Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sadarlah Wahai Pembesar

A.m. fatwa menganggap pemecatannya dari pegawai negeri dengan tidak hormat oleh menteri dalam negeri amirmachmud, keterlaluan. ia berjanji akan berjuang untuk kebenaran dan keadilan. (kom)

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO 20 Oktober (Nasional) tentang Pegawai Negeri, di bawah judul Kunci Mati Bagi Falwa, dilaporkan kasus pemecatan tidak dengan hormat terhadap saya oleh Mendagri Amirmachmud. Terus terang jiwa dan cara penyajian berita itu oleh TEMPO kurang menyenangkan bagi saya dan keluarga. Banyak orang tua dan teman-teman yang bersimpati marah dan menegur saya atas pemberitaan itu. Seolah-olah saya cengeng, putus asa lalu menyerah begitu saja atas putusan itu dan habislah soal, berakhirlah cerita. Padahal tidaklah demikian. Sudah tiga kali saya bersuat kepada Mendagri Amirmachmud dalam tempo 14 hari sesudah saya terima surat pemecatannya itu untuk menyatakan menolak dan melawan secara hukum putusan itu. Hingga sekarang belum dijawabnya. Tapi Lembaga Bantuan Hukum bersama Lembaga Keadilan Hukum yang telah menyanggupi memberikan bantuan hukum kepada saya telah memikirkan dan menyiapkan langkah-langkah apa yang akan ditempuh jika sampai waktu tertentu Mendagri Amirmahmud tidak juga membuka pintu penyelesaian sebagaimana diatur oleh peraturan perundangan. Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia pun telah menawarkan jasa baik untuk turut membantunya. Insya Allah saya dengan dibantu atau bersama-sama dengan berbagai pihak akan berjihad (tapi bukan "komando jihad"), berjuang terus melawan secara hukum atas tindakan kesewenang-wenangan hukum Menteri Amirmachmud. Pokoknya kita harus perhitungkan dan tidak membiarkan secara gratis terus oknum-oknum penguasa menjalankan hukum secara sewenang-wenang dan menginjak-injak demokrasi. Bangsa Indonesia tidak bisa lupa sebab telah dicatat oleh sejarah bagaimana kesewenang-wenangan hukum dan sandiwara demokrasi dalam dua kali pemilu yl. dengan segala eksesnya termasuk pemecatan beratus-ratus pegawai di pelbagai instansi dan Daerah yang hingga kini masih banyak yang belum direhabilitir. Meskipun selesainya pemilu, cepat-cepat Menteri Amirmachmud pergi 'umroh dan mencium Ka'bah di Mekah, saya yakin tidak semudah itu dilupakan orang tindakan-tindakan buldozernya. Saya tertarik memakai kata "berjihad" di atas yang arti sesungguhnya ialah berjuang dan dalam konteks kasus saya ini ialah berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Saya merasa diperlakukan oleh Menteri Amirmachmud secara sewenang-wenang. Dan menurut beberapa orang yang menyampaikan pada saya bahwa Menteri Amirmachmud di muka Penataran P4 baru-baru ini di Taman Mini mengatakan: " . . . saya telah berjihad dengan mengeluarkan SK memecat Fatwa dari pegawai negeri . . . " Sebelumnya saya pun pernah diberitahu orang bahwa Menteri Amirmachmud memerintahkan kepada para penatar tingkat pusat Depdagri untuk membahas khotbah Idul Fithri saya yang menyebabkan saya ditahan oleh Laksusda itu. Dari berbagai teman peserta penataran P4 juga menceritakan pada saya bahwa kasus pemecatan terhadap saya sering dijadikan contoh permasalahan oleh penatar atau dipertanyakan oleh peserta. Juga dari Ujung Pandang saya terima kabar bahwa ketika Menteri Amirmachmud memberikan briefing di sana dengan nada sangat marah sambil memukulmukulkan tangannya di podium mengecam beberapa khotbah Idul Fitri di Jakarta dan terpaksa memecat seorang karyawan DKI yang juga menjadi khotib sebab kalau tidak akan berbahaya bagi karyawan lainnya. TEMPO juga memuat wawancaranya dengan A.E. Manihuruk pada tulisan tersebut dengan mengatakan a.l. bahwa dengan keputusan berat itu, Fatwa tidak lagi dapat apaapa dan tanpa memberi peringatan sebelunnya kepada yang bersangkutan pun, Menteri berdasarkan pertimbangan yang cermat bisa langsung memutuskan pemecatan tidak dengan hormat. Saya heran seorang orang tua Pak Manihuruk, Kepala BAKN dan Ketua KORPRI bisa turut langsung memvonis demikian. Bukankah BAKN (dulu KUP) tempat pegawai mengadu kalau merasa diperlakukan tidak sewajarnya oleh sesuatu instansi. Bukankah pimpinan KORPRI harus membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi anggotanya. Filsafat kepemimpinan apa rupanya yang dianut oleh Pak Manihuruk? Dalam wawancara televisi beberapa hari yl (5 Nopember?) atas pertanyaan Ismail Hassan SH, Pak Manihuruk sebenarnya juga telah menyinggung permasalahan saya (cuma tidak menyebut nama) ketika menjelaskan masalah pemberhentian tidak dengan hormat seorang pegawai. Sayang Pak Manihuruk tidak menjelaskan tentang tahap-tahap dan tingkatan hukuman yang harus diberikan kepada seseorang sebelum tindakan pemecatan, seperti tegoran tertulis berapa kali, skorsing dsbnya, yang kebetulan hal-hal ini tidak dilakukan terhadap saya kecuali berupa pendekatan beberapa kali dari Gubernur dan Wakil Gubernur agar saya mengajukan permohonan berhenti dari pegawai, permohonan berhenti sebagai pengurus Majelis Ulama DKI dan permohonan berhenti sebagai anggota Badan Pendiri dan Wakil Ketua dari Yayasan Pondok Karya Pembangunan. Kesemuanya ini saya tidak bersedia meiakukannya sebab saya tidak dapat mengerti maksud dan cara itu. Berbagai bujukan dan ancaman berkenaan dengan itu tidak saya pedulikan. Cara-cara penggeseran jabatan saya pun sebelumnya terasa aneh. Yaitu didahului oleh sebuah surat desakan dari suatu instansi yang biasanya sangat ditakuti. Tapi dari suatu informasi yang saya dapatkan dari lingkungan itu juga menyebutkan bahwa surat desakan itu dibuat karena atas permintaan DKI. Artinya pinjam tanganlah. Sebenarnya sejak di zaman Gubernur Ali Sadikin saya ketahui banyaknya desakan (tidak sampai tertulis) dari kalangan politik tertentu dengan melalui beberapa jalur, agar saya di geser dari jabatan-jabatan. Pak Ali Sadikin dalam cara semacam ini sangat tidak senang kalau intern pemerintahannya dicampuri oleh orang lual sebab dia merasa bertanggung jawab penuh atas seluruh anak buahnya. Adalah tidak dapat saya lupakan sikap kebapakan, sikap kemanusiaan yang lemah lembut dan sikap tidak sampai hati menyakiti seseorang yang sangat mewarnai wajah pribadi Pak Tjokropranolo di mana hal ini pun saya rasakan dalam menghadapi kasus saya. Oleh kesan tersebut sehingga terpikir oleh saya semoga Pak Tjokro nanti pada hari-hari istirahatnya dari tugas-tugas pemerintahan dapatlah terus berkecimpung di masyarakat memimpin Yayasan-Yayasan sosial dan Yatimpiatu yang sangat membutuhkan sentuhan kemanusiaan yang dalam. Kembali pada soal tindakan drastis Menteri Amirmachmud pada saya. Watak buldozer Pak Amirmachmud yang sukar kompromi kita sudah kenal. Gubernur Willy Lasut dan Gubernur Munafri habis dibuldozer, meskipun tersebut terakhir terpaksa angkat tangan menanda tangani perintah permohonan berhenti. Kita teringat dulu kasus pemberhentian Gubernur Ali Sadikin yang minta penundaan beberapa saat karena kepentingan beberapa proyek terutama selaku Ketua Umum PON, namun tidak ada-ampun dari Pak Amirmachmud. Maka apakah lagi manusia kecil seperti saya ini yang terkena buldozernya Pak Amirmachmud. Namun bagi saya berjuang bukanlah soal menang dan kalah tetapi soal keyakinan akan kebenaran. Jangam kan manusia dan kekuasaan bisa berganti bahkan dunia pun akan bertukar. Sadar dan Istighfarlah wahai pembesar. A.M. FATWA Jl. Kramat Pulo Gundul K15 Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus