Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Ruu perbankan dan nasib penabung

Dalam ruu perbankan,pengelola bank melaporkan kon- disi keuangan,manajemen,dll kepada bank indonesia. keberadaan lembaga penilai risiko dan lembaga in- formasi kredit penting bagi nasabah dan pengelola.

3 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUU Perbankan dan Nasib Penabung LAKSAMANA SUKARDI MASIH ingat kasus jatuhnya Bank Umum Majapahit? Dan pemilik bank pasar Dwimanda yang raib bersama Rp 20 milyar uang nasabahnya? Kita mungkin saja telah melupakannya. Namun, anggota masyarakat yang telah dirugikan akibat kasus tersebut tak akan pernah melupakannya. Apalagi mereka tidak tahu ke mana harus menuntut dan siapa yang harus dituntut serta mencari siapa yang berkewajiban memperjuangkan pengembalian deposito mereka. Lain halnya dengan nasabah Bank Duta. Mereka telah ditolong oleh pemegang saham mayoritas yang telah rela menghibahkan kekayaannya sebesar Rp 800 milyar lebih untuk menutupi kerugian bank tersebut. Apa pun kejadiannya, yang jelas semua pihak tak ada yang mau dirugikan. Baik nasabah deposan, pemegang saham, maupun pengelola bank. Semuanya patut mendapat perlindungan undang-undang yang memberikan kejelasan mengenai hak, kewajiban, dan sanksi-sanksi terhadap semua kemungkinan pelanggaran. Yang patut dipertanyakan oleh para anggota DPR dalam menggodok RUU perbankan adalah: "Siapa yang harus bertanggung jawab jika ada lagi bank yang collapse sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya? Adakah Dicky yang lain yang harus membayar ganti rugi? Apakah Bank Indonesia yang diberi tugas sebagai pembina dan pengawas bank? Atau masyarakat harus menanggung sendiri risikonya karena mereka harus paham benar bahwa menaruh uang di bank itu mengandung risiko. Kita semua setuju bahwa menaruh uang di bank mengandung risiko. Karena itulah undang-undang perbankan harus memberikan kesempatan dan hak kepada masyarakat untuk mengetahui kondisi risiko setiap bank. Dalam RUU Perbankan, jelas-jelas diuraikan soal kewajiban pengelola bank dalam memberikan laporan yang sebenar-benarnya mengenai kondisi keuangan, manajemen, dan lain-lainnya kepada Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas, bahkan dengan sanksi yang sangat berat terhadap pelanggaran yang dilakukan. Apakah dengan demikian dapat dianggap Bank Indonesia sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap kasus jatuhnya bank? Hak masyarakat (deposan) untuk mengetahui tingkat risiko bank sangat penting untuk dilindungi oleh undang-undang. Terutama jika kita sadari bahwa pada umumnya hampir 90% kekayaan setiap bank adalah dana masyarakat. Masalahnya, memang sangat rumit untuk mempublikasikan kesehatan bank karena bank yang kurang sehat akan menderita jika diumumkan. Namun, tidaklah mustahil bahwa bank itu masih dapat dibenahi dan berubah menjadi bank yang sehat. Ibarat orang sakit. Ia harus diselimuti dan tidak boleh ditelanjangi. Maka, sebagai jalan tengah, diperlukan suatu tempat dalam undang-undang perbankan bagi kehadiran lembaga penilai risiko (rating agency) yang independen guna memberikan informasi yang secara tak langsung melindungi masyarakat penyandang dana, lebih 90% dari kekayaan perbankan. Keberadaan rating agencies ini sudah lama dan berperan di perbankan internasional, terutama di negara-negara yang menganut paham keterbukaan. Hampir semua bank terkemuka yang bertaraf internasional bersedia dinilai oleh berbagai rating agencies dari berbagai negara. Suatu praktek perbankan global yang harus kita ikuti agar perbankan Indonesia tak tertinggal dan mampu punya peranan internasional. Keamanan dana masyarakat yang dikelola oleh bank sangat bergantung pada kebijaksanaan pengelola bank dalam menyalurkan dana tersebut. Untuk itu, informasi mengenai keadaan debitur macet yang tak bertanggung jawab dan berkarakter tidak baik sangat diperlukan oleh para pengelola bank. Maksudnya, agar mereka tak terjebak oleh kelompok-kelompok yang dengan sengaja melakukan praktek pemberian informasi fiktif untuk mengeruk dana dari bank melalui jalur pemberian kredit. Untuk mengatasi masalah itu, undang-undang perbankan harus mengatur keberadaan lembaga informasi kredit (credit agency) yang mampu berperan sebagai pusat informasi kredit macet yang dapat membantu pengelola bank dalam mengamankan penyaluran dana masyarakat. Di samping itu, dengan adanya credit agency ini, masyarakat usaha juga dituntut lebih bertanggung jawab dalam menggunakan kredit dari bank. Keberadaan lembaga informasi kredit yang independen dan tanggung jawab pengelolaannya serta kewajiban setiap bank untuk melaporkan debitur yang nakal perlu diatur oleh undang-undang. Pertimbangan lain akan kebutuhan lembaga ini ialah untuk mencegah persaingan antarbank yang semakin gila sehingga pemberian informasi antarbank semakin kurang dapat dipercaya atau bahkan saling menjerumuskan. Globalisasi perbankan telah menuntut semua bank dari setiap negara untuk mengikuti suatu praktek dan ketentuan yang standar dan berlaku universal. Ketentuan permodalan bagi perbankan yang ditetapkan oleh BIS merupakan contoh yang kongkret akan tuntutan tersebut. Selain itu, lembaga-lembaga independen yang memberikan jasa penilaian dan informasi (rating agencies dan credit agencies) sudah merupakan kebutuhan standar bagi terbentuknya industri perbankan yang sehat. Untuk memenuhi standar permodalan BIS, perbankan internasional telah melakukan globalisasi kepemilikan dengan mengundang pihak-pihak asing untuk menjadi pemegang saham. Contohnya, Citicorp baru-baru ini berhasil meyakinkan Prince Alwaleed bin Talal dari Saudi untuk membeli 15% saham Citicorp US$ 590 juta. RUU Perbankan juga memberikan kesempatan bagi perbankan Indonesia untuk mampu bersaing di tingkat internasional dengan mengizinkan kepemilikan saham bank oleh pihak asing. Namun, perlu kita sadari bahwa syarat atau kondisi utama yang harus dipenuhi dalam menarik minat investor asing adalah adanya sistem dan mekanisme yang menunjang bagi praktek perbankan yang sehat. Salah satunya adalah keberadaan rating agencies dan credit agencies yang bertaraf internasional yang mampu memberikan informasi obyektif kepada para calon investor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus