BANYAK orang berpendapat: Philips adalah Belanda, dan Belanda adalah Philips. Padahal, masih ada orang Yahudi Belanda lain yang kaya, seperti Aczo atau Unilever. Philips mulai membuat lampu pada 1891, sesudah Gerard Philips mengunjungi pameran di Paris dan melihat gloqing bulb dari Thomas Alva Edison. Dia anak keluarga bankir di Zaltbommel. Tidak banyak orang tahu bahwa ibu dari Gerard Philips bernama Presburg, salah seorang tante Karl Marx. Marx, yang selalu kurang duit, sering mengunjungi Paman Philips di Zaltbommel. Tapi bankir yang pintar dan pelit ini menganggap sang keponakan bukan investasi yang bagus. Marx, yang bisa meneruskan hidup berkat bantuan Engels, lalu benci pada pamannya. Gerard adalah insinyur yang pintar, tapi tidak kuat sebagai salesman. Dia mempunyai adik, Anton, yang berjanji akan menjual begitu banyak lampu, sehingga Gerard tidak bisa membuat jumlah yang cukup. Sebaliknya, Gerard juga bersumpah akan membuat begitu banyak lampu sehingga Anton tidak sanggup menjualnya semua. Majalah Time, yang jarang menulis tentang perusahaan besar (takut dituduh membuat iklan), Mei lalu menurunkan tulisan dari Sancton, berdasar info dari Ball di Eindhoven dan Ishikawa dari Tokyo. Alasan ialah penggantian direktur Philips dari Wisse Bekker ke Cor van der Klugt. Di situ Time menyatakan rasa kagumnya pada Philips, satu-satunya Daud yang berani berkelahi dengan Goliath. Yang terakhir adalah kerajaan raksasa Jepang yang mencekik semua perusahaan di bidang elektronik. Sekarang Philips adalah perusahaan besar dengan penjualan kira-kira US$ 17 milyar setahun, dan dengan 350.000 pekerja di seluruh dunia. Dekker adalah direktur pertama di luar keluarga Philips. Anak Philips terakhir yang mengurus perusahaan ialah Frits. Orang ini cukup dikenal sebagai sosiawan. Pernah, waktu terbang dari Amsterdam ke Jakarta, dia juga duduk dalam kapal terbang yang sama. Saya di kelas ekonomi, dia di kelas satu. Waktu singgah di lapangan terbang Karachi dan Singapura, dia menunjukkan iklan suatu piringan hitam buatan Philips yang dibikin khusus untuk mencari dana bagi salah satu aksi sosial. Mula-mula muka orang kapitalis belum begitu jelek seperti sekarang. Abad yang lalu orang kaya mulai merasa bertanggungjawab untuk kesejahteraan keluarga para karyawan. Mereka membuat sekolah, rumah sakit, gereja, dan sarana olah raga dengan perhatian from the cradle to the grave. Anton -- anak Philips yang paling dicintai -- bersama vd Mark (Nederlandse Gist en Spiritus Fabriek) Storm (Srk Hengelo) menjadi contoh masyhur di Belanda. Philips tidak penting sebagai filantropis, meskipun segi itu memang pantas dipuji. Philips boleh dianggap penting, karena menghancurkan dongeng tentang Jepang yang tidak bisa dikalahkan di bidang bisnis. Kekuatan Philips ialah penelitian. Pada 1985, mereka membuang lebih dari US$ 1 milyar hanya untuk penelitian. Saya mempunyai teman, insinyur muda, yang mendapat pekerjaan di Eindhoven. Ia dibayar baik, dan boleh main-main bersama empat teman sejawat tanpa keharusan menghasilkan apa pun untuk perusahaan. Mereka cuma harus berjanji bahwa kalau ada hasil permainan itu, menjadi milik Philips. Anton dan Gerard mulai dengan lampu. Tapi, sekarang perusahaan yang mempunyai cabang di 60 negara itu membuat TV, komputer, hi-fi sets dan missile defence systems. Ada perhatian besar memang untuk impian star uars dari Reagan, semacam koboisme yang sangat cocok dengan jiwa pionir Anton dan Gerard. Dekker, bekas direktur, orang yang berani membongkar dan mengubah kalau hal itu perlu. Dia mempunyai kebijaksanaan yang terdiri dari empat butir: kerja sama dengan perusahaan lain di bidang pengembangan teknologi baru, menghilangkan paternalisme untuk buruh (menghapuskan cradle to grave benefits), rasionalisasi corak organisasi (memberhentikan tenaga yang berlebihan), dan pemasaran yang lebih agresif. Berbeda dengan Paman Karl Marx, Opa Philips menolak asas sosialis, dan yakin bahwa dalam bisnis hanya satu hal yang penting, yaitu profit. Umum diketahui bahwa sistem modalisme berdasar prinsip pasar (free enterprise) dan usaha cari untung (profit principle). Sang wiraswasta hanya tahu satu gerakan, yaitu hitung duit. Hal itu tidak berarti dia membiarkan ilmu jiwa. Dekker berusaha (dan berhasil) meneruskan politik Anton Philips, yaitu memberi rasa kebanggaan pada mereka yang bekerja untuk Philips. Kalau orang Belanda ditanya dia kerja di mana, lain jawaban buruh Philips, lain pula jawaban buruh minyak, tekstil, atau pabrik besi baja. Orang Philips bangga dan mempunyai esprit decorps, suatu hal yang menurut dongeng hanya terdapat di Jepang. Direktur baru Cor van der Klugt adalah eksponen zaman baru. Dia kerja lama di Jepang, dan sangat fasih bahasa Nippon. Pembelaan paling baik ialah serangan, dan pukulan pertama berharga seratus gulden, kata tukang keju di negeri dingin. Philips pernah usaha di Indonesia (Philips Ralin). Tapi, berhubung dengan bad management, berhenti. Ada rencana untuk kembali, dan hal itu sangat baik, karena yang perlu di tanah air kita ialah kesempatan kerja. Dua puluh lima persen lulusan SMTA bisa masuk perguruan tinggi, dan 75% menganggur. Kesempatan kerja sama penting dengan udara untuk bernapas dan air untuk minum. Kalau semangat Paman Anton dan Gerard bisa menjiwai anak-anak Indonesia, hal itu lebih baik dari penjiwaan Karl Marx.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini