Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERSEBUT kisah, pada suatu akhir pekan di awal musim panas, pertengahan Juni ini, serombongan pejabat tinggi Indonesia mampir bermalam di hotel termewah di jantung Kota Paris. Tatkala rombongan terhormat tiba pada hari Sabtu, semua pejabat setempat berlibur, sehingga rencana melakukan studi banding sistem perwakilan di negeri Napoleon itu berubah jadi wisata keliling kota saja. Selain mengabadikan kenangan dengan berpotret di bawah Menara Eiffel, tak lupa mereka cuci mata menonton kabaret di Lido, semacam acara wajib bagi turis yang pertama kali mengunjungi Paris.
Disertai istri atau anaknya, para wakil ketua MPR itu menikmati suasana tradisi kerajaan bercampur pelayanan kelas tinggi di Hotel de Crillon yang terletak di Place de la Concorde, tempat menginap paling bergengsi para selebriti dunia, mulai Kaisar Hirohito sampai mahabintang Madonna. Para petinggi MPR itu membayar sangat mahal, sedangkan pada dasarnya perjalanan mereka dibiayai negara. Memang sebagian ongkos ditanggung sendiri, atau karena ditraktir orang, tapi terasa ada yang kurang pantas di sana.
Mungkin dalam pandangan para VIP itu, tak ada salahnya sesekali menghibur diri mengendurkan ketegangan di Kota Paris. Lagi pula hiburan ini kecelakaan yang kebetulan saja, akibat batalnya kerja tanpa disengaja. Barangkali sebabnya sekadar tidak menduga samedi dalam kalender Prancis itu berarti hari Sabtu. Karena sudah kepalang keliru, tak ada salahnya mencoba Hotel de Crillon, membayangkan diri setingkat Hirohito, yang pernah menjajah negeri awak dalam Perang Dunia II, atau bertubuh molek dan bersuara merdu mendesah bagaikan Madonna.
Berkhayal dan bermimpi itu sesuatu yang pribadi, tak perlu terlampau diributkan memang. Soalnya ialah di mana dan bagaimana itu dilakukan. Anak umur belasan tahun saja tahu kegiatan bayang-membayangkan yang personal sebaiknya dipuaskan di kamar terkunci, tidak di muka umum. Kalau pejabat publik yang tinggi kedudukannya melayani hasratnya berkhayal di negeri asing, tak aneh kalau orang mempersoalkannya.
Yang menjadikan aib ialah kegiatan pribadi dicampur dengan urusan jabatan. Sebagai pejabat, seseorang diharapkan selalu bisa menahan diri. Nafsu akan hal-hal remeh mesti ditunda. Bisnis dan pelesir tak boleh disatukan. Membawa keluarga berlibur pada saat melakukan kunjungan dinas bukan saja tidak wajar, tapi sebetulnya perbuatan yang terlarang. Walau tak tertulis dalam peraturan, hal seperti ini dianggap patut diketahui oleh siapa saja yang menjadi pejabat negara. Inilah yang kerap kali tidak dihiraukan.
Yang membedakan apakah perbuatan itu tercela atau tidak adalah apakah seorang pejabat merasa perlu menjaga kehormatannya dengan menahan diri atau lebih mengutamakan kepentingan pribadinya tanpa mengindahkan pandangan masyarakat. Semoga ketika berkunjung para petinggi negara itu sempat mendengar ungkapan Prancis bahwa dosa kesalahan ceroboh adalah lebih gawat dari sebuah tindak pidana. C'est plus qu'un crime, c'est une faute, itulah yang mereka lakukan ketika ingin merasakan hotel mahal atau mencoba naik limusin, yang sebetulnya lumrah saja andaikata dilakukan oleh rombongan turis biasa.
Batas antara pantas dan tidak, boleh dan tidak, juga dikaburkan dalam hal menerima hadiah dari seseorang. Sebetulnya lebih aman kalau dengan tegas semua pemberian kepada pejabat negara dilarang saja. Para pemimpin MPR ini mendapat tambahan uang saku dan dibayari sewa hotel mewah oleh seorang rekannya yang lebih kaya. Memberi dan menerimanya juga merupakan suatu blunder yang serius, yang lebih jelek dari kejahatan, c'est plus qu'un crime.
Aib yang terjadi di Paris ini hanya satu contoh dari banyak pengalaman buruk dalam praktek kenegaraan sekarang. Sejak awal reformasi, telah banyak terjadi perubahan, tapi semakin berubah—seperti kata orang Prancis lagi—semakin sama saja dengan yang dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo