SAYA tertarik pada pernyataan Nungki tentang keprihatinannya terhadap pendidikan tari di sekolah-sekolah (TEMPO, 5 September 1992, Pokok & Tokoh). Karena itu, saya langsung meminta rekan saya di Tanah Air untuk mengirimkan buku-buku pelajaran tari yang dikarang oleh Nungki dan kawan-kawan. Setelah membaca buku-buku itu terus terang saja sangat kecewa. Ternyata karangan mereka tidak banyak berbeda dengan buku pelajaran tari Seni Tari karangan Maria Hoetomo dan Ina Suryadewi (1989). Bila dibandingkan secara teliti, metode pengajaran, pendekatan pedagogis, ide penulisan, pembagian bagan masing-masing buku, bahkan kata pengantarnya, bisa dikatakan sama atau hampir sama (silakan membandingkan "Kata Pengatar" jilid 2 dan 3 dari buku Nungki cs dan Maria/Ina). Saya menyesalkan, buku karangan Maria dan Ina sama sekali tidak dicantumkan di dalam bibliografi Nungki, Sentot, dan Tri. Saya rasa, menurut kode etik ilmu pengetahuan, baik di Indonesia maupun di dunia internasional, pengutipan karya ilmiah tanpa menyebut sumbernya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sudah waktunya kita juga menjunjung tinggi kode etik tersebut. Karena itu, saya ingin mengimbau kepada pihak yang bersangkutan agar meralat atau memperbaiki hal ini. DR. SRI KUHNTSAPTODEWO M.A. Lehrbeauftragte ie Institut fur Volkerkunde Universitat Munchen Lektorin im Lehrstuhl fur Sudostasienkunde Universitat Passau 8000 Munchen 40 Jerman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini