Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ru’yat Batal Masuk Paledang

Pengadilan Tipikor Bandung paling rajin membebaskan terdakwa koruptor. Dibutuhkan eksaminasi.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VONIS bebas bagi Ahmad Ru’yat, terdakwa perkara korupsi, seharusnya tak direspons dengan pekik takbir. Putusan terhadap Wakil Wali Kota Bogor nonaktif itu lebih tepat disikapi dengan istigfar. Sebab, vonis majelis hakim yang dipimpin Joko Siswanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung itu sesungguhnya berlawanan dengan rasa keadilan.

Ru’yat didakwa menilap dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bogor, pada 2002, ketika menjadi anggota DPRD di sana. Bekas politikus Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini dituding menerima uang penunjang kegiatan proyek sebesar Rp 122 juta. Kas daerah pun tekor Rp 6,2 miliar karena ada 32 anggota Dewan lain yang menikmati uang sejenis di luar gaji itu secara berjemaah.

Ada sejumlah keganjilan di balik vonis itu. Ru’yat sebetulnya pernah "melempar handuk". Ia sudah mengembalikan duit yang sempat dipakainya untuk mencicil utang pribadi ke Bank Jabar. Artinya, dia mengakui telah memakai dana yang bukan haknya. Di sidang Tipikor yang dipimpin hakim Joko yang juga Ketua Pengadilan Negeri Bandung itu, terdakwa—sebagaimana dikatakan sejumlah saksi—terbukti dan bahkan mengakui telah menerima dana penunjang tersebut.

Namun hakim tak menggubris pasal dakwaan jaksa yang juga dijeratkan terhadap 32 terdakwa lain. Padahal semua politikus yang juga didakwa korupsi itu kini menghuni penjara Paledang. Kasus mereka telah berkekuatan hukum tetap: sejak di pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung dinyatakan bersalah. Satu di antara mereka bahkan pernah mengajukan permohonan peninjauan kembali, tapi upaya itu ditolak Mahkamah.

Ru’yat lebih beruntung—atau mungkin sengaja diuntungkan. Ia hanya menjadi tahanan kota setelah penangguhan penahanannya diterima hakim. Ini juga aneh: rasanya belum pernah pengadilan korupsi di Jakarta mengabulkan permintaan penangguhan penahanan. Ia juga baru bisa disidangkan belakangan, gara-gara surat izin memeriksa dirinya dari Presiden Yudhoyono datang terlambat.

Sudah tepat jika Kejaksaan Agung segera melakukan eksaminasi. Melalui "gelar perkara" ini, diharapkan akan ketahuan seberapa kuat materi dakwaan yang diajukan. Dari sini juga akan terdeteksi apakah tuntutan empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh jaksa sudah tepat. Selebihnya, jaksa penuntut umum kudu segera mengajukan permohonan kasasi dengan dakwaan yang lebih kuat ke Mahkamah.

Vonis bebas terhadap Ru’yat bisa menjadi kabar baik bagi para koruptor, khususnya yang berada di Jawa Barat. Apalagi pengadilan yang sama sebelumnya membebaskan dua terdakwa lain, yakni Bupati Subang Eep Hidayat, dari tuduhan korupsi upah pungut pajak bumi dan bangunan senilai Rp 14 miliar, dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung Priana Wirasaputra, terdakwa korupsi dana stimulan APBD Rp 2,5 miliar.

Putusan Pengadilan Tipikor Bandung ini jangan sampai dijadikan celah baru bagi para koruptor. Bayangkan, divonis bebas murni di sebuah pengadilan yang selama ini sangat diandalkan sebagai benteng terdepan pene­gakan hukum dan keadilan. Peristiwa yang membuat Ru’yat batal masuk penjara Paledang ini tak boleh melunturkan spirit pengadilan yang sama di sejumlah kota besar lain dalam menyidangkan perkara korupsi.

Rekrutmen hakim Tipikor yang dilakukan Mahkamah tampaknya perlu dibenahi. Pengadilan Tipikor yang akan ada di semua provinsi kelak harus diisi figur yang integritasnya tak diragukan. Perlu juga dipikirkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi diberi kewenangan melakukan penuntutan yang selama ini dilakukan jaksa. Langkah-langkah ini dibutuhkan demi menjaga kualitas putusan Pengadilan Tipikor, lantaran pengadilan umum kurang bisa diandalkan dalam memutus perkara korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus