Antonius Sujata
Ketua Komisi Ombudsman
Gerakan Nasional Anti-Politisi Busuk adalah gerakan moral. Ia memperoleh sambutan hangat karena masyarakat merasa marah melihat tingkah laku elite yang tidak lagi memperjuangkan penderitaan rakyat kecil.
Sebaliknya, dapat diduga, Gerakan Anti-Politisi Busuk akan memperoleh perlawanan keras dari pimpinan serta elite partai yang merasa terancam oleh gerakan tersebut. Bagi mereka, Gerakan Anti-Politisi Busuk harus dilawan dengan senjata tuntutan hukum yang dilandasi oleh asas praduga tak bersalah.
Sampai sekarang belum ditentukan dengan tegas kriteria apa yang akan dipakai untuk menentukan siapa sajakah politikus busuk itu.
Namun, secara umum, berdasarkan akal sehat kita, dapat dikemukakan beberapa kriteria politikus busuk, antara lain terlibat money politics, tersangkut tindak pidana korupsi atau tindak pidana lainnya, pecandu narkoba, sering mangkir menghadiri sidang, selingkuh, membuat kebijakan/peraturan yang menguntungkan pribadi dengan membebani masyarakat, tidak melaporkan/melaporkan secara tidak benar kekayaan yang dimiliki, tidak melaksanakan kewajiban hukum, dan suka berfoya-foya.
Pada intinya yang dimaksudkan dengan politikus busuk adalah mereka yang dalam perilakunya tidak mengindahkan nilai-nilai kepatutan. Yang dilanggar bukan hanya undang-undang, peraturan, ataupun hukum positif, akan tetapi nilai-nilai serta tatanan hidup dalam masyarakat.
Apabila seorang politikus suka mangkir, pasti hukum formal sulit menjeratnya. Mereka yang terlibat narkoba, korupsi, atau tindak pidana lainnya tidaklah mudah untuk dijerat mengingat proses hukum memiliki mekanisme, prosedur, dan aturan main tersendiri.
Dengan kata lain, nilai kepatutan yang menjadi kriteria politikus busuk secara substansial lebih luas daripada substansi hukum. Dalam sistem hukum yang menganut Common Law System, kepatutan bahkan posisinya lebih tinggi daripada hukum positif.
Seorang koruptor atau pengedar narkoba secara hukum mungkin saja dijatuhi hukuman ringan—penjara beberapa hari/bulan atau pidana bersyarat—karena hakim dengan pertimbangan tertentu menganggap hukuman itu sudah pantas. Hal ini menunjukkan bahwa di atas hukum positif masih ada norma lain yang lebih tinggi.
Gerakan Anti-Politisi busuk bisa jadi dihadapi "para politikus itu" dengan menggunakan asas praduga tak bersalah. Mengenai hal ini, KUHAP memberikan penjelasan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan kata lain, asas praduga tak bersalah hanya berlaku pada hukum positif ketika seseorang menghadapi sangkaan hukum, penangkapan, penahanan, penuntutan, atau persidangan pidana. Tempat berlakunya asas praduga tak bersalah adalah pada wilayah sistem peradilan dan hukum positif yang menjadi landasan bagi proses pidana tersebut.
Wilayah asas praduga tak bersalah berbeda dengan wilayah nilai-nilai kepatutan. Nilai kepatutan berada pada hukum yang tertulis dan juga tidak tertulis namun hidup dan menjadi acuan sebagai tatanan perilaku bermasyarakat.
Dengan kata lain, menggunakan landasan asas praduga tak bersalah untuk menghadapi Gerakan Anti-Politisi Busuk dapat diumpamakan sebagai permainan bulu tangkis melawan bola basket. Mereka bermain di lapangan yang berbeda dan aturan main yang tidak sama. Tentu tidak pas bertanding bulu tangkis di lapangan basket atau sebaliknya.
Nilai-nilai kepatutan pada intinya adalah mengenai baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, sedangkan nilai hukum (cq asas praduga tak bersalah) outputnya adalah salah atau tidak salah, dihukum atau dibebaskan, terbukti/tidak terbukti.
Asas praduga tak bersalah tidak akan efektif untuk menghadapi Gerakan Anti-Politisi Busuk, karena medan laganya memang tidak sama. Asas praduga tak bersalah dipergunakan dalam hal seseorang disidik oleh polisi, dituntut oleh pengadilan, ataupun diadili oleh hakim. Asas tersebut tidak pas untuk menghadapi Gerakan Anti-Politisi Busuk.
Di lain pihak, Gerakan Anti-Politisi Busuk mesti telaten menjabarkan kriteria nilai-nilai yang tidak sesuai dengan tatanan yang hidup untuk mengukur kesalahan seorang politikus busuk. Semakin banyak kriteria akan lebih mudah bagi anggota masyarakat untuk mengenali dan kemudian melakukan perlawanan terhadap politikus busuk tersebut.
Di sini konkretisasi makna busuk akan sangat penting bagi banyak orang daripada cepat-cepat menentukan siapa si pelaku busuk tersebut. Perilaku buruk yang diungkapkan memiliki daya cegah bagi lebih banyak orang untuk tidak melakukannya, sedangkan pengungkapan siapa yang berperilaku buruk lebih banyak bersifat represif bagi yang bersangkutan sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini