Saya tertarik pada imbauan Saudara Darmawan Sembiring Pelawi (TEMPO, 29 Juni 1991, Komentar) tentang lebih memperhatikan nasib binatang langka daripada nasib orang Kubu. Memang seharusnya ada jembatan perhatian yang dapat menghubungkan kepedulian antara kita dan orang Kubu seperti yang dilakukan Dea Sudarman terhadap Asmat di Irian Jaya. Saya yakin, orang Kubu juga seperti orang Asmat, penjaga satwa langka. Misalnya orang-orang Kubu yang hidup di Taman Negara Malaysia (jumlahnya sekitar 600 orang) masih hidup berburu sekadar keperluan perut. Artinya, yang mereka makan hanya berbagai jenis burung, primata, kancil, rusa, kijang, dan babi hutan. Mereka tidak memangsa badak, gajah, atau harimau yang tersisa populasinya di sana. Satwa langka dan orang-orang semacam orang Kubu mempunyai kebiasaan hidup yang tidak merusak sumber kehidupan. Justru merekalah yang menopang kehidupan orang-orang yang merasa berbudaya tinggi. Suatu saat, bila kita sudah kehilangan mereka, tentu juga kehilangan hutan, baru kita sadar bahwa kita tidak dapat memakan beton. Melindungi orang Kubu, itu berarti juga kita harus melindungi tempat tinggal mereka bersama sumber-sumber kehidupannya. Saya yakin, bila mereka dilanda wabah penyakit, itu tak lain disebabkan oleh kerusakan hutan, lingkungan, dan sumber-sumber kehidupan mereka seperti air, tumbuh-tumbuhan, dan satwa. Mereka sadar arti itu semua, maka gaya hidup mereka tentu saja menggunakan seperlunya dan merawat sebaik-baiknya. Karena itu, WWF, yang tadinya merupakan badan dunia yang mengutamakan memberikan dana bagi perlindungan satwa, pada dua tahun terakhir ini memperluas proyeknya bagi kepentingan manusia dan alam, yang keduanya tak bisa dipisahkan. HAERUDIN R. SADJUDIN Staf Pengajar Fakultas Biologi Unas Pelaksana Proyek Data Base WWF-lndonesia Programme PO Box 133, Bogor. Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini