Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEANDAINYA dugaan suap oleh Monsanto bisa disingkap habis, banyak pihak akan diuntungkan. Yang terutama adalah bekas Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, pejabat negara yang dituduh menerima suap US$ 50 ribu dari perusahaan agrokimia dan bioteknologi Amerika Serikat itu. Sejak hasil investigasi Departemen Kehakiman dan Badan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat atas Monsanto diumumkan sekitar Januari lalu, boleh dibilang Nabiel sudah berada di posisi tak menyenangkan. Ketika itu namanya memang tak disebut secara langsung. Audit itu hanya menyebutkan bahwa pada tahun 2002 Monsanto menyuap pejabat tinggi Kementerian Lingkungan Hidup sebesar US$ 50 ribu. Kebutuhan Nabiel agar kasus ini dibongkar meningkat ketika tiga pekan lalu The Asian Wall Street Journal secara jelas menyebut namanya sebagai pejabat yang menerima suap itu.
Koran bereputasi dunia itu bisa saja salah. Tapi keluarnya uang suap dari kas Monsanto adalah fakta meyakinkan. Perusahaan yang memproduksi benih tanaman transgenik itu sudah mengakuinya. Denda yang dibayarkan Monsanto kepada Badan Pengawas Pasar Modal sekitar Rp 4,5 miliar dan kepada Departemen Kehakiman AS sekitar Rp 9 miliar adalah bentuk pengakuan tindakan menyuap yang dilarang hukum AS. Bentuk pengakuan yang lain, Monsanto berjanji patuh pada hukum di AS, yang melarang penyuapan dalam bisnis di luar negeridengan ancaman pidana bila selama tiga tahun mendatang kejadian yang sama berulang.
Soalnya buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memeriksa kasus ini tinggal membuktikan: bila bukan Nabiel Makarim, siapa yang menikmati US$ 50 ribu itu? Bantahan Nabiel bahwa ia tak menerima suap dan tak mau mengorbankan reputasi 35 tahunnya hanya untuk uang "sekecil" itu pantas didengar.
Tapi, demi reputasi yang dibanggakannya, Nabiel tidak bisa berhenti hanya dengan memberikan bantahan. Ia harus ikut aktif membongkar suap ini. Ia harus transparan kepada aparat pemeriksa, termasuk menjelaskan dari mana dana yang dia pakai membeli rumah barunya di kawasan Kemanggisan, Jakarta. Sebelum diwajibkan KPK, atau mungkin kelak diharuskan pengadilan, dia mesti proaktif membuktikan bahwa semua harta yang dimilikinya bersih dari suap. Bila terbukti Nabiel bersih, dan kelak penerima suap yang sebenarnya bisa diketahui, bukankah Nabiel yang paling banyak memetik keuntungan dari pembongkaran kasus Monsanto ini? Bila yang terjadi hal sebaliknya, Nabiel tentu tahu persis apa yang akan menimpanya.
Pembongkaran kasus ini juga akan memberikan keuntungan lain: ada keyakinan baru bahwa korupsi di kalangan pejabat tinggi bisa diungkapkan. Kita sudah capek dengan berbagai kasus korupsi yang akhirnya macet dan masuk laci selama-lamanya. Selalu saja korupsi yang menyangkut nama-nama besar tak dapat diungkapkan, dengan seribu alasan yang seolah-olah "punya dasar hukum kuat". Kita juga nyaris putus asa dengan segala niat dan janji pemberantasan korupsi di masa lalu, yang ternyata hasilnya mengecewakan.
Kasus Monsanto tidak diharapkan menambah daftar kasus yang tak dapat dibongkar. Bukti-bukti sudah begitu nyata di depan mata. Dengan berbekal hasil audit Departemen Kehakiman dan Badan Pengawas Pasar Modal AS, plus berita Asian Wall Street Journal, ke mana arah penyidikan sudah bisa ditentukan. KPK, yang sudah mulai bekerja sejak Januari lalu, diharapkan segera menemukan siapa pejabat tinggi RI yang sudah memalukan negerinya itu. Setelah kasus Gubernur Aceh dan Komisi Pemilihan Umum, diharapkan KPK juga berhasil membongkar kasus Monsanto ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo