KALAU kita amati lebih teliti pola pembagian wilayah walikota di
Jakarta tidak jelas. Wilayah Jakarta Barat menjorok jauh masuk
ke jantung Jakarta Pusat dan Utara. Daerah Jakarta Selatan
mengitari Jakarta Pusat menyerempet ke Timur. Daerah Senayan
yang secara logis harus masuk Jakarta Selatan, toh masih daerah
Jakarta Pusat.
Kalau sarang laba-laba masih punya sistim dan lintas lingkar
yang jelas maka pola lalu lintas di Jakarta tidak. Semua serba
bersliweran bagaikan pola alur sungai berkelak-kelok menurut
kemauan alam. Ada daerah di Jakarta, kalau belum biasa ke sana,
bisa masuk tetapi susah keluar. Anehnya juga jalan-jalan baru
begitu pula.
Kalau kita memeriksa peta Jakarta terbaru, akan terlihat masih
banyak tempat yang kosong. Tanpa petunjuk apakah sudah dihuni
orang, atau masih kebon atau hutan belantara. Hanya daerah
tinggal orang kaya atau komplek pegawai negeri yang umumnya
dapat dibaca dengan jelas, berikut peta jalan, kali dan
peruntukan tanah.
Seakan Rahasia Besar
Kemisteriusan peta Jakarta akan lebih terasa apabila seseorang
hendak membangun rumah atau membeli petak tanah. Peta peruntukan
tanah seakan-akan satu rahasia besar bagi warga kota karena
tidak ada petunjuk yang mudah difahami masyarakat umum. Bahkan
di Kantor Dinas Agraria atau Dinas Tata Kota tidak dipajang peta
Jakarta yang mutakhir.
Rencana Induk Jakarta menambah kehebatan peta Jakarta. Banyak
warga kota yang tidak bisa tidur nyenyak walau sudah mempunyai
sertifikat tanah dan rumah dengan izin membangun. Setiap rumah
dan penghuni seakan-akan setiap saat dapat digusur dengan
alasan demi Rencana Induk, untuk pembangunan jalan, pembangunan
gedung pemerintah. pasar. sekolah dan lain-lain. Atau juga demi
perumahan orang kaya. Terkadang tidak jelas berapa mÿFD atau ha
atau km peruntukan tersebut. Calo-calo tanah merajalela. Peta
situasi dapat bergeser beberapa milimeter yang berarti
ribuan mÿFD dalam pelaksanaannya atas beban rakyat dan
keuntungan petugas.
Untuk Siapa?
Pada hakekatnya peta merupakan pedoman dan petunjuk bagi warga
kota dan tamu yang berkunjung ke Jakarta. Seperti di luar negeri,
peta kota selalu terpampang dan mudah dilihat: di stasiun bus,
stasiun kereta api, di perempatan yang ramai, di muka kantor
walikota, di kantor pelayanan masyarakat, di kantor perusahaan
besar, dan terutama di kantor penerangan kota dan travel biro.
Peta tersebut ada yang kecil dan besar sesuai dengan kebutuhan
pemakai.
Peta permanen dan besar yang dipajang di kantor ramai atau
tempat umum lengkap dengan tanda-tanda jalan, tempat tinggal,
tempat bersejarah, taman dan tempat rekreasi, pusat belanja dan
lain-lain. Peta tersebut diperbaharui setiap ada perobahan
penting dengan mencetak baru atau sekedar menambahkan keterangan
pada peta yang ada. Peta yang sederhana dapat diperoleh dengan
gratis. Peta yang lengkap harus dibayar dengan biaya tidak
begitu mahal. Karena dianggap sebagai promosi kota bersangkutan.
Jakarta sebagai metropolitan dan sekaligus berfungsi sebagai
kampung besar sudah tiba waktunya membenahi diri dalam soal peta
ini. Tidak hanya sebagai promosi Jakarta tetapi juga sebagai
tanggungjawab sosial DKI demi ketentraman warga DKI,
memasyarakatkan perencanaan kota serta mendidik warga kota
mengenal kotanya dan bertanggungjawab akan kelestarian
lingkungan. Ketidaktahuan masyarakat atas peruntukan tanah akan
menimbulkan ketidak-pastian dan tidak mendidik warga kota
mencintai kotanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini