Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Sang Pemimpi di Kongres Demokrat

Siapa pun yang memimpin Partai Demokrat sulit melepaskan pengaruh Yudhoyono. Jangan mimpi jadi calon presiden 2014 jika SBY "tak berkenan".

24 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTARUNGAN merebut kursi Ketua Umum Partai Demokrat dalam kongres di Bandung terkesan seperti pertarungan menjadi calon presiden untuk Pemilu 2014. Itu terlihat terutama pada dua kandidat yang tak kenal lelah bersaing, Andi Alifian Mallarangeng dan Anas Urbaningrum. Iklan kedua kandidat berseliweran di televisi, koran, majalah, dan tentu saja di baliho sekitar arena kongres.

Kampanye besar-besaran dengan biaya tak sedikit itu seperti mengajak seluruh rakyat Indonesia ikut memilih ketua umum partai itu. Padahal yang ikut memilih hanyalah 530 orang, yakni ketua dewan pimpinan daerah dan dewan pimpinan cabang seluruh Indonesia. Jika yang disasar hanya suara sebesar itu, untuk apa kampanye berlebihan kalau tidak ada niat tertentu di belakangnya?

Niat tertentu itu, diakui atau tidak, memakai dalil bahwa dengan keberhasilan merebut jabatan ketua umum, peluang menjadi calon presiden pada Pemilu 2014 terbuka besar. Tentu saja dengan prediksi bahwa Partai Demokrat kembali menang pemilu atau setidak-tidaknya memenuhi syarat untuk mengajukan calon presiden.

Tentu ini niat yang sah. Tapi, siapa pun yang menang dalam kongres di Bandung-opini ini ditulis sebelum pemilihan berlangsung-seharusnya sadar bahwa "dalil" itu tak sepenuhnya benar. Partai Demokrat bukanlah partai kader, dan jauh dari-meskipun akan diupayakan sebagai-partai modern. Partai ini adalah "partainya SBY". Sebagaimana PDI Perjuangan yang tak bisa lepas atau melepaskan Megawati, Partai Demokrat hanya bertumpu pada figur tokoh, yakni SBY, sebagai pendiri dan penggagas partai yang kini menjabat Presiden RI. Partai ini tak akan bisa meninggalkan SBY, dan SBY pun tak mungkin pula melepaskan begitu saja "kendaraan"-nya".

Partai Demokrat masih muda, karena baru dideklarasikan pada 17 Oktober 2002. Mungkin itu sebabnya Demokrat tak punya kader yang merata di daerah. Namun, dalam dua kali mengikuti pemilu, suaranya cukup besar, dan pada Pemilu 2004 bahkan menjadi pemenang. Berdasarkan jajak pendapat beberapa lembaga survei, para pemilih lebih kepincut pada figur SBY daripada program partainya, apalagi terpikat oleh kader partainya. Bagi pemilih, daya tarik bukan pada kinerja partai atau siapa yang memimpin partai, melainkan lebih pada ketokohan SBY. Itu artinya, siapa pun yang memimpin partai ini, ia tak punya pengaruh apa-apa.

Apalagi dalam kongres kedua di Bandung sudah terdengar usul agar peran SBY sebagai ketua dewan pembina lebih dikukuhkan lagi sebagai penentu, siapa calon presiden yang diusung partai pada Pemilu 2014. Kalau merasa "tak berkenan" pada figur ketua umum terpilih dalam kongres Bandung, SBY bisa memilih orang lain, baik dari jajaran partai maupun dari kalangan keluarga.

Politik dinasti tidaklah haram, termasuk di negara yang demokrasinya sudah mapan seperti Amerika Serikat dan India. Di negeri itu, kepemimpinan nasional banyak dilanjutkan oleh kalangan keluarga. Di Indonesia, politik dinasti ini belakangan marak dalam pemilihan bupati, yang memunculkan calon anak atau istri incumbent. Bahwa SBY akan tergerak "meniru" pola itu, dengan menyiapkan putranya atau istrinya atau keluarga dekatnya yang lain, bisa saja terjadi. Karena itu, ketua umum terpilih Partai Demokrat jangan keburu bermimpi jadi calon RI-1.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus