MENJELANG digulingkannya rejim Pol Pot oleh Heng Samrin --
dengan bantuan invasi Vietnam -- beberap wartawan Amerika
mengunjungi Kamboja, pada akhir Desember 1978. Dalam laporannya
kemudian, yang disiarkan The Asian Wall Street Journal, seorang
wartawan anggota rombongan tersebut untuk pertama kalinya
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai Kamboja di bawah
Pol Pot.
Menurut laporan tersebut, produksi pertanian memang meningkat.
Kebutuhan dasar terpenuhi, sedangkan sistim pemerintahan dan
keamanan benar-benar terpadu. Laporannya merupakan gambaran yang
baik tentang rejim Pol Pot. Juga dilaporkan bahwa tokoh populer
lulusan Paris, Hu Nim, yang tadinya diberitakan sudah meninggal
dalam suatu pembersihan, ternyata masih segar bugar.
Pemimpin-pemimpin Kamboja hidupnya memang misterius, katanya
untuk mencegah pembunuhan politik oleh lawan-lawannya.
Laporannya juga memperkuat segi-segi yang banyak dikecam dari
rejim Pol Pot. Keluarga terpisah satu sama lain, anak-anak muda
dicekoki ideologi komunis puritan seperti anjing Pavlov, kota
Phnom Penh hanya berpenduduk 0 ribu jiwa. Kamboja benar-benar
merupakan perwujudan dari komunisme utopia yang mungkin tidak.
dibayangkan bahkan oleh Marx sendiri.
Banyak orang, di antaranya Sihanouk, menyalahkan "Kelompok
Empat" Kamboja untuk hal-hal yang melanggar asasi itu. Adapun
"Kelompok Empat" itu adalah Pol Pot dan Ieng Sary beserta
isterinya masing-masing, yang merupakan adik kakak. Keempat
orang ini tadinya menjadi guru di kota Phnom Penh. Pol Pot dan
Ieng Sary kembali dari Paris pada pertengahan 1950-an, untuk
kemudian secara diam-diam mendirikan Partai Komunis Kamboja.
Di bawah pemerintahan Sihanouk, organisasi mereka dilarang.
Kemudian pada 1963 mereka minggat ke hutan dan mendirikan basis
gerilya di wilayah dekat perbatasan dengan Muangthai, khususnya
di propinsi-propinsi Battambang dan Siem Reap. Wilayah itu pada
masa penjajahan Perancis adalah pusat daerah perkebunan karet.
Kehidupan petani sangat parah, sehingga cocok untuk benih
ideologi yang radikal.
Kader-kader partai umumnya guru sekolah dasar dan menengah. Pada
tahun 1966-1968, jumlah kader mendapat suplai banyak dengan
adanya "Revolusi Kebudayaan" di RRC yang pengaruhnya sangat
kuat di Kamboja, khususnya di kalangan minoritas Tionghoa. Saat
itu juga, banyak tokoh nasionalis kiri seperti Khieu Samphan dan
Hu Nim yang kecewa dengan Sihanouk. Mereka menjadi tokoh
intelektual dari gerakan gerilya-nya Pol Pot.
Doktrin Brezhnev
Sampai awal 1979, rejim Pol Pot merealisir ide ide utama dari
'Revolusi Kebudayaan' RRC. Pemakaian matauang dihapus, semuanya
dilakukan dalam bentuk barang. Basis keluarga sebagai dasar
kehidupan dihancurkan. Sebagai gantinya dibentuk komune, yang
kemudian bergabung ke dalam brigade produksi.
Pemisahan hidup keluarga ini sangat terasa bagi penduduk
pedesaan Kamboja. Sebab, berbeda dengan Tiongkok yang secara
kronis sering kelaparan, wilayah pedesaan Kamboja relatif lebih
makmur. Penduduknya tidak sepadat RRC, sehingga kehidupan tidak
separah di daerah padat RRC. Lagipula, terdapat perbedaan
antara berbagai wilayah Kamboja selama 1970 sampai 1975. Ada
wilayah timurlaut yang dipenuhi oleh tentara Vietnam dalam usaha
menjaga lini Ho Chi Minh Trail yang terkenal itu. Ada wilayah
urban sekitar Phnom Penh dan Kompong Cham yang menikmati
kehidupan gaya Amerika dari pemerintahan Lon Nol. Setelah 1975,
wilayah-wilayah ini semuanya menjalani penyeragaman kehidupan
yang bersifat spartan.
Walaupun terjadi perubahan kehidupan secara drastis, tidak ada
perlawanan yang bersifat lokal terhadap rejim Pol Pot. Ini
disebabkan telah hancurnya samasekali elite terdidik dari jaman
Lon Nol. Mereka sudah mengungsi ke luar Kamboja atau sudah
dihabiskan. Kader-kader yang pernah dilatih di Hanoi juga sudah
dibersihkan sebelum 1975. Dengan begitu, rejim Pol Pot sangat
kuat basisnya di dalam Kamboja.
Karena itu, untuk menggulingkan Pol Pot, satu-satunya cara
haruslah dengan invasi luar, dalam hal ini dari Vietnam. Untuk
itu, ada dua kantong penduduk yang bisa menolong. Yang pertama
adalah di bagian timurlaut Kamboja, di wilayah dataran tinggi
dari Vietnam. Di sana hidup berbagai suku minoritas, yang
kebanyakan sudah terlatih secara militer. Banyak dari mereka
tergabung dalam pasukan berani mati, yang di waktu tahun 1960-an
terkenal dengan nama FULRO. Mereka ini kebanyakannya adalah
orang-orang Kamboja beragama Islam, yang sejak dulu tidak bisa
diasimilasikan ke dalam penduduk Kamboja. Golongan kedua adalah
orang Vietnam keturunan Kamboja di daerah Paruh Bebek. Dulu
mereka dipersenjatai Ngo Dinh Diem melawan Sihanouk. Golongan
ini dengan mudah dapat dipersenjatai Hanoi melawan Pol Pot.
Penggulingan rejim Pol Pot tentu harus ada motifnya. Di kalangan
negara Barat, tentu soal hak asasi yang bakal jadi pegangan.
Tapi, untuk negara-negara sosialispun, rejim Pol Pot sangat
menggelisahkan, khususnya untuk Uni Soviet tentunya tidak dari
segi hak asasi. Pada 1968, Mao Tsetung dengan sadar menghentikan
"Revolusi Kebudayaan" karena takut adanya invasi Uni Soviet.
Saat itu, tank-tank pasukan Pakta Warsawa sedang melanda
jalan-jalan Cekoslowakia. Para ahli tentang Uni Soviet
(Kremlinologis) saat itu berbicara tentang munculnya 'Doktrin
Brezhnev'. Pada intinya, doktrin ini menghalalkan campurtangan
Uni Soviet di suatu negara komunis, untuk mencegah munculnya
atau tambah kuatnya suatu rejim yang oleh Uni Soviet dianggap
menyimpang dari ideologi Marxisme-Leninisme gaya Moskow.
Cekoslowakia dianggap usaha penyimpangan ke arah kanan
(liberalisme) sedangkan rejim Pol Pot mungkin sekali dianggap
menyimpang terlalu jauh ke arah kiri dan menjurus kepada apa
yang disebut "penyakit kekanak-kanakan" oleh Lenin. Dari
pandangan ini penggulingan rejim Pol Pot merupakan suatu hukuman
ideologis dari Uni Soviet, sama halnya dengan jatuhnya Dubcek
tahun 1968. Dan Vietnam hanyalah suatu alat penjamin
konformitas Marxisme-Leninisme di negara-negara komunis Asia
Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini