Tentang PT Taspen (TEMPO, 17 dan 24 Juli, Ekonomi & Bisnis), ada beberapa catatan saya. 1. Taspen adalah singkatan dari Tabungan dan Asuransi Sosial Pegawai Negeri. Singkatan itu menunjukkan bahwa ''tabungan'' dipisahkan dengan ''asuransi sosial''. Itu berarti, di samping akan menerima tabungan, seorang pegawai negeri juga akan menerima santunan asuransi sosial secara terpisah. Jadi, rumusan judul itu melarang adanya manipulasi Tabungan Hari Tua (THT) sebagai asuransi sosial yang menyebabkan penerimaan menjadi kecil, yakni sekitar 10 sampai 25% dari tabungan riil. Sebab rumus yang dipakai adalah: masa membayar iuran THT x 0,55 x (gaji pokok + tunjangan keluarga), bukan rumusan tabungan bank. 2. Pejabat PT Taspen yang diwawancarai TEMPO mengatakan, THT dan pensiun diberikan dalam rangka asuransi. Padahal, jelas disebutkan bahwa tabungan tak pernah masuk kelompok asuransi. Demikian juga yang disebut dana pensiun. Bahkan untuk masing- masing sudah ada undang-undang yang mengaturnya. Apakah pejabat PT Taspen itu ingin menghapuskan UU Perbankan dan UU Dana Pensiun dengan mengklasifikasikan tabungan dan pensiun sebagai produk asuransi? Ini sungguh rancu dan sangat berani. 3. Perhitungan sederhana dengan menggunakan rumus tabungan umum sudah menunjukkan bahwa iuran THT yang ditabung itu bisa menghasilkan tabungan jauh lebih besar daripada THT PT Taspen. Temuan ini saya ajukan ke DPR untuk diperjuangkan oleh bapak- bapak wakil rakyat. Tapi, surat saya itu ternyata hanya dimuat di majalah Parlementaria (No. 2 Th XXV, 1993). Tapi saya masih yakin, DPR akan memperjuangkannya supaya hak pegawai negeri itu dipulihkan, yakni THT sebagai tabungan yang memiliki bunga tabungan sesuai dengan pasar. Selain itu, perlu diperhatikan, iuran THT sepenuhnya milik pegawai negeri karena iuran itu dibayar oleh pegawai negeri tanpa sumbangan tunjangan dari Pemerintah. Jadi, pada hakikatnya, Pemerintah tak ikut memiliki dana THT yang terkumpul. Kerancuan ini perlu segera dihapuskan. Hak pegawai negeri perlu dipulihkan, yakni dengan jalan memberikan sepenuhnya yang mereka tabung. Biaya pengelolaan dana THT sudah sepantasnya ditanggung oleh Pemerintah. Sebab dana yang mengucur tiap tahun sekitar Rp 500 miliar sejak 1963 itu baru akan diambil oleh pemiliknya setelah pensiun atau meninggal dunia. Jadi, dana itu merupakan dana pembangunan yang sangat melimpah dan sangat menguntungkan Pemerintah. Inilah batu ujian apakah Pemerintah melaksanakan hak asasi manusia dan Pancasila. M.J. KASIYANTO Yayasan Tri Mawar Jalan L. Arafuru 13 Jakarta 13440
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini