Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENUNJUKAN Mochamad Tjiptardjo sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan Darmin Nasution melegakan sekaligus memberikan harapan. Kita lega karena Tjiptardjo merupakan orang dalam Direktorat Jenderal Pajak, yang bersama Darmin bahu-membahu melaksanakan penindakan terhadap pengemplang pajak. Harapan akan adanya kesinambungan reformasi pajak agaknya akan terwujud. Tjiptardjo sudah berjanji akan melanjutkan reformasi yang mulai dirintis oleh Darmin Nasution—kini Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Tjiptardjo mempunyai modal yang cukup. Ia bersama Darmin sudah merintis langkah yang fenomenal dalam penegakan aturan perpajakan. Sebagai Direktur Intelijen dan Penyidikan, ia dikenal gigih memerangi pelanggar dan pengemplang pajak. Salah satu kasus yang ditanganinya adalah dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun. Ini adalah kasus pajak terbesar di Indonesia. Kasus itu sekarang sudah di tangan Kejaksaan Agung.
Tugasnya sekarang lebih berat. Ia mesti sigap mengemudikan direktorat jenderal itu untuk memastikan tersedianya sumber utama penerimaan negara. Tjiptardjo sekarang tak hanya perlu terus memburu pengemplang pajak, tapi juga memimpin anak buahnya untuk mengumpulkan pungutan untuk negara, yang jumlahnya terus naik setiap tahun. Tahun ini Direktorat Jenderal Pajak harus menyetor Rp 587 triliun ke kas negara. Pajak sebesar itu tak mungkin datang hanya dari pengemplang.
Berlanjutnya reformasi pajak akan menjadi salah satu kunci sukses kepemimpinannya. Tidak saja memperbaiki layanan agar masyarakat mudah membayar pajak, Tjiptardjo perlu terus memperkuat fondasi bagi terciptanya kantor dan aparat pajak yang teguh, bersih, dan profesional. Memulai reformasi dari diri sendiri bukan saja harga mati untuknya, melainkan sangat penting untuk menangkis semua tuduhan miring kepadanya dari perjalanan kariernya di masa lalu. Paralel dengan reformasi, Tjiptardjo bisa melaksanakan kampanye untuk memperluas basis wajib pajak, sekaligus meningkatkan nilai pajak yang dibayar setiap wajib pajak. Pada akhirnya penerimaan negara bisa terus bertambah.
Sebagai mantan Direktur Intelijen, Tjiptardjo pasti ”hafal” para pengemplang pajak. Kabarnya, masih ada 1.200 orang kaya di Jakarta yang tidak membayar pajak sebagaimana mestinya. Ini belum termasuk sejumlah konglomerat yang diduga bermasalah berat, seperti halnya Asian Agri. Tjiptardjo masih punya cadangan lain. Indonesia Corruption Watch pekan lalu merilis data bahwa tunggakan pajak perusahaan publik jumlahnya Rp 45 triliun sampai akhir tahun lalu.
Tantangan terberat Tjiptardjo adalah krisis global. Perekonomian Indonesia diramalkan susut, penerimaan pajak bakal terganggu, terutama yang berkaitan langsung dengan ekonomi, seperti pajak pertambahan nilai, penjualan barang mewah, dan pajak penghasilan. Tax ratio diperkirakan juga turun. Perekonomian kita ditaksir baru akan menyamai posisi sebelum krisis pada lima tahun mendatang. Artinya, selama lima tahun ke depan, pengumpulan pajak akan menjadi masalah krusial.
Dalam kondisi seperti itu, Tjiptardjo tak boleh kendur, terutama menghadapi pengemplang pajak. Ia pasti mafhum, tindakan tegas terhadap pelanggar pajak akan membuat mereka yang baru berniat melanggar pun berpikir seribu kali. Sebaliknya, perlu disediakan insentif bagi warga negara yang taat bayar pajak.
Jika semua warisan Darmin itu ia jalankan, Tjiptardjo dan direktoratnya akan mampu melewati masa-masa sulit ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo