Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi tentang pembelian tujuh persen saham Newmont senilai Rp 2,1 triliun bersifat ambigu dan memberi sinyal keliru dalam pelaksanaan fungsi lembaga tinggi di negara ini. Mahkamah mengakui pembelian andil itu merupakan kewenangan konstitusional presiden, tapi menegaskan pula bahwa pelaksanaannya harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan putusan itu, Mahkamah memberi wewenang tambahan kepada Dewan, yang semestinya hanya berfungsi sebagai legislatif, menjadi dapat pula bertindak seperti layaknya eksekutif. Dewan tidak lagi hanya membuat undang-undang, menetapkan anggaran, dan melakukan pengawasan, tapi juga bisa memutuskan boleh-tidaknya sebuah investasi dilakukan.
Situasi itu sesungguhnya hendak dicegah pemerintah ketika mengajukan sengketa kewenangan antarlembaga tinggi negara ke Mahkamah. Dalam dokumen permohonan yang dibacakan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, sengketa itu jelas tergambar. Presiden menyatakan langkah DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan pembelian tujuh persen saham Newmont harus mendapat persetujuan Dewan telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, serta merugikan kewenangan konstitusional Presiden.
Mahkamah berargumen, persetujuan Dewan diperlukan agar pemerintah tak sewenang-wenang dalam berinvestasi. Lagi pula duit yang ditanam melalui Pusat Investasi Pemerintah—badan publik di bawah Kementerian Keuangan—tetap dianggap sebagai kekayaan negara yang tak dapat dipisahkan dan harus tunduk pada aturan perundang-undangan.
Kekhawatiran bahwa pemerintah akan bertindak sewenang-wenang dalam berinvestasi mungkin berlebihan dan hanya teoretis. Dalam prakteknya, sejak berdiri pada 2007, Pusat Investasi Pemerintah rutin diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil audit yang dilakukan saban tahun pun sangat memuaskan, yaitu wajar tanpa pengecualian. Setiap saat Dewan dapat pula mengawasi Kementerian Keuangan melalui mekanisme rapat kerja.
Yang sudah pasti, putusan Mahkamah menimbulkan konsekuensi berat bagi Pusat Investasi Pemerintah. Putusan itu jelas akan membuatnya sulit bergerak lincah dan tangkas dalam berbisnis. Bisa diduga pula, rantai birokrasi pengambilan keputusan yang mengular panjang akan membuat badan layanan umum ini sukar mencapai visinya: menjadi lembaga investasi pemerintah kelas dunia yang mengedepankan kepentingan nasional.
Kita tak bakal bisa berharap lembaga ini cepat dan trengginas menangkap peluang bisnis seperti rekannya di negara lain. Secara perlahan mungkin akan pupus pula misi agar badan ini dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui investasi di berbagai sektor strategis yang memberikan imbal hasil optimal dengan risiko yang terukur.
Saat ini saja, sengkarut pembelian saham Newmont telah menyebabkan hilangnya potensi keuntungan yang amat besar. Seandainya tak dihalangi membeli andil perusahaan tambang emas itu, dengan total dividen Newmont 2011-2028 sebesar Rp 58,7 triliun, semestinya dengan menguasai tujuh persen saham, Pusat Investasi Pemerintah bisa menangguk bagian Rp 4,1 triliun.
Opsi yang tersisa bagi Kementerian Keuangan dan pemerintah untuk dapat tetap membeli saham Newmont hanya tinggal meminta persetujuan DPR. Secara realistis, melihat sikap Dewan selama ini, rasanya peluang mendapat izin itu amat tipis. Hanya mukjizat barangkali yang bisa menolong Menteri Keuangan Agus Martowardojo memperoleh lampu hijau itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo