Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Hewan kurban: diganti uang

13 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjelang Idul Adha lalu, terlintas dalam benak saya sebuah pemikiran kemungkinan "menggantikan" hewan kurban dengan uang saja. Namun karena keterbatasan saya dalam pemahaman hukum Islam, saya ragu untuk mengungkapkannya. Maka ketika TEMPO memuat pendapat Muhammad Atho Mudhar (TEMPO, 29 Juni 1991, Agama), saya sangat antusias mengikutinya. Bagi saya, persoalannya tidak terletak pada bagaimana kalau pada suatu saat kita mengalami kesulitan mendapatkan hewan kurban, baik karena terbatasnya populasi hewan kurban maupun karena semakin meningkatnya semangat berkurban. Yang saya pikirkan bagaimana pemanfaatan dan kemanfaatan daging kurban itu sendiri di masa mendatang. Dengan mengambil contoh kasus di Arab Saudi sebelum muncul gagasan untuk mengalengkan daging yang berasal dari hewan kurban, saya melihat akhir-akhir ini ada kecenderungan kemubaziran daging kurban karena sebagian tak sempat tersalurkan kepada yang berhak menerimanya. Meningkatnya kesadaran berkurban pada umat Islam, yang ditunjang oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat, berakibat meningkatnya jumlah hewan kurban yang dipotong dan berkurangnya kaum yang berhak menerimanya. Artinya, daging kurban yang tak tersalurkan akan semakin banyak pula. Ini jelas kemubaziran yang harus dihindari. Berangkat dari kenyataan dan kemungkinan perkembangan seperti itulah saya berpikir, alangkah baiknya kalau hewan kurban itu diganti saja dengan uang agar dapat digunakan untuk kepentingan umat Islam yang lebih bermanfaat, di samping menghindari kemubaziran. Sebetulnya, ada beberapa alasan yang mendukung gagasan Muhammad Atho tersebut, sesuai dengan pemahaman saya yang awam: 1. Hukum kurban itu sendiri adalah sunnat muakaddah. 2. Dalam surat Al Kautsar hanya disebutkan: wan'har (dan berkurbanlah) tanpa penegasan dengan apa harus berkurban. 3. Inti hakikat dari kurban itu sendiri adalah ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Artinya, yang dinilai bukanlah penyembelihannya tetapi adalah ketaatan dan ketakwaannya. 4. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih Ismail adalah untuk menguji ketaatan dan ketakwaan Ibrahim. Bahwa kemudian Allah menggantikan Ismail dengan hewan sembelihan, itu merupakan kebesaran dan kekuasaan Allah. 5. Yang perlu dicontoh dan diteladani dari peristiwa itu adalah ketakwaan dan ketaatan Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah, meskipun perintah itu terasa muskil dalam sudut pandang "akal". Saya ingin membuat catatan atas pendapat Jalaluddin Rakhmat bahwa penyembelihan hewan kurban itu merupakan "simbol ketaatan pada Allah", bukan simbol menyantuni fakir miskin, yang kemudian disambung dengan penegasan "Itu ibadah, yang hikmah sampingannya menyantuni orang miskin". Menurut saya, justru di sinilah letak permasalahannya. Sebagai "simbol ketaatan kepada Allah", tidaklah terlalu menjadi soal apa bentuk kurban itu. Lalu dalam konteks "yang hikmah sampingannya menyantuni orang miskin", kurban dalam bentuk uang justru akan lebih memberi manfaat daripada diberikan dalam bentuk daging. Bagi mereka mungkin akan lebih bermanfaat uang lima ribu rupiah daripada daging sebanyak dua kilogram yang nilainya tentu lebih tinggi, misalnya. Di samping itu, sebenarnya praktek penguangan dari berbagai jenis amal ibadah keagamaan sudah lama dilaksanakan. Akhir-akhir ini orang lebih suka membayar zakat fitrah, zakat maal, serta kewajiban-kewajiban lainnya dalam bentuk uang yang besarnya disesuaikan dengan nilai jual beli barang atau benda yang harusnya dizakatkan. Misalnya, kalau kita memiliki emas dalam jumlah yang telah memenuhi hisab dan haulnya, kita dapat saja membayar zakatnya tidak dalam bentuk emas tetapi dalam bentuk uang senilai harga emas yang harus dizakatkan. Dari contoh kasus ini, rasanya tak terlalu salah kalau kita berkurban dalam bentuk uang yang nilainya setara dengan harga hewan yang akan kita kurbankan. Wallahualam. WALUYO BASUKI Pondok Kopi Blok Z2/11 Jakarta 13460

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus