Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ramai Iklan Ucapan Selamat

Para menteri dan pejabat tinggi gemar mengucapkan selamat kepada Presiden. Tak jelas anggarannya.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahniah itu indah, asalkan cocok duduk perkaranya. Di tengah hidup yang makin susah dan bencana alam simbah-bersimbah, belakangan ini muncul fenomena ganjil: pesta baliho dan spanduk raksasa. Isinya bukan promosi produk atau ”sosialisasi” program pemerintah, melainkan itu tadi: ucapan selamat dari atau bagi pejabat tinggi, terutama Presiden.

Kita patut bersyukur ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan Global Champion for Disaster Risk Reduction dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebulan lalu. Apalagi Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan penghargaan ini diberikan atas keberhasilan Indonesia meningkatkan kesadaran pentingnya pencegahan bencana. Cukup terpuji memberikan ucapan selamat kepada Kepala Negara atas penghargaan yang jelas tidak sembarangan itu. Tapi hendaklah pemberian ucapan selamat itu dilakukan dengan cara yang patut dan tidak mengada-ada.

Ucapan selamat melalui baliho, spanduk raksasa, dan iklan satu halaman penuh di media cetak, misalnya, jelas menimbulkan pertanyaan besar. Dari aspek komunikasi, siapa ”khalayak sasaran” baliho dan iklan ini? Karena yang memasang baliho dan iklan itu adalah menteri dengan segenap kementeriannya, mengapa tahniah itu harus dipersembahkan lewat media perantara? Tidakkah sang menteri, mewakili kementeriannya, bisa langsung menyalami Presiden—misalnya sesudah sidang kabinet?

Pertanyaan berikutnya, siapa yang membiayai baliho dan pemasangan iklan ini? Kalau dananya dikeluarkan dari kantong menteri yang bersangkutan, tidakkah uang itu lebih baik disumbangkan kepada yang paling memerlukan, terutama korban bencana alam, tema yang justru menjadi obyek penghargaan yang diberikan PBB kepada Presiden? Kalau dananya diambilkan dari anggaran kementerian, masalahnya lebih kisruh lagi. Artinya, sang menteri ingin bermanis-manis kepada Kepala Negara, tanpa modal dari saku sendiri. Secara etika, kelakuan ini tak bisa dibilang elok. Apalagi, misalnya, bila sang menteri kebetulan berasal dari partai yang di parlemen hobinya menelikung kebijakan Presiden.

Masih ada pertanyaan mengganjal, dari aspek proporsional. Ketika Indonesia terpilih menjadi Ketua ASEAN, berbagai kementerian memasang baliho dan iklan ucapan selamat. Padahal menjadi Ketua ASEAN itu tidak bisa dikatakan sebagai pencapaian prestasi, tapi lebih tersebab sistem bergiliran. Artinya, makna tahniah sudah bergeser ke arah yang lebih bersifat cari muka. Kenyataan inilah yang membuat kita kian khawatir terhadap perilaku yang kian menjadi-jadi ini, yakni pesta baliho dan iklan tahniah.

Sebetulnya ada satu hal yang lebih mengkhawatirkan kita, yakni jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri menikmati pula pemasangan baliho dan iklan seperti itu. Sebab, sampai hari ini belum terbetik berita bahwa Presiden menegur atau ”menyindir” para pemasang iklan itu. Belum terdengar Presiden gusar atau terganggu menonton baliho dan iklan satu halaman yang tersebar di berbagai jalan dan media, dengan fotonya yang tersenyum anggun, kadang melambaikan tangan, kadang didampingi Ani Yudhoyono.

Karena itu, sebelum makin menjadi-jadi, tak salah kiranya jika Presiden langsung turun tangan menghentikan ”kebiasaan” tak produktif ini. Mungkin dimulai dengan teguran halus. Kalau tak mempan, bisa dalam bentuk yang lebih ”instruktif”. Banyak cara sederhana untuk bersyukur dan mengucapkan selamat, misalnya mengundang rakyat ke Istana untuk menyantap bersama nasi tumpeng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus