Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pakistan Setelah Bhutto

7 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arif Rafiq

  • Konsultan politik dan komunikasi, penyunting Pakistan Policy Blog/Proyek Sindikasi 2007.

    Terbunuhnya mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto membawa Pakistan ke jurang kekacauan yang makin tidak menentu. Sebagai ketua partai politik paling populer di negeri itu, Bhutto merupakan tokoh yang melintas batas etnik dan agama. Kembalinya dari pengasingan pada Oktober lalu, langkah Bhutto dipandang dapat menghentikan bahaya terfragmentasinya Pakistan. Harapan tersebut hancur bersama tewasnya calon pemimpin Pakistan tersebut. Presiden Pervez Musharraf harus mengambil langkah yang segera—terutama sekali membentuk suatu pemerintah persatuan nasional—guna mencegah terkoyaknya Pakistan.

    Bhutto memutuskan Partai Rakyat Pakistan yang dipimpinnya ikut serta dalam pemilihan parlemen pada Januari ini. Ini sama artinya dengan melemparkan tali penyelamat bagi Musharraf, yang tengah dilanda badai pemberontakan, ancaman teroris di seluruh negeri, dan legitimasi pemerintahan pada titik terendah. Baik Musharraf maupun pendukungnya di Washington berharap ikut sertanya partai-partai politik arus utama akan mengakhiri krisis pemerintahan di Pakistan. Juga, memberi dukungan dalam konfrontasi yang menentukan dengan Taliban dan Al-Qaidah.

    Pemilihan itu kemungkinan besar akan ditunda. Musharraf mungkin terpaksa mengumumkan lagi keadaan darurat seperti yang dilakukannya pada November apabila stabilitas terus merosot. Ada laporan kekerasan di kota-kota di seluruh Pakistan. Karachi, sebuah metropolis multietnik, bisa meledak ke dalam kancah kekacauan. Selama 1990-an, kekerasan di kota tersebut antara partai pimpinan Bhutto dan sebuah partai etnik setempat, yang sekarang bersekutu dengan Musharraf, telah menewaskan ribuan orang.

    Dalam keadaan seperti ini, keadaan darurat bisa dibenarkan. Tapi, mengingat kecilnya legitimasi yang dimiliki Musharraf, tindakan serupa akan membangkitkan kemarahan para pendukung Bhutto. Pemberlakuan keadaan darurat bisa memicu konfrontasi antara massa Pakistan dan rezim Musharraf.

    Skenario mimpi buruk yang dibayangkan banyak orang di Pakistan—sebuah negara bersenjata nuklir yang menjadi incaran Al-Qaidah dan Taliban—bisa menjadi kenyataan. Tapi mimpi buruk ini dapat dihindarkan. Musharraf, yang selalu mengaku bertindak berdasarkan kebijakan yang mementingkan negara, sekarang harus membuang jauh-jauh kepentingan sepihak. Dia mesti membentuk pemerintah persatuan nasional yang dipimpin seorang perdana menteri dari kalangan oposisi.

    Selanjutnya, setiap langkah, termasuk menerapkan keadaan darurat sementara dan perang habis-habisan melawan terorisme, membutuhkan dukungan penuh partai-partai oposisi. Musharraf dan sekutu-sekutu politiknya tidak bisa dianggap telah mengambil manfaat dari tewasnya Bhutto. Tapi mereka juga tidak bisa mencegah timbulnya persepsi bahwa mereka menutup-nutupi siapa pembunuh Bhutto. Lawan-lawan politiknya harus diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan.

    Pemerintah persatuan nasional tersebut harus mengemban tiga tanggung jawab utama. Pertama, membentuk komisi independen yang menentukan siapa bertanggung jawab atas terbunuhnya Bhutto. Pelakunya mutlak harus dibekuk dan diadili. Pembunuhan politik bukan sesuatu yang tidak lazim di negeri itu. Perdana Menteri Pakistan pertama terbunuh di taman yang sama tempat terbunuhnya Bhutto. Jika tindakan tegas ini tak diambil, kepemimpinan Pakistan serta semua upaya rekonsiliasi politik akan ternoda selamanya.

    Kedua, (pemimpin baru itu) harus mengambil langkah-langkah menjamin keselamatan publik dan kestabilan politik seraya membuka jalan bagi pemilihan yang bebas dan jujur. Ia harus memberikan kepada Pakistan suatu jalan menuju kesepakatan merebut kembali daerah-daerah pedesaan dari tangan pemberontak, mengakhiri gelombang teror di kota-kota, dan menjamin terpilihnya suatu pemerintah baru yang memiliki legitimasi.

    Akhirnya, ia harus mulai dialog dengan Musharraf dan militer mengenai pemisahan kekuasaan yang permanen dan konstitusional Andaikata Bhutto tidak terbunuh dan berhasil menjadi perdana menteri, ia mungkin akan bentrok dengan Musharraf mengenai penggunaan sewenang-wenang kekuasaan presiden yang mengurangi kekuasaan perdana menteri. Persoalan ini tidak akan hilang dengan tewasnya Bhutto.

    Elite sipil dan militer Pakistan harus menciptakan konsensus yang luas—mungkin dengan bantuan dari luar, tapi tidak dengan campur tangan luar—mengenai peran konstitusional perdana menteri, presiden, dan militer. Pakistan yang terkoyak-koyak oleh perselisihan antarelite sejak berdirinya negara tersebut benar-benar membutuhkan rekonsiliasi yang mencakup semua pemangku kepentingan utama negeri itu. Jika tidak, kaum teroris di Pakistan yang hidup dari ketidakstabilan politik akan terus menarik keuntungan, sementara mayoritas buta aksara dan kaum miskin negeri itu terus menderita.Terbunuhnya Benazir Bhutto tidak perlu berakibat surutnya Pakistan. Para pemimpin negeri itu punya peluang mengatasi perbedaan di antara mereka, bersatu melawan kaum militan, mengubah kegagalan, dan menjadikan Pakistan suatu negara demokrasi yang stabil dan makmur.

    Jika mereka berhasil membawa pembaruan nasional, maka wafatnya Bhutto, tokoh politik yang monumental dalam sejarah Pakistan, tidak akan sia-sia.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus