Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Prasyarat Dasar Undang-Undang Advokat

6 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

  • Daniel S. Lev

    Dalam sebuah sistem hukum modern, profesi advokat merupakan unsur yang sangat penting dan agak berbeda karakternya daripada unsur yang lain. Profesi ini adalah penghubung dan saluran antara masyarakat dan pemerintah. Karena itu, kalau profesi advokat lemah atau kurang sehat, akibatnya bisa berimplikasi jauh. Tentu saja, semua unsur sistem hukum formal pengadilan, kejaksaan, polisi, dan juga beberapa bagian birokrasi umum sangat penting, tapi advokat agak berlainan fungsinya, dan aspek yang berlainan ini perlu diperhatikan.

    Dapat dikatakan bahwa ada (paling sedikit) enam fungsi profesi advokat yang penting: (a) mewakili dan melindungi kepentingan warga negara dalam proses hukum; (b) turut menjamin keadilan menurut hukum; (c) turut menjaga pekerjaan dan integritas pengadilan, kejaksaan, polisi, dan instansi lain; (d) menjaga integritas praktek para advokat sendiri; (e) turut mengatur kemampuan profesional para advokat; (f) turut mendidik masyarakat tentang hukum, proses hukum, prinsip hukum, hak warga negara, dan sebagainya.

    Karena sudah jelas para advokat berdiri sendiri sebagai profesi swasta, dan bukan pegawai pemerintah, sebetulnya tidak perlu ada Undang-Undang Advokat. Malah Undang-Undang Advokat berpotensi membahayakan integritas profesi advokat itu sendiri, sebab telah dengan sengaja membuka kesempatan pada pemerintah untuk terus menerus mengintervensi profesi itu. Semestinya profesi swasta itu bisa mengurus diri sendiri tanpa bantuan dari luar.

    Di Indonesia keinginan atas Undang-Undang Advokat mulai bergulir pada tahun 1960-an, sebagai akibat ketegangan antara hakim, jaksa, dan polisi di satu pihak dan advokat di pihak lain. Ada beberapa advokat yang menganggap bahwa persoalannya berakar pada ciri keswastaan profesi itu, dan mereka mengharapkan bahwa pengakuan dari pemerintah bisa meredakan ketegangan dan meninggikan status advokat profesional. Adapun advokat yang lain, termasuk kebanyakan pemimpin Peradin, menolak keras pandangan itu, dan tetap berpegang pada konsep bahwa profesi advokat berdiri sendiri secara otonom, tanpa campur tangan pihak mana pun, terutama pemerintah. Tapi itu dulu.

    Sekarang, kalau para advokat menginginkan undang-undang tersendiri, perlu diakui dulu bahwa yang terpenting dalam undang-undang itu sebetulnya bukan kepentingan profesi, melainkan kepentingan masyarakat, yang seharusnya didahulukan. RUU
    sekarang sama sekali belum memenuhi tuntutan itu, dan karena itu sangat memerlukan perhatian istimewa, serius, dan cukup lama oleh panitia kerja di parlemen. Juga ada baiknya kalau mengakui bahwa perdebatan dalam parlemen itu memungkinkan strategi untuk memaksakan dulu perubahan dalam profesi advokat sebagai quid pro quo: "Pokoknya, kalau para advokat menginginkan undang-undang, ada prasyarat dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu."

    Umpamanya, cukup jelas bahwa kelemahan-kelemahan profesi advokat yang paling menonjol bukan hanya korupsi, tapi juga kemampuan profesional yang kurang, pendidikan advokat profesional, standar profesi, ketegangan antara konsultan dan ahli litigasi, kurangnya sumbangan intelektual profesi pada perkembangan proses hukum, kurangnya perhatian pada pendidikan advokat, dan seterusnya, berakar sebagian besar pada tidak adanya organisasi profesi yang kuat dan sehat sejak Peradin dihilangkan pada zaman Soeharto. Akibatnya, janji profesi advokat apa saja tidak akan bisa dijamin pelaksanaannya. Fungsi-fungsi yang tersebut di atas tidak mungkin dipenuhi tanpa organisasi profesi yg sehat. Sekarang ini dari lima atau enam organisasi, belakangan kabarnya malah sepuluh, yang ada di Jakarta yang belum tentu semuanya punya cabang di daerah, tidak ada satu pun yang secara teratur mengumpulkan iuran, menerbitkan majalah profesional, atau bahkan mempunyai daftar lengkap dan up to date bagi para anggotanya.

    Maka, mau tak mau, prasyarat dasar dan pertama dari Undang-Undang Advokat mungkin sebagai sine qua non sebelum undang-undang itu diloloskan adalah permulaan usaha serius untuk menciptakan organisasi advokat yang betul. Kalau para advokat tidak mampu menciptakan satu organisasi, boleh saja dua atau tiga, asal setiap organisasi itu terbukti mempunyai staf administrasi yang rapi, daftar keanggotaan dan status setiap anggota yang lengkap, rekening bank, kode etik dan dewan kehormatan, dan tentunya majalah profesional. Kalau prasyarat itu tidak dapat dipenuhi sebelum Undang-Undang Advokat jadi, sebaiknya ia menjadi bagian pertama dari undang-undang baru itu sebagai syarat utama efektifnya undang-undang ini.

    Seattle, 18 Maret 2002

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus