Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah Satuan Tugas Antimafia Bola Kepolisian Republik Indonesia menetapkan status tersangka untuk pelaksana tugas Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Joko Driyono, harus diberi acungan jempol. Tindakan itu tak hanya membongkar peran salah satu pemain kunci dalam jejaring mafia pengaturan hasil pertandingan, tapi juga membuka peluang untuk mengubah kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional kita.
Polisi menuding Joko menghalang-halangi penyidikan karena dia memerintahkan anak buahnya menghilangkan dokumen pengaturan hasil pertandingan di Liga Indonesia 1, 2, dan 3. Selain melawan hukum, tindakannya mengindikasikan upaya menutup peran pihak lain dalam skandal mafia bola di negeri ini. Aparat penegak hukum tak boleh berhenti pada figur Joko dan harus berupaya membongkar keterlibatan aktor-aktor lain dalam jejaring Joko.
Peran Joko Driyono dalam dugaan pengaturan hasil pertandingan di Indonesia sebenarnya sudah lama tercium. Pada Liga Super 2009/2010, misalnya, Joko selaku pengelola PT Liga Indonesia berperan aktif mengubah jadwal pertandingan Persebaya melawan Persik Kediri sampai tiga kali. Perubahan jadwal itulah yang membuat Persebaya dinyatakan kalah dan terlempar ke divisi bawah. Dengan hasil itu, peserta liga lainnya, Pelita Jaya, lolos dari lubang degradasi. Kita semua tahu Pelita Jaya ketika itu dimiliki keluarga Bakrie dan Joko pernah menjadi manajernya.
Penyidikan polisi atas sepak terjang Joko Driyono itu tentu membuat harapan publik membubung tinggi. Para pencinta sepak bola berharap polisi mampu membongkar motif yang lebih besar di balik pengaturan hasil pertandingan liga sepak bola di Indonesia. Banyak indikasi yang menunjukkan keterkaitan kasus-kasus ini dengan permainan bandar-bandar judi internasional, misalnya.
Pada saat yang sama, penetapan status tersangka untuk Joko Driyono membuka peluang bagi upaya perombakan total di PSSI. Joko harus legawa melepas kursinya sebagai pelaksana tugas ketua umum. Jangan meniru preseden buruk di masa lalu, ketika Ketua Umum PSSI waktu itu, Nurdin Halid, ngotot memimpin dari balik terali besi.
Kongres luar biasa PSSI yang akan digelar pasca-pemilihan presiden dan anggota legislatif, 17 April nanti, harus dimanfaatkan semua pihak untuk membersihkan organisasi induk sepak bola kita ini dari praktik korupsi. Memilih ketua umum baru saja tak cukup jika jajaran kepengurusannya masih diisi orang-orang dengan rekam jejak tercela. Tanpa PSSI yang bersih, mustahil sepak bola Indonesia bisa berprestasi.
Prestasi buruk tim sepak bola Indonesia saat ini jelas terkait erat dengan runyamnya kepengurusan PSSI. Tahun lalu, tim Garuda babak-belur di fase grup Piala Konfederasi Asia Tenggara (AFF), keok oleh Vietnam, yang baru membentuk tim nasional pada awal 1990-an.
Penting disadari bahwa reformasi sepak bola nasional adalah tanggung jawab semua pemangku kepentingan. Pemilik klub dan kepala daerah tak boleh lagi menyogok pengawas pertandingan untuk memenangkan timnya. Para wasit dan hakim garis juga harus berkomitmen menjaga integritas masing-masing. Jangan lupa, pertandingan yang penuh kecurangan berpotensi menyulut konflik antarsuporter fanatik dan memicu kerusuhan sosial. Jika kondisi saat ini tak segera dibenahi, sepak bola Indonesia bakal makin terpuruk dan kian sulit diselamatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo