Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Revolusi Dalam Revolusi

Jatuhnya rezim Pol Pot oleh pasukan heng samrin merupakan hukuman ideologis dari Uni Soviet. Pol Pot dianggap menyimpang terlalu jauh ke kiri dan menjurus "kekanak-kanakan".

16 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG digulingkannya rejim Pol Pot oleh Heng Samrin -- dengan bantuan invasi Vietnam -- beberap wartawan Amerika mengunjungi Kamboja, pada akhir Desember 1978. Dalam laporannya kemudian, yang disiarkan The Asian Wall Street Journal, seorang wartawan anggota rombongan tersebut untuk pertama kalinya memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai Kamboja di bawah Pol Pot. Menurut laporan tersebut, produksi pertanian memang meningkat. Kebutuhan dasar terpenuhi, sedangkan sistim pemerintahan dan keamanan benar-benar terpadu. Laporannya merupakan gambaran yang baik tentang rejim Pol Pot. Juga dilaporkan bahwa tokoh populer lulusan Paris, Hu Nim, yang tadinya diberitakan sudah meninggal dalam suatu pembersihan, ternyata masih segar bugar. Pemimpin-pemimpin Kamboja hidupnya memang misterius, katanya untuk mencegah pembunuhan politik oleh lawan-lawannya. Laporannya juga memperkuat segi-segi yang banyak dikecam dari rejim Pol Pot. Keluarga terpisah satu sama lain, anak-anak muda dicekoki ideologi komunis puritan seperti anjing Pavlov, kota Phnom Penh hanya berpenduduk 0 ribu jiwa. Kamboja benar-benar merupakan perwujudan dari komunisme utopia yang mungkin tidak. dibayangkan bahkan oleh Marx sendiri. Banyak orang, di antaranya Sihanouk, menyalahkan "Kelompok Empat" Kamboja untuk hal-hal yang melanggar asasi itu. Adapun "Kelompok Empat" itu adalah Pol Pot dan Ieng Sary beserta isterinya masing-masing, yang merupakan adik kakak. Keempat orang ini tadinya menjadi guru di kota Phnom Penh. Pol Pot dan Ieng Sary kembali dari Paris pada pertengahan 1950-an, untuk kemudian secara diam-diam mendirikan Partai Komunis Kamboja. Di bawah pemerintahan Sihanouk, organisasi mereka dilarang. Kemudian pada 1963 mereka minggat ke hutan dan mendirikan basis gerilya di wilayah dekat perbatasan dengan Muangthai, khususnya di propinsi-propinsi Battambang dan Siem Reap. Wilayah itu pada masa penjajahan Perancis adalah pusat daerah perkebunan karet. Kehidupan petani sangat parah, sehingga cocok untuk benih ideologi yang radikal. Kader-kader partai umumnya guru sekolah dasar dan menengah. Pada tahun 1966-1968, jumlah kader mendapat suplai banyak dengan adanya "Revolusi Kebudayaan" di RRC yang pengaruhnya sangat kuat di Kamboja, khususnya di kalangan minoritas Tionghoa. Saat itu juga, banyak tokoh nasionalis kiri seperti Khieu Samphan dan Hu Nim yang kecewa dengan Sihanouk. Mereka menjadi tokoh intelektual dari gerakan gerilya-nya Pol Pot. Doktrin Brezhnev Sampai awal 1979, rejim Pol Pot merealisir ide ide utama dari 'Revolusi Kebudayaan' RRC. Pemakaian matauang dihapus, semuanya dilakukan dalam bentuk barang. Basis keluarga sebagai dasar kehidupan dihancurkan. Sebagai gantinya dibentuk komune, yang kemudian bergabung ke dalam brigade produksi. Pemisahan hidup keluarga ini sangat terasa bagi penduduk pedesaan Kamboja. Sebab, berbeda dengan Tiongkok yang secara kronis sering kelaparan, wilayah pedesaan Kamboja relatif lebih makmur. Penduduknya tidak sepadat RRC, sehingga kehidupan tidak separah di daerah padat RRC. Lagipula, terdapat perbedaan antara berbagai wilayah Kamboja selama 1970 sampai 1975. Ada wilayah timurlaut yang dipenuhi oleh tentara Vietnam dalam usaha menjaga lini Ho Chi Minh Trail yang terkenal itu. Ada wilayah urban sekitar Phnom Penh dan Kompong Cham yang menikmati kehidupan gaya Amerika dari pemerintahan Lon Nol. Setelah 1975, wilayah-wilayah ini semuanya menjalani penyeragaman kehidupan yang bersifat spartan. Walaupun terjadi perubahan kehidupan secara drastis, tidak ada perlawanan yang bersifat lokal terhadap rejim Pol Pot. Ini disebabkan telah hancurnya samasekali elite terdidik dari jaman Lon Nol. Mereka sudah mengungsi ke luar Kamboja atau sudah dihabiskan. Kader-kader yang pernah dilatih di Hanoi juga sudah dibersihkan sebelum 1975. Dengan begitu, rejim Pol Pot sangat kuat basisnya di dalam Kamboja. Karena itu, untuk menggulingkan Pol Pot, satu-satunya cara haruslah dengan invasi luar, dalam hal ini dari Vietnam. Untuk itu, ada dua kantong penduduk yang bisa menolong. Yang pertama adalah di bagian timurlaut Kamboja, di wilayah dataran tinggi dari Vietnam. Di sana hidup berbagai suku minoritas, yang kebanyakan sudah terlatih secara militer. Banyak dari mereka tergabung dalam pasukan berani mati, yang di waktu tahun 1960-an terkenal dengan nama FULRO. Mereka ini kebanyakannya adalah orang-orang Kamboja beragama Islam, yang sejak dulu tidak bisa diasimilasikan ke dalam penduduk Kamboja. Golongan kedua adalah orang Vietnam keturunan Kamboja di daerah Paruh Bebek. Dulu mereka dipersenjatai Ngo Dinh Diem melawan Sihanouk. Golongan ini dengan mudah dapat dipersenjatai Hanoi melawan Pol Pot. Penggulingan rejim Pol Pot tentu harus ada motifnya. Di kalangan negara Barat, tentu soal hak asasi yang bakal jadi pegangan. Tapi, untuk negara-negara sosialispun, rejim Pol Pot sangat menggelisahkan, khususnya untuk Uni Soviet tentunya tidak dari segi hak asasi. Pada 1968, Mao Tsetung dengan sadar menghentikan "Revolusi Kebudayaan" karena takut adanya invasi Uni Soviet. Saat itu, tank-tank pasukan Pakta Warsawa sedang melanda jalan-jalan Cekoslowakia. Para ahli tentang Uni Soviet (Kremlinologis) saat itu berbicara tentang munculnya 'Doktrin Brezhnev'. Pada intinya, doktrin ini menghalalkan campurtangan Uni Soviet di suatu negara komunis, untuk mencegah munculnya atau tambah kuatnya suatu rejim yang oleh Uni Soviet dianggap menyimpang dari ideologi Marxisme-Leninisme gaya Moskow. Cekoslowakia dianggap usaha penyimpangan ke arah kanan (liberalisme) sedangkan rejim Pol Pot mungkin sekali dianggap menyimpang terlalu jauh ke arah kiri dan menjurus kepada apa yang disebut "penyakit kekanak-kanakan" oleh Lenin. Dari pandangan ini penggulingan rejim Pol Pot merupakan suatu hukuman ideologis dari Uni Soviet, sama halnya dengan jatuhnya Dubcek tahun 1968. Dan Vietnam hanyalah suatu alat penjamin konformitas Marxisme-Leninisme di negara-negara komunis Asia Tenggara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus