BELAKANGAN ini, GKBI menjadi sorotan orang (TEMPO, 31 Agustus, Ekonomi & Bisnis), sampai-sampai Menteri Koperasi pun perlu melaporkannya kepada Presiden. GKBI yang begitu hebat kok begitu tiba-tiba saja bisa jatuh bangkrut. Apa sebabnya? Alasan yang sudah umum, tentunya, karena resesi. Pokoknya, kehancuran GKBI, menurut mereka, bukan karena kesalahan pengurusnya, tapi karena keadaan. Titik. Menurut mereka pemerintah harus membantunya karena GKBI koperasi yang menjadi sokoguru perekonomian Indonesia. Dan, karena GKBI adalah koperasi, berarti milik umat. Dengan ratap tangis serta air mata berderai, mereka sedang berusaha mencari jalan dan meyakinkan pemerintah agar GKBI segera mendapat bantuan uang. Uang, sekali lagi, uang. Sebab, kalau pemerintah membantu dengan uang, apalagi jumlahnya besar, pengurus-nya menjadi sangat senang. Harapan satu-satunya, ya, kepada pemerintah. Sebab, pihak-pihak lain sudah tidak percaya. Tapi, untunglah, ada Bapak Gubernur Bank Sentral yang cukup arif. Kata beliau, soal membantu GKBI, sih, bisa-bisa saja. Cuma, lihat dulu, dong. Penyebab kehancuran GKBI apa cuma soal uang? Tidak ada soal lainnya? Ucapan ini, barangkali menjadi masalah buat GKBI. Sebab, kalau persoalan kehancuran GKBI itu diselidiki lebih dalam oleh pemerintah, jangan-jangan menjadi bumerang terhadap pengurusnya. Jangan-jangan, malah menjadi makin kedodoran. Buat orang yang tahu betul keadaan intern GKBI, kehancuran GKBI sekarang ini tidak aneh lagi. Malah, jauh-jauh hari telah diramalkan akan datang hari kebangkrutan itu. Sebab, kesemrawutan dalam tubuh GKBI telah menahun. Yang disebut Gabungan Koperasi Batik Indonesia itu sudah lama keropos dan tak layak lagi disebut koperasi batik. Anggota GKBI, para pengusaha batik, sebenarnya sudah lama menutup usahanya dan mati - hanya tercatat dalam daftar anggota. Tapi mereka tetap hadir dalam rapat anggota tahunan dan memilih pengurus. Akibatnya, dalam setiap rapat tahunan, mereka menjadi "pedagang sapi", memberikan suara buat pengurus yang memiliki kekuasaan dan uang. Tentu saja, seorang pengurus bisa berkuasa sampai puluhan tahun, bahkan seumur hidup, bagai dinasti yang tidak tergoyahkan. Banyak sekali tindakan pengurus dan beleid pengurus yang melanggar serta merugikan organisasi tapi diterima dan disahkan rapat anggota. Bapak-Bapak di Departemen Koperasi sudah lama tahu persoalan ini. Tapi, entah mengapa, mereka diam saja. Mungkin untuk menjaga citra koperasi supaya tetap baik di mata masyarakat. Akibat semua itu, GKBI sampai pada titik kehancurannya. (Nama dan alamat pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini