Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAJELIS hakim yang kini mengadili perkara Bank Century mesti benar-benar mengingat sumpahnya. Putusan yang mereka ambil seyogianyalah hanya berdasarkan kebenaran dan keadilan. Mereka harus bebas dari ingar-bingar politik atau tekanan siapa pun yang berhasrat membelokkan kebenaran.
Hal ini perlu ditekankan karena perjalanan kasus Century sudah demikian panjang berlika-liku. Kebijakan pemerintah melakukan bailout Rp 6,7 triliun untuk Century, guna menghindari badai keuangan, dituding demi kepentingan kelompok tertentu. Celakanya, pendapat ini dikembangkan sehingga seolah-olah menjadi kebenaran.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Budi Mulya, selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia, melakukan korupsi dalam kaitan dengan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bank Century dan proses penetapan bank itu sebagai bank gagal berdampak sistemik. Jaksa menyatakan pemberian fasilitas pendanaan Rp 689,394 miliar itu melawan hukum karena Dewan Gubernur mengubah peraturan Bank Indonesia mengenai syarat pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dengan rasio kecukupan modal (CAR) minimal 8 persen menjadi CAR positif.
Jaksa mendakwa Budi memperkaya diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum. Dia juga dituding menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri dan orang lain. Dua tuduhan itu menjerat dia dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Antikorupsi, yang ancaman hukumannya hingga 20 tahun penjara.
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan persetujuan pemberian fasilitas pendanaan dilakukan bersama-sama Boediono (Gubernur Bank Indonesia ketika itu), Miranda Swaray Goeltom (deputi gubernur senior), Siti C. Fadjrijah (deputi gubernur), dan Budi Rochadi (deputi gubernur). Budi terungkap pernah menerima Rp 1 miliar dari Robert Tantular, pemilik Century. Kendati berkukuh itu merupakan pinjaman—dan dua bulan kemudian dikembalikan—tindakan itu tetap tak layak dilakukan.
Jaksa tak mengurai hubungan antara Rp 1 miliar dan persetujuan pemberian fasilitas pendanaan pada November 2008. Tidak dirinci pula "kesalahan bersama-sama" seperti apa dan bagaimana yang melibatkan Boediono. Padahal, sebagai satu konstruksi dakwaan, "bersama-sama" berarti melakukan tindak pidana yang sama. Artinya, jaksa seolah-olah sudah menempatkan Boediono dkk sebagai tersangka.
Dalam keterangannya di depan Panitia Khusus DPR, baik Boediono maupun Sri Mulyani—saat itu Menteri Keuangan dan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan—sudah menjelaskan latar belakang pemberian fasilitas pendanaan serta kucuran Rp 6,7 triliun itu. Perubahan CAR dilakukan untuk menghindari terjadinya kekeringan likuiditas perbankan. Sebagai otoritas moneter tertinggi, mereka berhak—bahkan dituntut—mengambil keputusan cepat untuk menyelamatkan ekonomi nasional. Fakta menunjukkan Indonesia pada 2008 lolos dari krisis keuangan global.
Kebijakan seperti ini jelas tidak bisa diadili. Kecuali jika ditemukan unsur melawan hukum di baliknya, seperti sengaja dibuat demi menyelamatkan nasabah tertentu. Untuk hal demikian, jaksa dan hakim bisa menelusuri semua dokumen proses penyelamatan Bank Century. Hakim juga bisa memanggil ahli ekonomi dan perbankan yang kredibel dan independen untuk memberikan pendapat.
Jika keputusan di balik pengucuran dana talangan Century itu tak satu pun mengandung unsur melawan hukum, Boediono dkk tak layak diadili, bahkan diajukan ke ruang sidang sekalipun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo