Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pinjaman Panas Robert Tantular

3 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUDI Mulya boleh saja mengemukakan seribu dalih perihal uang yang diterimanya dari Robert Tantular—waktu itu pemegang saham mayoritas Bank Century yang sedang sakit. Tapi, melihat kedudukannya sebagai petinggi Bank Indonesia, alasan apa pun bakal sulit menghapuskan unsur pidana yang bisa disangkakan kepadanya. Perkara yang dia hadapi tak bisa kurang teruknya dari itu.

Budi mengaku menerima dana Rp 1 miliar pada Oktober 2008. Sesungguhnya dia tak boleh menerima dana itu, walaupun disebutnya ini pinjaman untuk membantu teman. Sebab, ketika itu dia menjabat Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Moneter. Jelas ada benturan kepentingan di sana. Sekitar sebulan sesudah dia mencairkan uang itu, Bank Century yang kekeringan likuiditas meminta Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Indonesia. Melalui rapat Dewan Gubernur, BI setuju mengucurkan dana Rp 689 miliar. Untuk itu, Dewan Gubernur memutuskan perubahan syarat rasio kecukupan modal minimum agar bank bisa memperoleh pinjaman. Rasio itu diturunkan dari 8 persen menjadi asal bilangannya positif.

Budi mengembalikan uang Robert dua bulan setelah pemberian pinjaman jangka pendek itu. Seperti saat menerimanya, pembayaran kembali ini dia lakukan diam-diam. Audit forensik Badan Pemeriksa Keuangan, yang dilakukan sejak Juni lalu untuk menelisik ada-tidaknya dana penyelamatan Century yang mengucur untuk Partai Demokrat, menemukan aliran dana antara Budi dan Robert ini. Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menyelidiki aliran ini.

Perlu dicatat, semua kejadian ini berlangsung sebelum ada keputusan pemerintah untuk menyelamatkan (bailout) Bank Century. Penyelamatan bernilai Rp 6,7 triliun memang dilakukan tak lama setelah pemberian pinjaman jangka pendek oleh BI. Hanya, kronologi waktu itu penting dikemukakan demi memperjelas bahwa apa yang terjadi di lingkungan BI saat itu tak ada sangkut-pautnya dengan keputusan pemerintah melakukan bailout.

Seperti dikemukakannya dalam rapat Dewan Gubernur pada pertengahan bulan lalu, Budi boleh saja menyatakan tak ada benturan kepentingan atau pelanggaran ketentuan apa pun. Budi juga sah-sah saja menyatakan tak terlibat suap atau korupsi karena menganggap saat Century menerima Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dia bukan pihak yang menentukan. Tapi dalih Budi bahwa dia menyokong pengucuran pinjaman untuk Century karena sudah ada keputusan rapat Dewan Gubernur agak mengaburkan pokok masalah.

Sengaja atau tidak, Budi bisa membuat orang lebih sibuk meributkan perkara yang sudah gamblang. Dewan Gubernur jelas berwenang memutuskan pemberian pinjaman jangka pendek, dengan syarat yang ditetapkannya sesuai dengan keadaan. Tapi, pokok masalahnya, Budi telah melanggar kode etik di lingkungan BI. Dengan kedudukan yang memberinya kewenangan ikut menetapkan kebijakan, Budi semestinya melipatgandakan kehati-hatian dalam berhubungan dengan pihak yang bisa mengambil keuntungan dari jabatannya, misalnya pemilik bank.

Robert bukan hanya pemilik bank. Dia sebenarnya sudah lama punya hubungan dekat dengan Budi. Fakta inilah yang membuat pijakan Budi untuk berkelit lebih rapuh. Dia tak perlu lagi berusaha membuktikan diri bukan penentu hasil rapat Dewan Gubernur. Dari urut-urutan kejadian ini saja, orang banyak sudah punya alasan untuk mengendus sesuatu yang tak sedap.

Secara internal, meski tanpa alasan yang jelas, Budi sudah dibebaskan dari jabatannya. Tapi tindakan ini saja tak cukup. Bahkan setelah laporan audit forensik BPK dibuka nanti, tak adanya kejelasan status hukum Budi akan ikut membuat kasus Century tetap gelap. Keadaan ini berpotensi untuk terus dimanfaatkan sebagai panggung oleh para politikus oportunis. Saat ini saja sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang hanya ingin melihat kebenaran versi mereka, sudah merasa mendapat amunisi baru untuk menyudutkan lawan politiknya.

Pemeriksaan lebih jauh sudah semestinya dilakukan selekasnya. Langkah ini penting untuk membuktikan dugaan adanya unsur pidana dalam tindakan Budi. Lebih dari itu, proses hukum yang patut, juga kelak hukuman setimpal bagi yang bersalah, akan menjadi dasar yang kuat untuk secara permanen menutup kasus Century.

Melihat kinerja aparat penegak hukum, tugas membongkar tuntas Century perlu dibebankan kepada KPK. Adapun Budi Mulya hanya punya satu pilihan: menjalani seluruh proses sebagai konsekuensi dari tindakan yang telah dilakukannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus