Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mas Achmad Santosa
WALAU tingkat kepercayaan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi lebih tinggi dibanding terhadap lembaga penegak hukum lain, berbagai survei membuktikan masyarakat belum puas atas kinerja KPK Jilid 1 (2003-2007). Harapan tinggi terhadap KPK dipicu menipisnya kepercayaan publik terhadap lembaga pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian dalam memberantas korupsi.
Ketidakpuasan itu bisa dilihat dari beberapa survei, seperti USINDO-CSIS: Curbing Corruption in Indonesia 2004-2006, Indonesia Corruption Watch 2007, hasil konsultasi publik Partnership for Governance Reform di enam kota besar pada Agustus 2007, serta laporan tahunan KPK 2006.
Ada empat perkara penting. Pertama, kasus yang ditangani KPK belum masuk kategori big fish (kakap). Dari 55 kasus yang diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, separuhnya memiliki kerugian Rp 1-20 miliar. Nilai kerugian di atas Rp 100 miliar cuma 7 persen dari kasus yang ditangani (ICW, 2007).
Mereka yang dijerat baru level pegawai, kontraktor swasta, anggota komisi, mantan menteri, gubernur, dan bupati. KPK belum menghadapkan orang-orang kunci di wilayah rawan korupsi, seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, politikus di Senayan, serta lingkungan kepresidenan (eksekutif). Tak salah bila masyarakat masih mempersepsikan terjadinya tebang pilih.
Sampai masa pimpinan KPK Jilid 1 berakhir, jumlah uang korupsi yang masuk kas negara Rp 59,2 miliar. Jumlah ini bisa meningkat menjadi Rp 508,7 miliar jika kasus korupsi pada 2007 yang sudah divonis pengadilan dieksekusi. Informasi ini berasal dari mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.
Jumlah itu belum termasuk gugatan perdata Menteri Keuangan terhadap PT Humpuss dan dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri. Potensi pengembalian uang dari gugatan dua kasus perdata ini, andai berhasil, jumlahnya mencapai triliunan rupiah.
Dibandingkan dengan kinerja KPK Nigeria (Economic & Financial Crime Commission atau EFCC), KPK Indonesia belum seberapa. Sebagai sesama KPK di negara miskin yang tingkat korupsinya tinggi, selama 3 tahun berdiri, EFCC berhasil mengembalikan uang negara US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 45 triliun.
Duit itu diperoleh dari 82 kasus korupsi yang diputus pengadilan. Ini berdasar pernyataan Ketua EFCC Ribadu pada Annual Meeting IMF dan Bank Dunia, 16 September 2006, di Singapura. Artinya, angka pengembalian aset oleh EFCC jauh di atas pencapaian KPK, sekalipun digabung dengan kejaksaan.
Kedua, kemampuan KPK menindaklanjuti penuntutan dengan rekomendasi perubahan sistem pengelolaan administrasi kelembagaan belum dijalankan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatakan bahwa salah satu tugas lembaga ini adalah memberikan saran kepada pemimpin lembaga negara untuk melakukan pengubahan sistem pengelolaan administrasi.
Ketiga, KPK dianggap belum agresif meminta laporan harta kekayaan pejabat negara. Terhadap munculnya kecurigaan atas harta sejumlah pejabat, KPK juga belum melakukan tindak lanjut.
Keempat, wewenang pengambilalihan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang ditangani kepolisian, kejaksaan, dan Tim Tindak Pidana Korupsi belum optimal. Apabila peran ini diambil, selain mendorong proses penanganan kasus korupsi, juga memotivasi polisi dan jaksa untuk lebih serius bekerja.
Apakah pimpinan KPK periode 2007-2011 sanggup menjawab tantangan di atas? Ini akan dijawab oleh kinerja mereka dalam 100 hari pertama sampai empat tahun ke depan. Kita berharap modal integritas yang terbangun di KPK selama ini dapat mencegah pembusukan KPK.
Antasari Azhar, Bibit S. Rianto, Chandra Hamzah, Harjono, dan M. Jasin layak disebut sebagai Pandawa Lima. Lima sosok pahlawan dalam dunia pewayangan ini dianalogikan sanggup mengemban amanah menumpas angkara murka koruptor. Apakah mereka sanggup? Empat tahun bukan waktu yang lama untuk menunjukkan bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo