Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pertaruhan pada Perkara Nazaruddin

22 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ingar-bingar yang bergelora setelah penangkapan buron Muhammad Nazaruddin di Cartagena, Kolombia, tak boleh mengaburkan premis utamanya. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu dituduh Komisi Pemberantasan Korupsi telah terlibat 35 perkara korupsi dana proyek di sembilan kementerian senilai Rp 8 triliun lebih. Boleh jadi, inilah skandal terbesar dalam sejarah korupsi di Tanah Air.

Komisi harus berfokus pada perkara megakorupsi dengan tersangka utama anggota Dewan—dia belum dipecat di Senayan—dari partai berkuasa itu. Modus operandinya memang "primitif", yaitu mengijon proyek, merekayasa anggarannya di Dewan, memaksa minggir pesaing, menyogok sana-sini, lalu mengerek tinggi harganya. Namun mengungkap skandal ini jelas tak mudah. Apalagi kuat dugaan melibatkan sejumlah nama besar anggota Dewan Perwakilan Rakyat, petinggi partai politik, pejabat pemerintah, dan pengusaha.

Kegigihan tim penjemput yang sukses mengamankan Nazaruddin hingga tiba selamat di Jakarta patut diapresiasi. Tim yang dipimpin Brigadir Jenderal Anas Yusuf dari Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian, bersama sejumlah koleganya dari KPK, terbukti solid bahu-membahu membawa pulang sekaligus menggagalkan rencana busuk sang buron agar tak tersentuh hukum kita lewat skenario suaka politik. Prestasi bagus itu bisa menjadi pembuka jalan bagi KPK untuk membongkar skandal kakap yang menjadi perhatian masyarakat luas ini.

Komisi antikorupsi tak usah menghiraukan upaya para komprador Nazaruddin yang tampaknya sengaja mengalihkan fokus persoalan agar bergeser ke isu-isu pinggiran. Mereka, misalnya, meributkan soal Nazaruddin yang diduga mengalami "cuci otak selama perjalanan pulang", lalu "dua hari tidak mau makan karena takut diracun", "siap bungkam, mengaku salah, dan maunya langsung divonis", sehingga para koleganya di Dewan mendesak masuk ke ruang tahanan. Tak usah keder atau mungkin terharu, meski tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Palembang itu mengirim surat bernada tawaran "kompromi" untuk Presiden Yudhoyono.

Sekali lagi, Komisi kudu berkonsentrasi penuh pada pengungkapan perkara utamanya. Jangan terpengaruh oleh gelontoran isu pinggiran itu, yang boleh jadi merupakan strategi sang tersangka dan pembelanya agar menimbulkan empati. Dari hasil penyadapan komunikasinya selama pelarian, menurut informasi yang diperoleh majalah ini, Nazaruddin sejak awal berencana melemahkan kredibilitas KPK. Ia sempat berencana melakukan wawancara kedua melalui jaringan Skype, yang kemudian akan ditayangkan di televisi, menyerang para pemimpin lembaga antirasuah itu.

Intervensi dari siapa pun harus dicegah sedini mungkin. Komisi perlu memastikan Nazaruddin steril dari mereka yang berkepentingan pada perkaranya. Permintaan dari penasihat hukum untuk memindahkan tahanan dari Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian ke Cipinang harus tegas ditolak. Jika perlu, penjagaan terhadap tahanan itu justru diperkuat, termasuk menutup akses komunikasi Nazaruddin dengan dunia luar—sesuatu yang sudah semestinya, tapi sering dilanggar para tahanan dengan menyogok penjaga.

Komisi Pemberantasan Korupsi harus bergerak cepat, mengingat banyaknya orang yang diduga terlibat kongkalikong dengan Nazaruddin. Tak ada kesempatan sebaik ini untuk membongkar kejahatan yang diduga melibatkan anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Majalah ini pernah menelusuri peran para politikus itu dalam menentukan alokasi anggaran, yang dilumuri sogokan hingga 20 persen dari nilai bujet. Semua dibayar di muka. Nazaruddin bisa membuka pintu pengungkapan perkara kriminal itu. Peran pejabat pemerintah penyusun anggaran proyek pun semestinya bisa ditelusuri.

Komisi juga perlu menelusuri kelompok yang membantu pelarian Nazaruddin. Majalah ini memperoleh informasi, pejabat, pengacara, juga kerabat sang tersangka ikut mengatur—atau setidaknya memudahkan—Nazaruddin ketika menjadi buron. Seorang pejabat bahkan diduga menerima "bungkusan" US$ 1 juta dari sang tersangka. Para pihak yang diduga terlibat operasi pelarian Nazaruddin harus segera dipanggil dan disidik lantaran mereka patut diduga melakukan tindak kriminal.

Pengungkapan skandal Nazaruddin memang pertaruhan terbesar lembaga ini. Apalagi nilai proyek yang dikorup sungguh fantastis, hampir tiga kali lipat nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten. Koruptornya juga berlapis-lapis. Maka janganlah menghabiskan energi buat menghadapi isu-isu pinggiran itu. Biarlah sekutu Nazaruddin menggonggong, Komisi cepat berlalu. Kinerja profesional dan bebas dari pelbagai kepentingan—termasuk dari penguasa—akan menghapus sejumlah keraguan terhadap kredibilitas komisi antikorupsi ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus