Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Museum multatuli: kenapa harus tersinggung?

Pendirian museum multatuli di lebak akan berguna sebagai sumbangan sejarah. demikian juga bila didirikan museum perjuangan rakyat lebak. tokoh perjuangan dan tempat pemberontakan dapat lebih dikenal.

14 Maret 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya ingin menanggapi tulisan Tersinggung Museum Multatuli (TEMPO. 8 Februari 1992, Kontak Pembaca) sebagai berikut. Mengapa Saudara Odih Juanda meremehkan Multatuli, sastrawan dan asisten residen Belanda untuk daerah Lebak itu? Padahal, dialah satu-satunya asisten residen Belanda yang sangat membenci pemerintahnya sendiri. Dia memprotes ketidakadilan pemerintah kolonial Belanda. Dia juga memprotes praktek pemerasan dan korupsi pada waktu itu. Dari pengalaman yang pahit itulah ia menulis buku iMax Havelaarr, yang menggambarkan kehidupan yang sangat tragis pada saat itu. Saking jijiknya ia terhadap pemerintah kolonial Belanda, ia menolak sebutan Nederlandsh Indie, tapi ia justru memberikan nama Insulinde untuk Indonesia pada waktu itu. Apakah Saudara Odih akan tersinggung juga kalau di Jakarta atau Bandung ada nama Jalan dr. Setiabudi? Dr. Setiabudi yang terkenal sebagai salah seorang tokoh dari Tiga Serangkai di samping dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Pada awal pergerakan nasional mereka mendirikan Indische Partij. Setiabudi ini masih bersaudara dengan Multatuli, tokoh yang sangat membenci Belanda itu. Saudara Odih, saya dan juga bangsa Indonesia lainnya meskipun sangat benci terhadap penjajahan Belanda, tapi tak perlu membenci semua orang Belanda. Itu juga yang terjadi di Belanda. Orang-orang Belanda tidak membenci Panggeran Bernhard (asal Jerman) meskipun mereka dijajah orang Jerman (Nazi). Nah, kalau di Lebak akan didirikan Museum Multatuli, saya rasa akan berguna sekali sebagai sumbangan sejarah bagi masyarakat Lebak, termasuk saudara Odih, yang kenal betul siapa Multatuli itu. Saya sendiri akan merasa gembira bila Sudara Odih Juanda dapat memprakarsai berdirinya museum perjuangan rakyat Lebak, ketika mereka gigih melawan penjajah Belanda pada awal abad ke-19. Karena, nantinya, masyarakat Lebak dan daerah Banten lainnya akan mengenal tokoh-tokoh, seperti Tubagus Jayakusuma, patih Lebak 1866, Mas Jakaria, Tubagus Urip, Mas Pungut, Mas Marup, dan lain-lain. Juga akan mengenal tempat-tempat pemberontakan petani terhadap Belanda seperti Cikandi, Ciruas, Kramat Watu, Tanara, dan sebagainya. UJANG ANDALUSI Klipperstraat 30 1826. DW. Alkmaar Holland

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus