang sama terjadi di Negeri Singa. Di negeri tetangga ini, CCS amat ketat memastikan monopoli dan dominasi tak dilakukan pelaku usaha, kecuali oleh BUMN-nya.

Kemunafikan—dalam kadar yang lebih rendah—juga tercium dari keputusan KPPU. Lembaga yang secara teori bersifat independen ini tak melakukan hukuman yang sama kepada pemerintah Indonesia, yang mempunyai kepemilikan silang serupa. Temasek diperintahkan menghilangkan kepemilikan silangnya dengan menjual habis saham di Indosat atau Telkomsel dalam dua tahun dan membayar denda Rp 25 miliar. Sedangkan PT Telkomsel hanya diperintahkan membayar denda yang sama dan menurunkan tarifnya minimal 15 persen.

Perintah penurunan tarif ini dilakukan karena, menurut penyelidikan KPPU, Telkomsel telah menggunakan kekuatan dominasi pasarnya untuk mengerek tarif jauh di atas normal. Akibatnya, tingkat keuntungan yang diraih hampir tiga kali lipat standar industri. Konsumen ditaksir rugi Rp 14,7-30,8 triliun.

Keputusan KPPU sempat memelorotkan nilai saham Indosat dan Telkomsel hingga para pemiliknya rugi cukup besar, triliunan rupiah, namun tak sampai separuh nilai kerugian konsumer. Ini menunjukkan terbuktinya teori ekonomi yang menyatakan kegiatan monopoli selalu menimbulkan kerugian yang disebut deadweight loss.

Atas dasar keyakinan inilah hampir semua negara di dunia memberlakukan undang-undang yang menyatakan perilaku monopoli sebagai perbuatan melawan hukum. Selain untuk melindungi kepentingan orang banyak, ini untuk memastikan bahwa roda ekonomi berputar dengan efisien. Itu sebabnya pemerintah AS tak ragu memecah raksasa AT&T dan komisi persaingan Eropa menghukum Microsoft kendati membesarnya kedua perusahaan raksasa itu berlangsung tanpa melanggar hukum.

Memang selalu ada pengecualian dalam setiap undang-undang, umumnya demi kepentingan publik. Misalnya jenis usaha yang memenuhi kebutuhan orang banyak dan memerlukan modal amat besar, seperti jasa pos dan kesehatan umum. Di negara-negara Skandinavia, kekecualian monopoli juga diberikan untuk meminimalkan dampak negatif suatu usaha, seperti penjualan minuman dengan kadar alkohol tinggi.

Di Indonesia, monopoli awalnya juga diberikan kepada jenis usaha yang dianggap dibutuhkan untuk memenuhi hajat hidup khalayak, seperti jasa penyediaan listrik, telepon, dan air. Setelah itu, hak monopoli juga diberikan kepada kroni penguasa. Pemberian hak istimewa ini menjadi salah satu penyebab runtuhnya perekonomian nasional di akhir pemerintahan Orde Baru.

Belajar dari pengalaman itu, upaya mengikis monopoli dilakukan sejak awal reformasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan pembentukan KPPU adalah langkah awal yang telah diayunkan. Itu sebabnya, kendati tak selalu menyenangkan, upaya KPPU menjalankan kiprahnya perlu terus didukung. Hasil kerja Komisi mungkin masih jauh dari sempurna, tapi ini wajar. Lagi pula masih tersedia mekanisme untuk memperbaikinya melalui jalur banding.

KPPU kini telah menunjukkan nyalinya kepada Temasek dan, sebelumnya, juga kepada PT Carrefour. Kini ditunggu nyali serupa untuk ditunjukkan kepada kegiatan pemerintah ataupun BUMN yang monopolistik dan merugikan masyarakat. Tak semua jenis usaha di bidang infrastruktur dasar masih layak dilindungi dengan hak monopoli. Penemuan teknologi baru, terutama yang disebut disruptive innovation, menyebabkan perlindungan monopolistik yang wajar di masa lalu tak lagi relevan.

Contoh termudah dan teranyar adalah industri telekomunikasi. Kemajuan teknologi telah memungkinkan nomor telepon dimiliki oleh konsumen dan bukan dikuasai perusahaan penyedia jasanya seperti yang berlaku di sini. Bila ketentuan yang telah berlaku di banyak negara itu juga dilaksanakan di negeri ini, pasar telekomunikasi di Indonesia pasti akan lebih bebas dan adil. Tarif akan lebih bersaing dan pelayanannya lebih bermutu.

Inilah indahnya dunia usaha yang bebas monopoli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus